Belajar Bahasa Indonesia Online SD SMP SMA KBBI PUEBI Buku Materi Pelajaran Tugas Latihan Soal Ujian Sekolah Penilaian Harian Silabus

Pencarian

23 April 2013

Wawancara Presiden RI dengan TVRI oleh Soegeng Sarjadi (Bagian 2)

Soegeng Sarjadi:
Kita menjadi nomor 16 G20 yang Bapak hadiri beberapa waktu yang lalu. Saya dengan teman saya sering menyebut kita ini sudah masuk The Lords of The 20 di dunia, Pak. Tidak ngomong ini masih level Pacitan atau Pekalongan, bukan, ini level dunia. Jadi, ketika yang menarik itu, saya agak pindah sedikit, Bapak memutuskan sebagai Ketua ASEAN waktu itu, untuk mengusulkan ketua yang berikutnya adalah Myanmar. Bapak mendapat tentangan dari Amerika waktu itu yang sama sekali tidak mau. You showed your leadership, dan akhirnya tiba-tiba Hillary Clinton minggunya. How do you do that?

Presiden Republik Indonesia:
Betul, Mas. Ini kadang-kadang ada perbedaan cara pandang, perbedaan budaya, boleh saya sebut begitu, antara Barat dan Timur tentang mindset. Saya yakin dan saya jalankan sejak Myanmar masih dipimpin oleh Than Shwe dan yang dulu diisolasi oleh dunia. Bagaimanapun, kita tidak boleh hanya memberikan sanksi dan embargo pada Myanmar. Kita harus paham apa yang dihadapi oleh Myanmar.

Setelah itu, kalau kita sepakat, Myanmar harus menjalankan demokratisasinya, menghormati hak asasi manusia, menjalankan rule of law, ya kita bantu sambil kita kritik, sambil kita katakan itu tidak benar, sambil kita bantu supaya bisa mencapai tujuannya. Saya menggunakan smart power. Bukan hanya hard power, tapi soft and hard power kita gunakan bersama-sama.

Semua menentang. Saya bertemu dengan banyak pemimpin dunia, Eropa, Amerika, nggak yakin cara yang saya anjurkan itu bisa berhasil. Tapi saya katakan, saya percaya, dan itulah yang saya lakukan. Saya terus berkomunikasi dengan Myanmar, baik sebagai salah satu pemimpin ASEAN maupun secara pribadi Presiden Indonesia.

Apa yang terjadi, saya kira, sudah menjadi bagian dari sejarah. Hillary Clinton, Obama, pemimpin Eropa juga mengatakan bahwa pendekatan yang Indonesia pilih tidak keliru.

Artinya, yang penting tujuannya apa? Goal-nya apa? Mengajak Myanmar bersama-sama dengan ASEAN yang lainnya menghormati demokrasi, hak asasi manusia, dan rule of law. Caranya yang paling baik, yang tidak melukai, yang tidak menyakiti bagi bangsa Myanmar, dan di situlah yang kita mainkan, dan alhamdulillah itu juga berhasil, sehingga banyak cara, banyak jalan menuju ke Roma.

Tapi, saya suka dengan pendekatan yang tidak melukai, yang tidak memalukan, yang tidak mendikte, tapi melaksanakan persuasi dengan baik.

Soegeng Sarjadi:
Very good. Saya ini pengamat. Jadi, hal-hal yang kecil demikian itu yang mempunyai arti, tapi kadang-kadang overlooked oleh umum.

Yang berikutnya, saya mau nanya Bapak, ini pertanyaan betul-betul nih. Bapak seorang prajurit. How do you? Coba jelaskan pada umum. Waktu Anda memutuskan soal Somalia itu, waktu Anda memutuskan “Kirim fregat,” saya bilang berani benar. Your assessment.

Presiden Republik Indonesia:
Mas Soegeng, banyak yang mengatakan itu keputusan konyol, dan katanya risikonya terlalu berat dan bisa gagal. Saya menyadari, memang pengambilan keputusan itu hanya dalam hitungan jam, dan persiapannya hanya satu, dua, tiga hari. Untuk mengerahkan pasukan dari Indonesia ke Somalia, itu lebih jauh dari Inggris ke Malvinas, lebih jauh, pulang pergi, dan risikonya tinggi. Kita tidak tahu situasi.

Tapi, begini, Mas. Saya mengatakan ini kapal Indonesia dibajak, 20 warga negara kita disandera. Kalau kita hanya business as usual, hanya negosiasi saja, dan tidak jelas nasibnya, maka harga diri, Merah Putih, bangsa.

Di situ memang rekomendasi dari pimpinan militer, pimpinan politik, semua waktu itu untuk kita harus hati-hati dan betul-betul harus thoughtful, saya setuju, tetapi bagaimanapun tidak bisa Merah Putih dicemarkan. Dan I have made my decision, saya putuskan berangkat.

Pertama kali, hanya pasukan khusus, tetapi saya tahu ternyata situasi berubah, dan saya bersiap. Kalau harus merebut salah satu pantai Somalia, rebut demi menyelamatkan kapal kita, menyelamatkan warga negara kita, dan untuk Merah Putih.

Dan kemudian, lainnya menjadi sejarah. Anak-anak kita luar biasa.

Soegeng Sarjadi:
Luar biasa.

Presiden Republik Indonesia:
Mengejar, kemudian Tuhan juga menolong kita, dan akhirnya semua itu menjadi contoh bahwa memang risikonya sangat berat, kita bisa gagal, tetapi itu pilihan, pilihan untuk harga diri kita, Mas, untuk Merah Putih kita, dan harus kita ambil. Dan, saya bangga pada prajurit-prajurit, saya senang pada pemimpin lapangan yang dengan semangat melaksanakan tugas mulia itu.

Soegeng Sarjadi:
Ini satu-satunya yang saya amati, Bapak Presiden. You were the commander-in-chief ketika memerintahkan Somalia itu. That was really good. I feel proud of that.

Presiden Republik Indonesia:
Terima kasih.

Soegeng Sarjadi:
Ini masalah yang kadang-kadang public tidak, overlooked. Hal-hal kecil noisenya. Itu tidak pernah menjadi bahan headline, tidak pernah. Tapi, saya simpan itu. One day, kalau saya bisa dialog dengan Bapak Presiden, pasti itu akan saya tanyakan.

Presiden Republik Indonesia:
Terima kasih.

Soegeng Sarjadi:
Jadi, itu saya membayangkan Presiden Amerika di West Wing lagi ada 5-6 dengan dia sebagai commander-in-chief, ada jenderal-jenderalnya, untuk melakukan keputusan. It is not as big as those. Tetapi, knowing kondisi militer kita yang seperti itu, keputusan itu sesuatu yang harus kita hargai.

Presiden Republik Indonesia:
Saya ingin menambahkan di situ karena, ini betul membandingkan, sama, Mas Soegeng. Jadi, decision-making process, proses-proses pengambilan keputusan itu ya sama dengan Obama mengambil keputusan untuk melaksanakan aksi militer tertentu. Jadi, waktu itu memang Menteri Luar Negeri tentu, Kepala Badan Intelijen, Panglima TNI, kemudian menteri-menteri terkait, Menhan, saya undang untuk mempelajari jam demi jam untuk hari pertama itu. Dan kemudian, saya keluarkan keputusan: rebut, bebaskan dengan segala cara. Kalau tanpa serangan, bagus. Kalau tidak, harus kita laksanakan operasi militer. Tapi, yang unik adalah intelligence kan masih hanya 40%, dan saya akan memutuskan “Go operasi militer!” paling tidak 60%-70%.

Apa yang terjadi? Saya minta bekerja: Menlu bertemu dengan Menlu Somalia, Menhan mendapatkan jaringan dari intelligence internasional, saya ingin ditingkatkan, to be built up. Setelah 60%-70%, saya bilang “Jalan!” Bahkan, ketika Panglima TNI menelepon saya, setelah tiga hari persiapan, mohon keputusan, “Berangkat hari ini juga!” Jadi, tentu sekali lagi resikonya tinggi, tetapi harus kita ambil.

Dan, pengambilan keputusan saya sistem, tetapi cepat sistem itu. Oleh karena itu, ya sekali lagi ditolong Tuhan, di samping itu semua anak-anak kita.

Terima kasih kalau Mas Soegeng juga melihat isu itu. Ini pembelajaran yang baik bagi siapapun yang memimpin negeri ini, manakala menghadapi persoalan yang sama.

Soegeng Sarjadi:
Very good Pak. Berikutnya, dengan contoh, example, mengenai decisiveness Bapak mengenai Myanmar dan showing the being a commander-in-chief waktu Somalia, geopolitically kita memiliki potensi untuk menyelesaikan Middle East.

Presiden Republik Indonesia:
Ya.

Soegeng Sarjadi:
Menurut saya juga masalah-masalah di kawasan-kawasan lain. Middle East, saya kira peranan Indonesia sangat diharapkan, Bapak Presiden. What do you think?

Presiden Republik Indonesia:
Ya, Mas Soegeng, begini. Memang Timur Tengah ini khas atau unique. Saya harus terus terang bahwa di sana ada Liga Arab, ada persekutuan negara-negara Teluk, ada Uni Afrika yang seolah-olah mereka bertekad untuk menyelesaikan urusan Middle East oleh Middle East sendiri, seperti itu, sehingga saya, meskipun aktif berdiplomasi, tentu harus juga melihat aspek itu.

Tapi, ada pengalaman yang menarik, dan ini patut diangkat dalam dialog ini. Dulu ketika perang Lebanon berkecamuk, Dewan Keamanan PBB menurut saya tidak cepat, dunia sepertinya tidak melaksanakan langkah yang decisive, korban berjatuhan, serangan Israel masih terjadi, dan kemudian ya katakanlah tragedi kemanusian luar biasa.

Saya punya inisiatif. Di ruangan ini dulu, saya menyarankan Pak Abdullah Badawi, Perdana Menteri Malaysia, “Kita kan punya OKI.” Organisasi Kerja Sama Islam sekarang namanya. “Bapak bisa undang, bisa di Kuala Lumpur. Ayolah kita bicara. Mosok kita melihat dari televisi 24 jam sehari, berjatuhan dan tidak ada action dari dunia.” Singkat kata, kami bertemu.

Setelah bertemu itulah, saya menyarankan, “Mari kita bekerja sama melaksanakan, mengusahakan gencatan senjata, minta Sekjen PBB, dan Indonesia siap mengirimkan pasukan perdamaian kapanpun.” Mereka banyak yang belum setuju. Indonesia siap. Dan, terjadilah gencatan senjata, tentu usaha PBB juga. Tapi kami yang mendorong, dan akhirnya kami kirimkan pasukan perdamaian, dan alhamdulliah sampai sekarang relatif stabil.

Poin saya adalah, menurut saya, juga diterima dong partisipasi, kontribusi negara-negara lain, karena kita menyayangi juga, ini saudara-saudara kita di Timur Tengah. Oleh karena itu, kemarin saya bertemu dengan Sekjen OKI sedang berkunjung ke Jakarta, beliau juga ingin peran Indonesia lebih besar. Saya beberapa kali bertemu, berkomunikasi dengan Sekjen PBB, diinginkan Indonesia juga berperan lebih besar.

Indonesia sangat siap, Indonesia sangat ingin, dan saya punya usulan jangan hanya menuntut negara-negara tertentu untuk menyelesaikan masalah itu. Barat masuk, misalkan. Mengapa negara-negara yang misalkan sama-sama di OKI tidak mendapat ruang untuk ikut mengatasi masalah itu?

Bagi saya, Mas Soegeng, yang penting bagaimana kehendak bangsa-bangsa di Timur Tengah itu, bukan kehendak bangsa lain.

Yang kedua, selesaikan secara damai. Hentikan kekerasan dan tragedi kemanusiaan. Bikin dialog antara pemimpin atau penguasa dengan rakyatnya. Itulah platform yang paling baik untuk mengatasi.

Dan sekali lagi, Indonesia sangat siap, Indonesia juga sangat bersedia untuk, tidak akan mendikte, tidak akan mengintervensi, tapi bersama-sama memikirkan solusi untuk Timur Tengah itu.

Soegeng Sarjadi:
Very good, Pak. Saya kira sudah waktunya, tiga tahun, your last three years ini, saya kira penting untuk melanjutkan kepemimpinan Bapak Presiden di masalah-masalah dunia. Myanmar dulu, saya pikir, “Enggak berani ini. Amerika tidak setuju.” Begitu Bapak berani, mereka followed. Kenapa tidak masalah Iran sekarang? Kenapa tidak masalah-masalah lain? We’ll see about that.

Presiden Republik Indonesia:
Ya.



===============
Bagian 1
Bagian 2
Bagian 3
Bagian 4
Bagian 5
===============



Share:

Populer di Indonesia

Sahabat Sejati

Informasi Terkini

Populer Bulanan

Populer Mingguan

Kirim Pesan

Nama

Email *

Pesan *

Arsip Blog