Belajar Bahasa Indonesia Online SD SMP SMA KBBI PUEBI Buku Materi Pelajaran Tugas Latihan Soal Ujian Sekolah Penilaian Harian Silabus

Pencarian

23 April 2013

Wawancara Presiden RI dengan TVRI oleh Soegeng Sarjadi (Bagian 3)

Soegeng Sarjadi:
Tapi, saya mau kembali ke tanah air, Pak.

Presiden Republik Indonesia:
Baik.

Soegeng Sarjadi:
Ke tanah air dulu ya. Apa kita perlu break dulu atau tidak nih? Saya pikir enggak usah ya, Pak? Terus saja ya, Pak?

Presiden Republik Indonesia:
Silakan. Tapi, saya minta minum kopi sebentar. Kopinya enak ini, Mas.

Soegeng Sarjadi:
Silakan minum kopi. Kembali ke tanah air, Pak. Ini kalau saya memperhatikan, tadi saya tidak melihat berbicara dengan Bapak hal-hal, yang saya penuh pertanyaan atau penuh kehati-hatian. Tiga: Somalia, Myanmar, kemudian tadi jawaban Bapak tentang Middle East and so forth. Saya melihat Bapak ini, you are a commander-in-chief dan bisa execute itu. Tapi, saya mau ke dalam negeri supaya nanti wajahnya menjadi imbang. Ini agak bahasa Jawa Pak, saya mesti mencoba mewakili publik.

Saya kalau melihat Bapak itu, seperti saya anak kampung, Bapak di Pacitan, saya di Pekalongan. Kita diberi weling oleh orang tua kita. “Le, jer basuki mowo beyo. Le, nek gelut, meskipun kowe menang, nek menang tanpo ngasorake. Alon-alon waton klakon. Ojo dumeh, ojo adigang-adigung”. Saya melihat postur Bapak itu semacam itu, dalam ini yang kadang-kadang tidak dimengerti oleh teman-teman sehingga menang tanpo ngasorake. Saya boleh analisa kemimpinan Bapak ya. Ngluruk tanpo bolo, menang tanpo ngasorake.

Ketika Bapak 27% dapat kursi di DPR, 60%, hampir 70% suara, di catatan Bapak, susah memimpin demokrasi kabinet presidensil dengan multipartai. Bapak mengatakan begitu. Di sini kemudian muncul policy Bapak, kepemimpinan Bapak dalam bidang politik. Bapak bentuk yang disebut Setgab itu, yang sekarang Setgab ini justru partainya pemerintah tapi nyerang pemerintah terus.

Tapi, yang saya mau kupas tidak begini. Bacaan saya salah enggak? Ini perlu saya katakan pada publik, pada kalau itu “lawan politik” Bapak, Bapak tidak pernah menyebut lawan politik, itu mitra berpolitik. Ketika membuat Setgab itu, ini falsafah menang tanpo ngasorake itu, Bapak kasihkan ketua hariannya kepada Ketua Golkar. Ternyata, Ketua Golkar sendiri tidak bisa berbuat apa-apa di Setgab itu. Saya melihat itu cara Bapak memenangkan satu pertempuran politik tapi tidak ngasorake orang.

I don’t know whether this wrong or this is right. Saya terus terang ingin mendapatkan assessment Bapak. Tidak usah ragu-ragu karena ini memang politik, Pak, ya. Kelihatannya saya menganalisa semacam itu.

Presiden Republik Indonesia:
Ya, Mas Soegeng, begini, menarik ini, menarik sekali. Tapi, kalau dibacakan tadi falsafah, falsafah itu kan sebetulnya universal, tapi tentu falsafah Jawa unik, khas, ya memang itulah nilai-nilai yang hidup di kalangan komunitas Jawa. Setiap orang tentu punya falsafah hidup, punya prinsip, saya juga punya. Saya manusia biasa, tentu punya kekurangan, punya kelemahan, punya kesalahan, tetapi saya punya prinsip bagaimana mencapai tujuan, punya falsafah bagaimana memimpin negeri ini sebaik-baiknya.

Dalam konteks itu, sebetulnya saya ingin mengajak semuanya untuk menyelesaikan masalah. Jadi, sebenarnya dengan membentuk Sekretariat Gabungan dari teman-teman yang mendukung pemerintah, yang berada dalam barisan koalisi, untuk memahami inilah kompleksitas permasalahan yang dihadapi. Ada yang mudah dengan cepat kita selesaikan. Ada yang memerlukan waktu. Ada yang harus kita lihat Undang-Undang Dasarnya, undang-undangnya, harus kita bicarakan dengan DPR RI, misalnya.

Dalam konteks itu, saya akan berbuat sesuai dengan keadaan itu untuk mencapai tujuan. Tapi karena kita bersama-sama dalam koalisi, mari kita ber-partner, bekerjasama, baik di pemerintahan maupun di parlemen, untuk mengatasi masalah itu.

Apa yang kita lihat sebetulnya not by design. Saya tidak ingin, misalkan, “Betul kan? Tidak semudah itu kan?” Tidak, tidak. Tapi, pengalaman menunjukkan bahwa sering dilihat dari luar itu serba gampang, seperti falsafah penonton sepak bola itu. Tapi, ketika main bola sendiri, juga tidak semudah itu. Saya hanya mengajak, memang kompleks, memang tidak selalu mudah, tetapi harus ada solusi, harus ada penyelesaian. Saya mengajak di situ. Oleh karena itu, saya memang menggunakan fasilitas itu, forum itu, untuk membahas masalah-masalah tertentu sambil mereka juga mengenali masalah. Dengan demikian, rekomendasinya menjadi lebih tepat.

Bahwa politik di luar tetap gaduh; kritik, dan hujatan masih ada meskipun sudah ada Sekretariat Gabungan, meskipun mereka juga tahu tidak semudah itu masalah diputuskan, tetapi bagi saya, saya sudah mengajak semuanya untuk memahami persoalan di negeri ini. Kalau masih gaduh, rakyat ini kan hakim yang utama. Rakyat akan tahu mana-mana yang benar, mana-mana yang logis, dan mana-mana yang tidak.

Jadi, itu, Mas Soegeng. Saya tidak bermaksud untuk ngelehke, bukan. Tetapi tanpa bermaksud itupun, semua tahu bahwa memang masalah di negeri ini kompleks.

Soegeng Sarjadi:
Sangat kompleks. Good point, Pak. Jawaban yang menarik, Pak. Jadi, Bapak Presiden, ini yang, this my right to judge within that point. Tapi, yang menang tanpo ngasorake, alon-alon waton kelakon kadang-kadang diartikan oleh orang, Presiden Susilo Bambang Yudhonono itu lembut, hati-hati sehingga terkesan lamban. Tetapi, tidak mengurangi effectiveness itu. Kalau tidak efektif, saya malahan menyebut di tempat saya itu, Bapak itu lebih cenderung pada harmonisasi politik. Jadi, tidak grubugan.

Saya suka bercandaan, Pak. Ketika saya, “Coba kalau SBY itu grubugan, bayangkan. Yang dipimpin itu ular, biawak, kemudian singa. Bayangkan kayak apa nanti tawurannya, gitu.” Jadi, ini yang saya ingin sampaikan kepada publik Bapak. Is not that easy, dan Bapak sudah not by design memberikan kepada mitra Bapak itu, “Coba kau pimpin.” Ternyata, juga susah, kan begitu ya, Pak.

Berikutnya, Pak, ini saya ingin ini euforia reformasi, demokrasi ini, menurut saya kalau kita tidak demokrasi, saya barangkali tidak dapat duduk dengan Bapak, berdialog soal-soal yang dulu tidak pernah kita bayangkan. Bagaimana Bapak bisa tahan? Bapak ini kan, bosan Bapak saya baca ini yang di alam demokrasi mencaci, dicaci seorang pemimpin, termasuk Presiden. Tolong jelaskan sama publik, saya mewakili publik.

Bapak kelihatannya masih, saya dengar dari teman-teman, masih main volley, iya kan? Masih rileks, pingpong, dan segalanya. How do you find your time meng-absorb semua itu? Sehingga Bapak tetap lebih positioning, tetap dalam posisi yang elegan, yang mengetahui what you are doing, karena saya ingin tahu, ini rakyat ingin tahu surprisingly, Pak, acara saya, forum saya ini.

Saya dapat SMS yang di luar dugaan. Bisa sekali nanti episode ini, mungkin saya 2.000 dapat SMS. Mungkin 2.000 dapat. Coba jelaskan sama publik yang ingin mengetahui, how do you cope dengan benturan, dengan makian, segala macam itu. How do you hold it? Kemudian Anda tetap graceful dalam sikap hari-hari, Pak SBY.

Presiden Republik Indonesia:
Baik. Ini juga menarik, Mas Sugeng. Begini, manusia itu kan punya dua hal. Satu, perasaan atau emotion. Yang kedua, pikiran atau logika. Saya hanya menyeimbangkan antara perasaan dengan logika saya.

Kalau saya tidak bisa meletakkan my emotion di bawah logika, mungkin saya tidak kuat dengan cacian, kritik, hujatan seperti itu. Tetapi, manakala saya bisa menyeimbangkan dan saya bisa mengontrol emotion saya, perasaan saya, dengan logika, akal pikiran.

Maksud saya begini. Di era euforia demokrasi, kebebasan ada di mana-mana, seolah-olah yang tadinya dikekang bangsa ini, sekarang bicara apapun boleh, berbuat apapun boleh, maka imbasnya bagaimana mereka melihat pemimpinnya katakanlah untuk sumber tumpuan ketidaksukaan, tumpuan kemarahan, dan seterusnya. Jadi, saya pahami, pastilah siapa yang jadi presiden akan mengalami nasib seperti itu. Itu yang pertama.

Yang kedua, juga dengan belum pahamnya semua rakyat kita tentang jalannya pemerintahan, sistem bernegara, siapa bertanggung jawab apa, maka dengan mudah, “Ah, pasti yang salah SBY.” Kejadian apapun di kabupaten manapun, di provinsi manapun, yang mestinya bisa diselesaikan oleh pemimpin lokal, itu karena mungkin tidak cukup pengetahuannya, “Yang salah SBY, yang gagal SBY.” Saya harus pahami seperti itu.

Kemudian, pers sendiri selalu berjarak dengan kekuasaan. Ada yang baik tentu jarang dimuat. Bad news masuk dalam keseharian mereka. Rakyat membaca. Rakyat menonton televisi. Bertambahlah, “Yang salah SBY. Semua ini yang bertanggung jawab SBY.” Itu juga saya pahami.

Namun begini, Mas Soegeng ya. Demokrasi kita ini masih dalam proses untuk menuju kematangannya. Memang sebagai pencinta demokrasi, kita harus sabar, harus tegar, tapi juga harus bersama-sama mendidik kita semua dengan pendidikan yang benar bahwa dalam demokrasi itu memang ada kebebasan, tetapi juga ada aturan, ada etika, termasuk rule of law.

Itulah yang harus kita lakukan sekarang, membikin keseimbangan. Dengan keseimbangan ini, semuanya akan makin baik. Dan, ini my preference, pilihan saya. Kalau saya reaktif, kalau saya langsung menanggapi semua itu, dan saya bisa, saya punya data, saya punya logika, saya punya perbandingan, tetapi saya timbang-timbang tidak akan lebih baik.

Soegeng Sarjadi:
Good point.

Presiden Republik Indonesia:
Pertama, lebih gaduh lagi, dan saya tidak bisa bekerja penuh untuk membikin baiknya negara ini. Kalau saya reaktif, saya larut, kebawa debat-mendebat, tidak mungkin ekonomi kita berhasil seperti ini, tidak mungkin negara kita relatif stabil tujuh tahun ini, tidak mungkin dunia mengapresiasi kita dalam letaknya yang luar biasa, tidak mungkin kebijakan pemerintah bisa dijalankan, dan sebagainya, dan sebagainya.

Pengorbanan saya, menahan diri saya, sabar, tapi tetap fokus kepada pekerjaan. Itulah yang saya pilih meskipun tadi tidak semua bisa, saya kira, menerima kritik, cacian, hujatan seperti itu.

Someday, suatu saat ketika demokrasi ini lebih matang, semua tahu sistem, siapa bertanggung jawab tentang apa, mungkin nasibnya tidak seperti saya, tapi biarkan saya tanggung dulu sampai negara ini makin ke depan makin baik.



===============
Bagian 1
Bagian 2
Bagian 3
Bagian 4
Bagian 5
===============




Sumber Tulisan
Share:

Populer di Indonesia

Sahabat Sejati

Informasi Terkini

Populer Bulanan

Populer Mingguan

Kirim Pesan

Nama

Email *

Pesan *

Arsip Blog