Belajar Bahasa Indonesia Online SD SMP SMA KBBI PUEBI Buku Materi Pelajaran Tugas Latihan Soal Ujian Sekolah Penilaian Harian Silabus

Pencarian

16 November 2022

Teks Cerita Sejarah Museum Masa Kini di Kabupaten Bekasi XII IPS 3

========================
Judul TCS: MUSEUM MASA KINI DI KABUPATEN BEKASI
Objek/Sumber TCS: Gedung Juang 45
Tanggal Upload: Minggu, 25 September 2022

Kelas: XII IPS 3
Kelompok: 4
Nama Anggota Kelompok:
1. Avita Khoirunisa (07)
2. Daniswara Khairunnisa (08)
3. Haura Nahda Kamila (12)
4. Malika Aullya Sachla (15)
5. Wahyuni (34)

TCS (Teks Cerita Sejarah)


ORIENTASI

Apa yang kamu ketahui tentang museum? Sebagian orang berpikir museum adalah sebuah gedung yang berisi peninggalan-peninggalan sejarah dengan penjelasan singkat. Museum juga sering menjadi destinasi yang cocok dikunjungi berbagai kalangan. Tapi pernahkah kamu mengunjungi salah satu museum di Kabupaten Bekasi? Museum tersebut dikenal dengan nama “Gedung Juang 45” atau masyarakat menyebutnya “Gedung Tinggi”. Yang terletak di Jl. Sultan Hasanudin No.39, Mekarsari, Kec. Tambun Sel., Kabupaten Bekasi, Jawa Barat.


Dahulu pemilik gedung ini adalah seorang tuan tanah keturunan Tionghoa yang dipercaya oleh pemerintahan Hindia-Belanda sebagai pemimpin masyarakat Cina dengan pangkat luitenant der chineezen atau kapiteint der chineezen. Ia adalah Khouw Tjeng Kee. Untuk memperlancar administrasi, ia membangun sebuah rumah besar yang dikenal dengan sebutan Landhuis Tamboen. Pembangunan gedung ini dilakukan secara dua tahap. Tahap pertama pada tahun 1906, yang diawali pembangunan gedung utama dan diberi sebutan landhuis. Pada sisi sebelah barat terdapat empat bangunan lainnya dengan ukuran lebih kecil dan selesai dibangun pada tahun 1910. Diperkirakan bangunan kecil tersebut dibangun sebagai gedung penunjang segala aktivitas di Landhuis Tamboen. Kemudian pada tahun 1925 dilakukan renovasi terhadap bangunan hingga nampak seperti saat ini. Bentuk serta detail dinding menunjukkan perpaduan antara gaya bangunan Eropa dengan Tionghoa. Dapat dilihat dari kubah Landhuis yang tampak seperti bangunan gereja di Eropa.Dinding-dinding yang terbuat dari keramik dengan ukiran khas Tionghoa. Membuat bangunan ini terlihat sangat klasik dan nilai seni yang tinggi. Perpaduan antara dua budaya itu sering disebut sebagai compradoric yang berkembang menjelang akhir abad XIX dan awal abad XX Masehi.


Tak hanya dibangun gedung-gedung, tetapi kolam besar dan batu-batu besar turut menghiasi halaman luas gedung tersebut. Ada sebuah relief besar dengan ukiran sejarah yang berbeda-beda. Ada sejarah tentang Kerajaan Tarumanagara, ilustrasi pemilik tanah (Lamtanbur) yang berarti, “Tuan tanah yang paling luas di Tambun”., ada pula ilustrasi pada saat penjajah menyerahkan para tahanan kepada sekutu dan penyiksaan yang dilakukan Belanda di gerbong kereta arah Jakarta. Dalam kurun waktu 1942-1945, Landhuis Tamboen diambil alih oleh Pemerintahan Militer Jepang dan dijadikan sebagai dapur umum bagi tentara Jepang. Tak hanya itu, tempat ini juga dijadikan sebagai pengadilan bagi tahanan yang dianggap melakukan kejahatan. Gedung ini juga menjadi tempat perundingan pertukaran tawanan antara Belanda dengan para pejuang kemerdekaan Indonesia. Pejuang kemerdekaan Indonesia dipulangkan oleh Belanda ke wilayah Bekasi dan tentara Belanda dipulangkan ke Batavia melalui Stasiun Tambun yang lintasan relnya tepat berada di belakang gedung ini.


Pada saat Perang Kemerdekaan, Gedung Tinggi diambil alih pemerintahan Indonesia sebagai Markas Tentara Keamanan Rakyat (TKR) yang sekarang dikenal Tentara Nasional Indonesia (TNI). Tak hanya itu, gedung ini sempat dijadikan sebagai kantor (sementara) Bupati Jatinegara, Kantor Komite Nasional Indonesia Daerah (KNID) Jatinegara, dan Kantor Pusat Komando Pejuang Republik Indonesia (PKPRI). Pada awal 1949, Gedung Tinggi diambil alih oleh Netherlands Indie Civil Administration (NICA). Dan diambil alih kembali oleh Indonesia pada tahun 1950, lalu dijadikan sebagai Kantor Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Bekasi. Dari tahun 1951-1962, pernah dijadikan sebagai Markas Batalyon Kian Santang (Kodam III/Siliwangi), tempat persidangan DPRS, DPRD-P, DPRD TK II Bekasi dan DPRD-GR. Pada tahun 1999, gedung ini pernah menjadi kantor sekretariat Pemilu dan Dinas Kebersihan serta Pertamanan, serta Kantor Pemadam Kebakaran. Saat ini gedung ini dijadikan Museum Digital Bekasi, dengan renovasi yang selesai dilakukan pada tahun 2020. Dan diresmikan oleh Bupati H. Eka Supria Atmaja, S.H. pada 20 Maret 2021.


URUTAN PERISTIWA


A. Hall of Fame

Saat memasuki gedung, kita akan disambut oleh resepsionis serta ruang tunggu yang sangat nyaman. Jika kamu ingin menggunakan jasa tour guide, kamu bisa menunjukkan surat sekolah atau izin kepada resepsionis. Setelah itu kamu akan dipandu selama mengelilingi Gedung Juang 45 dan dijelaskan secara rinci setiap ruangannya. Di Ruangan pertama atau yang disebut Hall Of Fame, terdapat sebuah layar besar touchscreen yang akan menjelaskan profil tiap Bupati. Mulai dari K.H Noer Alie Sampai H. Eka Supria Atmaja, S.H. Tetapi belum ada pembaharuan tentang profil Bupati selanjutnya. Selain menampilkan profil, layar besar tersebut menampilkan beberapa pembangunan yang direalisasikan oleh para Bupati pada masa jabatannya. Ruangan tersebut juga dikelilingi bingkai foto para Bupati dan terdapat patung monumen yang menyerupai para Bupati. 


B. Hall Masa Pra Sejarah

Di ruang selanjutnya menjelaskan tentang Bekasi pada masa prasejarah. Mulai dari Kerajaan Buni pada 1000 tahun SM hingga 500 M. Terdapat pula replika tulang-belulang “Orang Buni”. Orang Buni adalah manusia prasejarah yang muncul sekitar abad ke-5 Masehi. Kerangka dan peninggalannya ditemukan di Babelan Kampung Buni, Bekasi. Kerangka tersebut ditampilkan di dalam etalase kaca besar, ukuran Orang Buni sangatlah kecil. Untuk tinggi badan Orang Buni dewasa memiliki yang ukuran kurang lebih 150 centimeter. Terdapat pula peninggalan Gerabah seperti piring, periuk, kendi serta peralatan lainnya. Namun, peninggalan yang ditampilkan sudah berbentuk pecahan yang diletakkan di dalam etalase. Orang Buni percaya kepada leluhur dan benda-benda (Animisme), hal tersebut dapat dilihat dari penemuan yang ada di dalam kuburannya. Terdapat barang milik pribadi yang sengaja dikubur bersama tubuh mereka.


C. Hall Masa Kerajaan Tarumanegara

Di ruangan selanjutnya menjelaskan masa Kerajaan Tarumanagara yang pemerintahannya berpusat di Bekasi. Dalam ruangan ini terdapat interactive book yang menceritakan Bekasi yang di bawah pimpinan Raja Purnawarman. Kerajaan ini berdiri sekitar abad ke 5-7 Masehi. Terdapat replika gapura ciri khas Kerajaan Tarumanagara, yaitu terbuat dari batu bata merah. Selain menceritakan sejarah berdirinya Kerajaan Tarumanagara, dijelaskan pula asal muasal nama Bekasi, diambil dari kata “Candrabaga” Candra adalah bulan, sedangkan Baga adalah bagian atau “Bagian dari Bulan”. Dalam tulisan sansekerta adalah “Bagasasi”. Lalu Jepang menyebutnya dengan “Bakasi”. Dan sampai akhirnya disebut dengan “Bekasi."


D. Hall Kerajaan Sunda

Di ruang selanjutnya masih dengan tema yang sama, terdapat sebuah diorama yang mengilustrasikan sebuah perang yang disebut dengan “Perang Bubat”. Perang Bubat adalah pertempuran antara keluarga Kerajaan Sunda dengan Kerajaan Majapahit. Pada saat itu, Kerajaan Majapahit ingin menguasai seluruh kerajaan di Nusantara, salah satunya Kerajaan Sunda. Untuk menaklukan Kerajaan Sunda, Hayam wuruk (Raja Majapahit) ingin meminang Dyah Pitaloka Citraresmi, putri dari Linggabuana (Raja Pajajaran).


Hayam Wuruk mengirimkan surat kehormatan kepada Linggabuana untuk melangsungkan pernikahan di Majapahit. Dengan rasa berat hati, Linggabuana mengantarkan putrinya untuk dinikahkan di Majapahit. Hayam Wuruk ingin menyambut rombongan Kerajaan Pajajaran di persinggahan Bubat, namun niat tersebut ditentang oleh Gajah Mada. Karena menurutnya, hal itu dipandang merendahkan harkat dan martabat Kerajaan Majapahit. Karena tak kunjung disambut, Raja Linggabuana mengirim patihnya yang bernama “Patih Anepaken” untuk menemui pihak Majapahit ke ibukota. Saat mereka sampai di Majapahit, Gajah Mada menyambutnya dan meminta agar penyerahan Dyah Pitaloka merupakan tanda takluk Kerajaan Sunda terhadap Majapahit. Pernyataan tersebut membuat rombongan Linggabuana murka dan terjadilah sebuah peperangan besar. 


Banyak pasukan yang gugur tak terkecuali Raja Linggabuana. Melihat Kerajaan nya kalah, para istri dan Dyah Pitaloka melakukan aksi belapati agar kerajaan tidak takluk pada Majapahit. Akibat dari peperangan tersebut, muncullah mitos yang dipercaya oleh banyak orang hingga kini, yaitu tentang larangan orang Jawa menikah dengan orang Sunda.


E. Lorong Serbuan Mataran ke Batavia

Di lorong selanjutnya terdapat diorama penyerangan Mataram ke Batavia dan insiden perobekan bagian biru pada bendera Belanda. Terdapat juga peta penyerangan yang dilakukan oleh Dipati Ukur. Dilantai dua terdapat sebuah sejarah perjalanan kolonial ke Nusantara. Dan yang menarik adalah sebuah replika kapal dengan desain yang cukup detail dengan ukurang yang lumayan besar. Disana diceritakan sejarah tentang Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC), mulai dari terbentuknya, sistem perdagangan, pemimpin serta kehancuran VOC dipajang secara rapi pada dinding tiap ruangan. 


F. Hubungan Politik dengan Portugis

Tak hanya membahas tentang VOC, di  ruangan tersebut juga membahas tokoh legendaris Bekasi. Jika di Jakarta ada Pitung, di Inggris ada Robin Hood, maka di Bekasi ada Entong Tolo. Ia adalah seorang pedagang yang pada saat itu terketuk pintu hatinya saat melihat rakyat Bekasi ditindas oleh Hindia-Belanda akibat dikenakan pajak yang terlalu tinggi. Setiap malam hari, ia melakukan pencurian ke rumah-rumah para tuan tanah China dan pejabat Belanda dan mengambil barang-barang berharga. Lalu hasil curiannya sebagian besar dibagikan ke rakyat Bekasi. Sampai akhirnya pada 29 November 1908 ia berhasil tertangkap di Sawangan, Depok. Dengan berbagai pertimbangan, Entong Tolo tidak diajukan ke pengadilan, tetapi ditahan di penjara sambil menunggu hasil vonis dari pemerintah. Kemudian, pada tanggal 17 September 1910, Sekretaris Karesidenan Batavia, J. Van Gigch mengirim surat permohonan kepada Gubernur Jenderal Hindia-Belanda, A.W.F Idenburg agar Entong Tolo dibuang atau diasingkan ke luar Pulau Jawa. Ada beberapa alasan Entong Tolo diasingkan, salah satunya tindakannya tidak dapat dikategorikan sebagai tindakan pengacauan politik. Akhirnya ia diasingkan ke Manado pada 14 November 1910 saat usianya sudah 50 tahun. Cerita tersebut diputar dalam bentuk animasi dan di setiap scene nya dijelaskan peristiwa yang sedang diputar. Sampai saat ini, tidak ada yang tau bagaimana rupa Entong Tolo ataupun siapa saja kerabatnya.


Ada sebuah bioskop kecil yang menampilkan tiga film sesuai dengan jam operasional. Film pertama diputar pada jam 11, menampilkan cerita tentang Kabupaten Bekasi dari masa ke masa. Film kedua diputar pada jam satu siang, menampilkan masa prasejarah sampai kemerdekaan dan film ketiga diputar pada jam tiga sore yang menampilkan khasanah budaya khas Kabupaten Bekasi. Masing-masing film berdurasi kurang lebih 20 menit dan dapat menampung hingga 40 orang. Di ruangan berikutnya terdapat diorama peristiwa pada masa penjajahan Jepang, yaitu kerja paksa atau yang biasa dikenal dengan sebutan “Romusha”. Di dekat ruangan ini, ada monumen kelelawar yang menghiasi satu ruangan. Karna sebelum dijadikan museum, gedung ini sempat terbengkalai cukup lama sampai akhirnya dihuni oleh ribuan kelelawar, Hal itu menjadi alasan pengelola membuat monumen kelelawar yang saat pembangunan sengaja dimusnahkan. Tetapi bau kelelawar tidak hilang akibat kotorannya menempel di kayu-kayu.


Di sebelah monumen kelelawar terdapat diorama peristiwa Sasak Kapuk yang berlangsung di Jembatan Sasak Kapuk, Pondok Ungu, Bekasi pada 29 November 1945. Awal dari peperangan ini adalah pada 23 November 1945, ketika pesawat Dakota Inggris mengalami kendala mesin saat hendak terbang ke Semarang. Akibatnya mereka harus melakukan pendaratan darurat sekitar pukul 11 siang. Penduduk Cakung, Jakarta Timur, segera mengepung pesawat, kemudian menangkap seluruh awak pesawat dan penumpangnya yang berisi 26 orang, dengan rincian 4 orang awak pesawat bekebangsaan Inggris dan 22 orang bekembangsaan India (Syhk). Semua awak pesawat dilucuti, lalu dikirim ke markas TKR Ujung Menteng untuk selanjutnya dibawa ke markas TKR Batalyon V Bekasi, dan dijebloskan ke dalam sel tangsi polisi Bekasi. Keesokan harinya tentara Inggris mengeluarkan maklumat agar seluruh pasukannya dikembalikan ke Jakarta. Tetapi, pemuda Bekasi menolak. Bahkan tiga hari kemudian, semua tahanan dieksekusi di belakang tangsi polisi Bekasi.


 Pihak Inggris tidak terima perlakuan dari pemuda Bekasi. Akhirnya mereka membombardir dan membakar sebagian besar wilayah Sasak Kapuk. Hal ini dapat dilihat dari warna diorama yang diberi warna putih-abu, seperti abu vulkanik. Kembali ke lantai dasar, kita dapat melihat bingkai yang dipajang dan berisikan sejarah tentang Gedung Tinggi. Mulai dari fungsi awal hingga pemilik awal dari bangunan ini. Semuanya dijelaskan secara singkat dan jelas, membuat pengunjung tidak merasa bosan dan mudah mengerti. Ada hal menarik yang pengunjung tidak ketahui. Di Bawah tangga terdapat sebuah penjara bawah tanah. Tidak terlalu dalam namun saat melihatnya sudah membuat bulu kuduk naik. Karena tak ada pencahayaan sama sekali dan terlihat seolah-olah dalam. Namun sangat disayangkan, penjara bawah tanah itu tidak dapat dimasuki. Karena pengelola tidak melanjutkan pembangunan dengan pertimbangan-pertimbangan, salah satunya agar tidak merubah tatanan bangunan yang berfungsi di atasnya. Setelah mendengar dan mengetahui di balik Gedung Tinggi terdapat sebuah penjara, banyak orang yang mengira tempat itu menjadi tempat penyiksaan para tahanan. Namun nyatanya tidak seperti itu. Saat gedung ini diambil alih Jepang, mereka hanya menjadikannya sebagai kantor pengadilan dan penahanan. Untuk tempat eksekusinya terdapat di daerah Pulo Puter, Tambun Utara, Bekasi. Dan di ruangan terakhir, terdapat khasanah budaya yang ada di Kabupaten Bekasi. Mulai dari sejarah pakaian, kuliner, makanan hingga kesenian lainnya dijelaskan secara singkat dan jelas.


REORIENTASI

Museum Gedung Juang 45 mengusung tema yang menarik yaitu, museum digital. Hal tersebut dapat mengubah pandangan orang akan museum yang membosankan. Karena saat kita berada di dalamnya, bukan bosan yang kita rasakan melainkan rasa ingin tahu dan ingin terus menelusuri tiap ruangannya. Di setiap sudut memiliki nilai artistik dan untuk kalangan remaja hal tersebut dimanfaatkan untuk spot foto atau biasanya disebut ‘instagram able’. Jadi, tidak ada alasan lagi untuk tidak mengunjungi cagar budaya terutama di Bekasi. Dengan kita mengunjungi museum, banyak hal yang kita dapat. Mulai dari nilai sejarah, nilai bangunan dan saling menghargai akan kehidupan-kehidupan lainnya.


Narasumber 1



Nama: Wingky Ariani

Umur: 24 Tahun

Agama: Islam

Alamat: Bekasi, Pekayon Jaya RT 008 RW 22

Jenis Kelamin: Laki-laki






Narasumber 2



Nama: Dedi

Umur: 52 Tahun

Agama: Islam

Alamat: Bojong Koneng, Telaga Murni

Jenis Kelamin: Laki-laki












Narasumber 3




Nama: Herman

Umur: 92 Tahun

Agama: Islam

Alamat: Desa Mekarsari, Kecamatan Tambun RT 006 RW 016

Jenis Kelamin: Laki-laki




Disclaimer / penyangkalan:  
Tulisan di atas adalah hasil karya kelompok yang bersangkutan. Segala kebenaran dan kesalahan merupakan tanggung jawab dari kelompok tersebut. Admin dan Pemilik Blog / Situs ini serta Author (Penulis) tidak bertanggung jawab atas segala kesalahan maupun  kekeliruan data yang terdapat dalam tulisan di atas. Dimohon untuk tidak menggunakan / menyalin / memplagiasi / meng-copy-paste tulisan di atas, baik seluruhnya maupun hanya sebagian!






Under Creative Commons License: Attribution Non-Commercial




========================
Share:

0 comments:

Posting Komentar

Harap beri komentar yang positif. Oke boss.....

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.

Populer di Indonesia

Sahabat Sejati

Informasi Terkini

Populer Bulanan

Populer Mingguan

Kirim Pesan

Nama

Email *

Pesan *

Arsip Blog