Belajar Bahasa Indonesia Online SD SMP SMA KBBI PUEBI Buku Materi Pelajaran Tugas Latihan Soal Ujian Sekolah Penilaian Harian Silabus

Wanita Cantik Lahir Batin, Calon Istri Idaman

Wanita Cantik Lahir Batin, Kamu Harus Segera Nikahi Dia Model wanita seperti ini sangat langka. Baca selengkapnya: https://www.genpi.co/gaya-hidup/33478/wanita-cantik-lahir-batin-kamu-harus-segera-nikahi-dia

5 Mobil Mewah Termahal Yang Pernah Dijual di Indonesia

Punya khalayak otomotif yang kuat, lima mobil mewah termahal ini pernah dijual di Indonesia! https://carro.id/blog/5-mobil-mewah-termahal-yang-pernah-dijual-di-indonesia/

Timnas Indonesia U-16 menjuarai Piala AFF U-16

Bola.net - Asisten Shin Tae-yong, Nova Arianto mengapresiasi keberhasilan Timnas Indonesia U-16 menjuarai Piala AFF U-16 2022. https://www.bola.net/tim_nasional/timnas-indonesia-juara-piala-aff-u-16-2022-asisten-shin-tae-yong-jangan-layu-sebelum-berkemba-ca151c.html

Tesla Cybertruck Asli dalam Video Baru Dari Peterson

Diupload: 13 Apr 2023, Museum Otomotif Peterson memiliki prototipe Cybertruck pertama yang dipamerkan dalam pameran, selengakapnya di https://id.motor1.com/news/662022/tesla-cybertruck-asli-museum-peterson/

Kabar Baik untuk ARMY! BTS Kembali Dinobatkan sebagai Penyanyi K-Pop Terpopuler

Dilansir PikiranRakyat-Cirebon.com dari laman Soompi, BTS kembali menempati peringkat pertama sebagai penyanyi K-Pop terpopuler https://cirebon.pikiran-rakyat.com/entertainment/pr-042118224/kabar-baik-untuk-army-bts-kembali-dinobatkan-sebagai-penyanyi-k-pop-terpopuler-di-bulan-juni-2021

Pencarian

27 Maret 2017

4. Pengatur Lalu Lintas di Pertigaan Asrama - Nikenzha Mahera - XI IIS 3



 4. Pengatur Lalu Lintas di Pertigaan Asrama - Nikenzha Mahera - lX IIS 3

Pada hari ini tanggal 16 Maret 2017 saya Nikenzha Mahera melakukan wawancara dengan seorang pengatur lalu lintas non formal atau  biasa disebut dengan ‘Pak Ogah’ . Saya melakukan wawancara di pertigaan  Asrama Brigif dengan narasumber saya yang bernama pak Endang Sukarya. Pak Endang lahir di Bandung pada tanggal 1 Juli 1953 ia sekarang tinggal di Kp Tanah Baru rt04/rw01 Desa Harja Mekar, pak Endang sebenarnya asli orang Bandung namun sudah lama tinggal di Jakarta.
Penghasilan yang didapat oleh pak Endang sebanyak 50.000,- perhari nya kadang itu pun tidak tetap. Sistem pembagian yang dilakukan oleh pak Endang yaitu bagi hasil dengan pemilik jalan ia bekerja, biasanya jika pak Endang mendapatkan hasil 50.000,- perhari ia akan membagi nya untuk pemilik jalan sekitar 25.000,- dan sisa nya untuk ia sehari-hari.
            Sistem kerja yang pak Endang pakai juga juga bergantian atau shift, biasanya pak Endang mulai bekerja pada sore hari dari jam 15:30 – 16:00. Status pak Endang sudah menikah namun belum lama ini istrinya meninggal jadi sekarang statusnya yaitu Duda dengan 5 orang anak. Anak-anak pak Endang bukan anak kandung melainkan anak tiri nya, untuk tanggal lahir anak-anak nya pak Endang tidak begitu hafal dan ingat. Semua anak-anaknya hanya berpendidikan SD.
            Untuk tempat tinggal, pak Endang tinggal disebuah rumah kontrakan. Sedangkan untuk kendaraan pribadi pak Endang tidak memiliki kendaraan apapun. Pendidkan yang pak Endang capai hanya sampai SL saja. Pengalaman kerja yang didapat oleh pak Endang dulu ia pernah bekerja di PT namun sekarang ia hanya bekerja sebagai pengatur lalu lintas nonformal (Pak Ogah) dan kadang ia juga bekerja sebagai tukang becak itu pun jika ada yang menyuruhnya.
            Tranportasi yang digunakan untuk ia berangkat kerja tidak ada, ia hanya berjalan kaki dari rumahnya menuju lokasi tempat kerjanya itu.
            Kesan dan Pesan yang didapat dari beliau hanya ia cukup bekerja seperti ini saja karena umur nya juga sudah tidak muda lagi dan ia juga tidak punya tenaga yang kuat lagi seperti dulu namun tetap bersyukur dengan apa yang ada sekarang.









Sumber


Share:

3. Pengatur Lalu Lintas di U Turn RS Medirosa - Novita Ayu Kasprianti - XI IIS 3

3. Pengatur Lalu Lintas di U Turn RS Medirosa - Novita Ayu Kasprianti - XI IIS 3

 Pada hari ini saya melakukan wawancara kepada seorang yang mengatur lalu lintas di daerah pertigaan Medirosa  yang disebut dengan Pak ogah. Saya melakukan wawancara ini yang berlokasi di daerah Pertigaan Rs.Medirossa Cikarang Utara,saya mewawancarai seseorang yang bernama Dika,lahir di Bekasi 01 Januari 1980 .Beliau berasal dari asli daerah Cikarang yaitu di Tegal Gede, bertempat tinggal di Tegal Gede,di belakang Masjid RT 08/03 Kel.Pasir Sari.
    Pak Dika berprofesi sebagai Pak ogah  yang membantu tugas polisi untuk mengatur lalu lintas,beliau bekerja sebagai pak ogah untuk mencukupi kehidupannya,penghasilan Pak Dika ini dalam sehari per 2 jam karena rollingan dengan personil yang lain itu minimal Rp.30.000,untuk perminggu bisa mencapai Rp.360.000 – Rp. 720.000 dan untuk perbulannya bisa memenuhi penghasilan Rp.1.360.000.
  Untuk penghasilan perbulannya Pak Dika mencukupi untuk kebutuhan pribadinya,istri dan 3 orang anak yaitu 2 anak perempuan  dan 1 anak laki-laki yang masih bayi,untuk keperluan pribadinya Pak Dika bisa membeli minum,makan dan rokok setiap harinya,kemudian Pak Dika juga membiayai 2 orang anaknya yang bersekolah,dan satunya lagi di rumah dijaga oleh istrinya.Untuk sistem kerjanya Pak Dika yang berprofesi sebagai Pak Ogah setiap harinya Pak Dika bekerja pada pukul 18:00 sampai dengan 20:00 WIB,pak Dika mendapatkan shift Sore sampai malam karena harus bergantian dengan personel yang lain yang berjumlah 10 orang dalam sehari sistem kerjanya pun Rollingan untuk perjamnya.
Pak Dika tinggal bersama istri dan 3 orang anaknya di rumah milik sendiri,pak Dika mempunyai 2 anak perempuan yang keduanya masih sekolah dan 1 anak laki-lakinya yang masih bayi ketiganya masih dibawah pengawasan orang tua,beliau tidak memiliki kendaraan setiap hari 2 anak perempuannya untuk  menuju sekolah mereka menggunakan transportasi umum,untuk pak Dika sendiri setiap hari ia berangkat bekerja dengan berjalan kaki berangkat maupun pulang.
    Pendidikan terakhir pak Dika yaitu SMA,ia juga pernah berpengalaman bekerja di sebuah Pabrik Mekanik karena di PHK pak Dika memutuskan mencari kerja yang sampai sekarang masih ia tekuni dan gigih dalam mencari nafkah untuk kerluarganya dengan berprofesi sebagai Pak Ogah.
Kesan dan Pesan dari beliau adalah menjadi pengendara yang tertib dalam peraturan lalu lintas,lebih di perhatikan lagi untuk keselamatan jika bepergian menggunakan kendaraan bermotor,harus bisa menghargai pekerjaan apapun halal asal jangan sampai mencuri atau melakukan tindakan kriminal.








Sumber


Share:

2. Pengemis di Naga Cikarang - Putri Amelia Dewi - XI IIS 3

2. Pengemis di Naga Cikarang - Putri Amelia Dewi - XI IIS 3

 Saya telah mewawancarai penduduk di daerah Naga Cikarang ia bernama ibu Runi. Ibu Runi berasal dari Karawang, Jawa barat. Ibu runi lahir pada tahun 1965 di Kawang, Jawa barat dia hanya ingat tahun lahirnya dan tidak mengigat tanggal dan bulan.

Kata Ibu Runi membagian kerja di Naga bebas Ibu Runi bisa mengemis dari pagi hingga sore Ibu Runi biasanya mengemis bersama anak-anak kecil yang juga mengemis di sana dan penghasilan yang Ibu Runi peroleh sekitar Rp 50.000 tapi jika hari libur dan awal bulan Ibu Runi akan mendapatkan hingga Rp 200.000

Ia memiliki suami tapi suaminya sudah meninggal, ia tidak memilik seorang anak namun anaknya sudah meninggal saat akan di lahirkan sehingga sekarang Ibu Runi tidak lagi memiliki seorang anak. Ia tinggal sendiri di sebuah rumah kontakan di belakang Naga, ia tidak memiliki kendaraan Ibu Runi biasanya pergi mengemis dengan berjalan kaki karna cukup dekat dari tempat ia bekerja. Ibu Runi tidak pernah bersekola namun ia pernah mendapatkan pendidikan di pesatren, dahulu sebelum mengemis Ibu Runi pernah berdagang tapi karna dia kehabisan modal dia berhenti berdagang. Dari pekerjaan yang di lakukan Ibu Runi berkata masyarakat di sekitar Naga sangat baik dan ramah kepada Ibu Runi bahkan para pegawai Naga selalu memberi sedikit penghasilannya kepada Ibu Runi, dan ia berharap orang-orang akan selalu baik dan ramah kepada dia.








Sumber


Share:

1. Pengemis di Terminal Cikarang - Dewi Parhusip - XI IIS 3

1. Pengemis di Terminal Cikarang - Dewi Parhusip - XI IIS 3

Pendaduk atau yang lebih sering kita kenal dengan sebutan pengemis memang bukan hal yang asing lagi. Pengemis ialah orang-orang yang pekerjaannya meminta-minta kepada orang lain guna memenuhi kebutuhan hidupnya. Di berbagai tempat dan di sepanjang jalan kita pun sering menjumpai pengemis-pengemis. Saat ini memang masih banyak sekali orang yang tidak mampu dan akhirnya memilih menjadi seorang pengemis, atau lansia yang tidak memiliki tempat tinggal dan akhirnya menjadi pengemis di pinggir-pinggir jalan demi mendapatkan uang walau hanya sekedar untuk membeli makanan.
            Pada hari Sabtu, 04 Maret 2017 saya mewawancarai seorang pengemis yang bernama Wartini. Ibu Wartini ini merupakan seorang pengemis tunanetra di Terminal Cikarang tepatnya di Kalijaya, Cikarang Barat. Beliau lahir di Tegal, 27 Februari 1943 jadi saat ini Ibu Wartini berusia 74 tahun. Ibu Wartini tinggal bersama Ibu Pipit seorang pedagang nasi uduk yang secara sukarela menampung beliau di rumahnya, tepatnya di Kaum Kalijaya Rt.001/05, Cikarang Barat. Ibu Wartini berasal dari Tegal, Jawa Tengah.
            Ibu Wartini hanya bisa mengemis sambil duduk karena ia tidak bisa melihat dan kakinya sudah tidak kuat untuk berjalan jauh. Oleh sebab itu, penghasilan yang didapat Ibu Wartini juga tidak banyak. Jika sedang ramai atau saat lebaran, penghasilan Ibu Wartini sebesar Rp. 20.000,00,-/hari. Tetapi jika di hari biasa atau sedang sepi, penghasilan Ibu Wartini hanya sebesar Rp. 7.000,00,-/hari. Penghasilan yang beliau terima per hari ini hanya bisa digunakan untuk makan saja, tetapi jika memang sedang ramai beliau bisa memakai uang tersebut untuk membeli obat.
            Penghasilan yang Ibu Wartini dapat hanya untuk dirinya sendiri. Ibu Wartini memilih menjadi pengemis karena beliau tidak ingin membebani Ibu Pipit yang sudah sukarela memberinya tempat tinggal. Jadi setiap penghasilan yang Ibu Wartini dapat beliau berikan kepada Ibu Pipit untuk membeli makanan untuk dirinya.
            Ibu Wartini bekerja secara shift karena memang fisiknya sudah tidak kuat seperti dahulu. Beliau mulai mengemis pada pukul 07.00 WIB sampai dengan pukul 12.00 WIB. Setiap selesai mengemis beliau kembali ke rumah untuk menunaikan ibadah sholat. Walaupun beliau tidak bisa melihat dan sulit untuk berjalan, beliau masih bersemangat untuk menjalankan sholat.
            Ibu Wartini memiliki 2 orang anak, tetapi 1 orang anaknya sudah meninggal saat masih kecil. Jadi saat ini Ibu Wartini hanya memiliki 1 orang anak yang bernama Sutarno. Bapak Sutarno ini berusia 50 tahun dan beliau tinggal di Tangerang. Bapak Sutarno bekerja sebagai buruh pabrik yang penghasilannya hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan dirinya beserta istri dan anaknya. Sehingga akhirnya Ibu Wartini memilih pergi agar tidak merepotkan anaknya. Sedangkan suami Ibu Wartini sudah meninggal dunia pada tanggal 28 Januari 2008. Suami Ibu Wartini meninggal dunia dikarenakan sakit dan tidak memiliki biaya untuk berobat.
            Ibu Wartini tinggal bersama Ibu Pipit di sebuah rumah kontrakan kecil. Ibu Wartini hanya bisa tidur di karpet kecil saat malam hari. Karena kondisi perekonomian Ibu Pipit sendiri juga hanya cukup untuk dirinya dan anaknya. Dan jika hujan turun sangat deras, rumah yang ditempati Ibu Wartini akan tergenang air karena banjir yang cukup dalam.
            Ibu Wartini tidak memiliki kendaraan apapun, karena uang untuk makan pun sangat sulit untuk beliau dapatkan. Sehingga beliau tidak pernah memiliki kendaraan. Ibu Wartini sangat ingin memiliki kendaraan sewaktu suaminya masih hidup. Tetapi ia tidak memiliki uang untuk membeli kendaraan walau hanya sekedar sepeda.
            Ibu Wartini hanya bersekolah sampai Sekolah Dasar (SD) saja. Dahulu beliau bersekolah di SD Tegal sampai kelas 2 SD. Setelah itu Ibu Wartini putus sekolah karena tidak ada biaya untuk bersekolah. Sehingga Ibu Wartini kurang lancar untuk membaca dan menulis.
            Dahulu sewaktu Ibu Wartini masih bisa melihat, beliau bekerja menjual gorengan di pinggir jalan. Tetapi akhirnya tempat Ibu Wartini berjualan gorengan sudah dilarang untuk berjualan karena tempat tersebut ialah jalanan umum yang digunakan pejalan kaki. Akhirnya Ibu Wartini berhenti berjualan gorengan. Dan setelah itu beliau mengalami kecelakaan sehingga ia kehilangan pengelihatan dan akhirnya saat ini beliau menjadi seorang pengemis.
            Transportasi yang digunakan Ibu Wartini untuk berangkat mengemis tidak ada, hanya berjalan kaki saja. Karena dari rumah tempat Ibu Wartini tinggal sangat dekat dengan lokasi tempat Ibu Wartini mengemis. Jadi untuk berangkat dan pulang mengemis beliau hanya berjalan kaki saja sambil memakai tongkat.
            Kesan yang disampaikan Ibu Wartini ialah berdagang dan meminta-minta pada orang lain di pinggir jalan sangat sulit sehingga ia sampai merasa lelah ketika meminta-minta pada orang lain. Ibu Wartini juga menyampaikan pesan yakni bersekolah harus dengan giat supaya bisa memiliki hidup yang berkecukupan dan memiliki pekerjaan yang layak.









Sumber


Share:

Populer di Indonesia

Sahabat Sejati

Informasi Terkini

Populer Bulanan

Populer Mingguan

Kirim Pesan

Nama

Email *

Pesan *

Arsip Blog