Belajar Bahasa Indonesia Online SD SMP SMA KBBI PUEBI Buku Materi Pelajaran Tugas Latihan Soal Ujian Sekolah Penilaian Harian Silabus

Wanita Cantik Lahir Batin, Calon Istri Idaman

Wanita Cantik Lahir Batin, Kamu Harus Segera Nikahi Dia Model wanita seperti ini sangat langka. Baca selengkapnya: https://www.genpi.co/gaya-hidup/33478/wanita-cantik-lahir-batin-kamu-harus-segera-nikahi-dia

5 Mobil Mewah Termahal Yang Pernah Dijual di Indonesia

Punya khalayak otomotif yang kuat, lima mobil mewah termahal ini pernah dijual di Indonesia! https://carro.id/blog/5-mobil-mewah-termahal-yang-pernah-dijual-di-indonesia/

Timnas Indonesia U-16 menjuarai Piala AFF U-16

Bola.net - Asisten Shin Tae-yong, Nova Arianto mengapresiasi keberhasilan Timnas Indonesia U-16 menjuarai Piala AFF U-16 2022. https://www.bola.net/tim_nasional/timnas-indonesia-juara-piala-aff-u-16-2022-asisten-shin-tae-yong-jangan-layu-sebelum-berkemba-ca151c.html

Tesla Cybertruck Asli dalam Video Baru Dari Peterson

Diupload: 13 Apr 2023, Museum Otomotif Peterson memiliki prototipe Cybertruck pertama yang dipamerkan dalam pameran, selengakapnya di https://id.motor1.com/news/662022/tesla-cybertruck-asli-museum-peterson/

Kabar Baik untuk ARMY! BTS Kembali Dinobatkan sebagai Penyanyi K-Pop Terpopuler

Dilansir PikiranRakyat-Cirebon.com dari laman Soompi, BTS kembali menempati peringkat pertama sebagai penyanyi K-Pop terpopuler https://cirebon.pikiran-rakyat.com/entertainment/pr-042118224/kabar-baik-untuk-army-bts-kembali-dinobatkan-sebagai-penyanyi-k-pop-terpopuler-di-bulan-juni-2021

Pencarian

Tampilkan postingan dengan label Teks Ulasan Film. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Teks Ulasan Film. Tampilkan semua postingan

01 Maret 2017

Teks Ulasan / Resensi Film Laskar Pelangi (contoh 1)





sumber: http://www.resensi-film.com/movie/laskar-pelangi/








Sumber


Share:

Contoh Ulasan Film (Film Review) Bahasa Indonesia - Rings (2017)

Review

Rings (2017)


Sama seperti kutukan video maut itu sendiri, franchise horor Jepang The Ring a.k.a Ringu seperti tidak pernah ada matinya. Sampai saat ini, kurang lebih sudah ada selusin adaptasi, dari novel sampai film yang beranak pinak, termasuk sekuel, remake, bahkan sampai cross-over gila-gilaan macam Sadako vs. Kayako yang edan tenan itu. 

Ya, di awal tahun ini kita kembali kedatangan sekuel baru The Ring, Paramount yang mengambil alih wara laba J-horror ini dari tangan Dreamworks masih percaya bahwa sosok Sadako (Samara dalam versi US-nya) masih punya daya pikat besar untuk dijual meski kita sama-sama tahu kualitas sekuel remake pertamanya itu luar biasa berantakan meski sudah dipegang langsung oleh sutradara Hideo Nakata yang sukses di versi Jepangnya termasuk memasang kembali bintang utamanya, Naomi Watts.

Harus diakui The Ring Two memang mengecewakan, padahal lima tahun sebelumnya, Gore Verbinski sudah melakukan hal luar biasa ketika berhasil membuat The Ring sebagai salah satu remake horor Jepang terbaik. Tetapi coba lihat pendapatan box-office-nya, The Ring Two masih sanggup menggondol 160 juta dari modal 50 juta Dolarnya. tentu saja sama sekali tidak buruk, jadi wajar-wajar saja jika Paramount masih yakin bahwa adaptasi novel Koji Suzuki ini masih cukup sakti, terbukti, sampai tulisan ini dibuat, sekuel keduanya yang diberi tajuk Rings sudah menghasilkan untung dua kali lipat meski harus diakui, kualitasnya juga dua kali lipat lebih buruk dari The Ring Two.

Cerita Rings mengambil set waktu 13 tahun dari seri pertamanya. Seperti mengikuti jaman dan tren modern, video kutukan Samara Morgan kini  bertransformasi dari kaset VHS jadul ke versi digital yang masih menebar ancaman maut yang sama mematikannya dari satu orang ke orang lain, salah satunya adalah tokoh utama kita, Julia (Matilda Lutz) yang hanya punya waktu tujuh hari setelah ia dan kekasihnya, Holt (Alex Roe) terlibat dalam eksperimen sinting seorang dosen bernama Gabriel Brown (Johnny Galecki). Dari sini kita akan menyaksikan perjuangan Julia dan Holt tidak hanya untuk melawan kutukan Samara dan tetap bertahan hidup namun di saat bersamaan keduanya juga dipaksa untuk menyibak masa lalu mengerikan sang hantu.

Ini buruk, luar biasa buruk, bahkan lebih buruk dari harapanmu yang paling rendah sekalipun sampai-sampai membuat Sadako vs. Kayako terasa menjadi tontonan horor yang bagus sekali. Premisnya tentu saja masih mengulang yang sudah-sudah di mana video kutukan Samara Morgan masih menjadi momok mengerikan. Ada usaha dari trio penulis naskah David Loucka, Jacob Aaron Estes dan Akiva Goldsman untuk menjadikan Rings berbeda ketika lebih memfokuskan pada masa lalu Samara Morgan ketimbang dua seri awal yang lebih memusatkan pada relasi ibu-anak, mereka sangat payah mengeksekusi backstory sang hantu perempuan berambut panjang itu.

Kita sudah bisa melihat segala kekacauan ini dari puluhan kilometer jauhnya, lihat saja adegan pembukanya yang sangat medioker itu sudah sangat salah, atau bagaimana kemudian plotnya berjalan berantakan dan membosankan, menyiksamu pelan-pelan bukan karena faktor horornya, karena jujur saja ini bukan jenis horor yang menakutkan, namun dari setiap kebodohan demi kebodohan serta rentetan jump scare malas yang dibuat oleh sutradara F. Javier Gutiérrez membuat 102 menit durasinya terasa berjam-jam lamanya. Mulai dari perkenalan karakter yang cheesy, bagaimana kutukan video itu memakan korban satu demi satu sampai melihat karakternya yang ke sana ke mari tidak jelas mencari petunjuk untuk menyibak masa lalu Samara yang sebenarnya bisa menjadi satu-satunya nilai jual dari Ring dihancur leburkan dengan cara bodoh, dan dengan sangat kurang ajar sudah melecehkan sumber aslinya, terlebih dengan klimaks ala Don’t Breath KW 2 yang penuh bencana, plus twist ending murahan yang membuatmu ingin meludahinya berulang-ulang.

Tidak ada Naomi Watts yang datang untuk menyelamatkan dari kehancuran total, sebagai gantinya, Rings diisi dengan para pendatang baru bermodal tampang dengan chemistry kosong yang malah membuat segalanya lebih buruk, jika ada satu-satunya penampilan yang bisa mendapatkan sedikit apresiasi mungkin hanya Vincent D’Onofrio sebagai pendeta buta yang aneh . Hasilnya, Rings malah membuat kita ilfil terhadap karakter Samara Morgan yang seharusnya bisa lebih mendapatkan perlakuan lebih terhormat dengan segala latar belakang masa lalunya yang mestinya bisa berkesan misterius dan menyeramkan, terganti dengan versi baru sebagai hantu yang membosankan.










Rings (2017)

3.8 Movienthusiast's


Summary
Sekuel yang sebenarnya tidak perlu ada. Rings adalah sebuah bencana total, tidak hanya buruk secara kualitas tetapi ia juga sedikit banyak telah kurang ajar melecehkan sumber aslinya dengan cara yang bodoh dan murahan.


CERITA: 2.5
PENYUTRADARAAN: 3
AKTING: 4
VISUAL: 5.5



sumber: http://movienthusiast.com/rings-2017/






Sumber


 
 
 
Share:

Contoh Ulasan Film (Film Review) versi Bahasa Inggris - Logan (Wolverine)


Logan review: Hugh Jackman’s Wolverine takes one last slice at the superhero game

James Mangold, director of 3:10 to Yuma, embraces a bit of mortal grime and delivers the most diverting superhero film in years

Hugh Jackman in Logan. Photograph: Ben Rothstein/ Marvel/Twentieth Century Fox


Film Title: Logan
Director: James Mangold
Starring: Hugh Jackman, Patrick Stewart, Richard E. Grant, Boyd Holbrook, Stephen Merchant, Dafne Keen
Genre: Action
Running Time: 140 min
   
Something peculiar happened to the western during its still current afterlife. As if in mourning for its own traditions, the genre became taken up with elegiac variations. Clint Eastwood’s Unforgiven, Tommy Lee Jones’s The Homesman and the Coens’ True Grit offer key examples of the type. Older men fight to cope with the advance of unwelcome futures.
The superhero flick isn’t at that stage yet. Even those awful DC things can make more money before breakfast than a proper film can manage in a year. But time passes. Super-bloke’s temples are turning grey. We may see more films like James Mangold’s Logan.

That would not be a bad thing. Pushing much of the genre’s flash to the side and embracing a bit of mortal grime, the director of 3:10 to Yuma (not quite an elegiac western) has delivered the most diverting superhero film in many years. Hugh Jackman returns as an aging Wolverine. Grumpier. More fatalistic. Forever responsible for people he’d rather leave to their fate. Give him a hat and a pig and he’s William Munny in Unforgiven.





Now known almost exclusively as Logan, the former X-Man lives a fairly wretched live some decades into the future. There is something of Children of Men about the scenario. No new mutants have been born in 20 years and, among the last of his kind, Logan now inhabits a disused mining property not far from the Mexican border. For uneasy companionship he has Caliban (Stephen Merchant), a lanky albino who can sense other mutants, and, hidden in an adjoining building, the aging, irascible Charles Xavier (Patrick Stewart). “I’m a nonagenarian!” he snaps when somebody suggests he may be a mere octogenarian.


Everybody is in an awful state. Professor X’s brain is ailing and, when you’re telepathic, that’s a dangerous condition to be in. Caliban is confined to quarters by fear of the sun and suspicion of others. Logan is not healing as he used to. The organs that house his blades become easily infected. It’s a hard life for the aging superbeing.


Merchant, Stewart and Jackman play delightfully off one another. The first is stuffed with pathetic desperation. The second gets by on crematorium humour. The third has the air of a man yearning for a reason to be good.


It would be nice to see these three very different actors attempt a sub-Beckettian sitcom, but nobody is getting $127 million to make something that recherché. Jackman rubs up against a young girl (Dafne Keeb) who may be from a new generation of mutants and, shaken out of miserable complacency, he and Professor X put themselves on the road. In a very contemporary turn, Canada ends up offering sanctuary from oppression in the United States.  

This talk of westerns is not so fanciful. As events progress, the film becomes obsessively fixated on George Stevens’s Shane. The fugitives watch the film in a hotel room. Snippets of the western’s themes work their way into the plot. Shane was merely reluctant to return to the life of the gunfighter. There is a hint here that there was never any real superhero life to begin with. Logan sneers at an X-Men comic book and makes cracks about grown men in tights.


The picture is trying very hard to be grown up here. You also sense this in 16-cert violence that, though conspicuously bloody, is no more “real” than the 12A version in Captain America: Civil War. Towards the close, villains start behaving very much as villains do in comic-book movies.


Mangold and his team do, however, inject sufficient levels of character to compensate for the concessions to conventionality. For once, a film derived from a Marvel source gives you something solid to hang on to. It’s much better than it needed to be. We look forward to the genre’s golden years with modest enthusiasm. 



sumber: http://www.irishtimes.com/culture/film/logan-review-hugh-jackman-s-wolverine-takes-one-last-slice-at-the-superhero-game-1.2992199





Sumber

Share:

Populer di Indonesia

Sahabat Sejati

Informasi Terkini

Populer Bulanan

Populer Mingguan

Kirim Pesan

Nama

Email *

Pesan *

Arsip Blog