Belajar Bahasa Indonesia Online SD SMP SMA KBBI PUEBI Buku Materi Pelajaran Tugas Latihan Soal Ujian Sekolah Penilaian Harian Silabus

Pencarian

01 Oktober 2012

Kesamaan Einstein dan Tom Cruise: Disleksia (Dyslexia)

Disleksia (Inggris: dyslexia) adalah sebuah kondisi ketidakmampuan belajar pada seseorang yang disebabkan oleh kesulitan pada orang tersebut dalam melakukan aktivitas membaca dan menulis. Kata disleksia berasal dari bahasa Yunani δυς- dys- (”kesulitan untuk”) dan λέξις lexis (”huruf” atau “leksikal”).

Pada umumnya keterbatasan ini hanya ditujukan pada kesulitan seseorang dalam membaca dan menulis, akan tetapi tidak terbatas dalam perkembangan kemampuan standar yang lain seperti kecerdasan, kemampuan menganalisa dan juga daya sensorik pada indera perasa.

Terminologi disleksia juga digunakan untuk merujuk kepada kehilangan kemampuan membaca pada seseorang dikarenakan akibat kerusakan pada otak. Disleksia pada tipe ini sering disebut sebagai Aleksia. Selain memengaruhi kemampuan membaca dan menulis, disleksia juga ditengarai juga memengaruhi kemampuan berbicara pada beberapa pengidapnya.

Penderita disleksia secara fisik tidak akan terlihat sebagai penderita. Disleksia tidak hanya terbatas pada ketidakmampuan seseorang untuk menyusun atau membaca kalimat dalam urutan terbalik tetapi juga dalam berbagai macam urutan, termasuk dari atas ke bawah, kiri dan kanan, dan sulit menerima perintah yang seharusnya dilanjutkan ke memori pada otak. Hal ini yang sering menyebabkan penderita disleksia dianggap tidak konsentrasi dalam beberapa hal. Dalam kasus lain, ditemukan pula bahwa penderita tidak dapat menjawab pertanyaan yang seperti uraian, panjang lebar.

Para peneliti menemukan disfungsi ini disebabkan oleh kondisi dari biokimia otak yang tidak stabil dan juga dalam beberapa hal akibat bawaan keturunan dari orang tua.


TIPE DISLEKSIA

Ada dua tipe disleksia, yaitu developmental dyslexsia (bawaan sejak lahir) dan aquired dyslexsia (didapat karena gangguan atau perubahan cara otak kiri membaca).

Developmental dyslexsia diderita sepanjang hidup pasien dan biasanya bersifat genetik. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa penyakit ini berkaitan dengan disfungsi daerah abu-abu pada otak. Disfungsi tersebut berhubungan dengan perubahan konektivitas di area fonologis (membaca). Beberapa tanda-tanda awal disleksia bawaan adalah telat berbicara, artikulasi tidak jelas dan terbalik-balik, kesulitan mempelajari bentuk dan bunyi huruf-huruf, bingung antara konsep ruang dan waktu, serta kesulitan mencerna instruksi verbal, cepat, dan berurutan. Pada usia sekolah, umumnya penderita disleksia dapat mengalami keuslitan menggabungkan huruf menjadi kata, kesulitan membaca, kesulitan memegang alat tulis dengan baik, dan kesulitan dalam menerima.

Tokoh-tokoh terkenal yang diketahui mempunyai disfungsi disleksia adalah Albert Einstein, Tom Cruise, Orlando Bloom, Whoopi Goldberg, Lee Kuan Yew dan Vanessa Amorosi. Tahukah Anda bahwa para pesohor seperti Albert Einstein, Sir Winston Churchill, Tom Cruise, Walt Disney, dan Lee Kuan Yeuw adalah penyandang disleksia? Mereka orang-orang yang mengalami kesulitan mengolah kata. Namun, dalam prosesnya, toh mereka bisa menjadi “besar” karena tak menyerah pada keadaan.

Mungkin belum banyak yang mengetahui lebih dalam mengenai disleksia. Disleksia berasal dari kata Yunani yaitu “dys” yang berarti kesulitan dan “leksia” yang berarti kata-kata. Dengan kata lain, disleksia berarti kesulitan dalam mengolah kata-kata.

Ketua Pelaksana Harian Asosiasi Disleksia Indonesia dr Kristiantini Dewi, Sp A, menjelaskan, disleksia merupakan kelainan dengan dasar kelainan neurobiologis dan ditandai dengan kesulitan dalam mengenali kata dengan tepat atau akurat dalam pengejaan dan dalam kemampuan mengode simbol. Terdapat dua macam disleksia, yaitu developmental dyslexia dan acquired dyslexia.

Developmental Dyslexia merupakan bawaan sejak lahir dan karena faktor genetis atau keturunan. Penyandang disleksia akan membawa kelainan ini seumur hidupnya atau tidak dapat disembuhkan. Tidak hanya mengalami kesulitan membaca, mereka juga mengalami hambatan mengeja, menulis, dan beberapa aspek bahasa yang lain. Meski demikian, anak-anak penyandang disleksia memiliki tingkat kecerdasan normal atau bahkan di atas rata-rata. Dengan penanganan khusus, hambatan yang mereka alami bisa diminimalkan.

“Disleksia itu menurut penelitian sekitar 70 persen merupakan keturunan. Namun, sisanya 30 persen, berarti ada faktor lain di luar genetis yang hingga saat ini belum diketahui apa itu penyebabnya. Selain karena keturunan, acquired dyslexia itu awalnya individu normal, tetapi menjelang dewasa mengalami cedera otak sebelah kiri dan bisa menyebabkannya menjadi disleksia,” kata Kristiantini dalam Seminar Nasional Disleksia, Sabtu (31/7/2010) di Jakarta.

Sejumlah ahli juga mendefinisikan disleksia sebagai suatu kondisi pemrosesan input atau informasi yang berbeda (dari anak normal) yang sering kali ditandai dengan kesulitan dalam membaca yang dapat memengaruhi area kognisi, seperti daya ingat, kecepatan pemrosesan input, kemampuan pengaturan waktu, aspek koordinasi, dan pengendalian gerak. Dapat juga terjadi kesulitan visual dan fonologis, dan biasanya terdapat perbedaan kemampuan di berbagai aspek perkembangan.

Masalah yang juga bisa mengikuti penyandang disleksia di antaranya konsentrasi, daya ingat jangka pendek (cepat lupa dengan instruksi). “Penyandang disleksia juga mengalami masalah dalam pengorganisasian. Mereka cenderung tidak teratur. Misalnya, memakai sepatu tetapi lupa memakai kaus kaki. Masalah lainnya, kesulitan dalam penyusunan atau pengurutan, entah itu hari, angka, atau huruf,” papar Kristiantini yang juga seorang dokter anak.


MASALAH DISLEKSIA

Secara lebih detail, seperti dikutip dari www.dyslexia-indonesia.org, penyandang disleksia biasanya mengalami masalah-masalah, seperti :

1.    Masalah fonologi: Yang dimaksud masalah fonologi adalah hubungan sistematik antara huruf dan bunyi. Misalnya mereka mengalami kesulitan membedakan ”paku” dengan ”palu”; atau mereka keliru memahami kata-kata yang mempunyai bunyi hampir sama, misalnya ”lima puluh” dengan ”lima belas”. Kesulitan ini tidak disebabkan masalah pendengaran, tetapi berkaitan dengan proses pengolahan input di dalam otak.

2.    Masalah mengingat perkataan: Kebanyakan anak disleksia mempunyai level kecerdasan normal atau di atas normal. Namun, mereka mempunyai kesulitan mengingat perkataan. Mereka mungkin sulit menyebutkan nama teman-temannya dan memilih untuk memanggilnya dengan istilah “temanku di sekolah” atau “temanku yang laki-laki itu”. Mereka mungkin dapat menjelaskan suatu cerita, tetapi tidak dapat mengingat jawaban untuk pertanyaan yang sederhana.

3.    Masalah penyusunan yang sistematis atau berurut: Anak disleksia mengalami kesulitan menyusun sesuatu secara berurutan misalnya susunan bulan dalam setahun, hari dalam seminggu, atau susunan huruf dan angka. Mereka sering ”lupa” susunan aktivitas yang sudah direncanakan sebelumnya, misalnya lupa apakah setelah pulang sekolah langsung pulang ke rumah atau langsung pergi ke tempat latihan sepak bola. Padahal, orangtua sudah mengingatkannya bahkan mungkin hal itu sudah pula ditulis dalam agenda kegiatannya. 

Mereka juga mengalami kesulitan yang berhubungan dengan perkiraan terhadap waktu. Misalnya mereka mengalami kesulitan memahami instruksi seperti ini: ”Waktu yang disediakan untuk ulangan adalah 45 menit. Sekarang pukul 08.00. Maka 15 menit sebelum waktu berakhir, Ibu Guru akan mengetuk meja satu kali”. Kadang kala mereka pun ”bingung” dengan perhitungan uang yang sederhana, misalnya mereka tidak yakin apakah uangnya cukup untuk membeli sepotong kue atau tidak.

4.    Masalah ingatan jangka pendek: Anak disleksia mengalami kesulitan memahami instruksi yang panjang dalam satu waktu yang pendek. Misalnya ibu menyuruh anak untuk “Simpan tas di kamarmu di lantai atas, ganti pakaian, cuci kaki dan tangan, lalu turun ke bawah lagi untuk makan siang bersama ibu, tapi jangan lupa bawa serta buku PR Matematikanya, ya”, maka kemungkinan besar anak disleksia tidak melakukan seluruh instruksi tersebut dengan sempurna karena tidak mampu mengingat seluruh perkataan ibunya.

5.    Masalah pemahaman sintaks: Anak disleksia sering mengalami kebingungan dalam memahami tata bahasa, terutama jika dalam waktu yang bersamaan mereka menggunakan dua atau lebih bahasa yang mempunyai tata bahasa yang berbeda. Anak disleksia mengalami masalah dengan bahasa keduanya apabila pengaturan tata bahasanya berbeda daripada bahasa pertama. Misalnya dalam bahasa Indonesia dikenal susunan diterangkan–menerangkan (contoh: tas merah). Namun, dalam bahasa Inggris dikenal susunan menerangkan-diterangkan (contoh: red bag).


KIAA0319

Disleksia ada hubungannya dengan gen atau plasma pembawa sifat tertentu. Namun, gen tersebut hanya memengaruhi kemampuan membaca, tetapi tidak memengaruhi intelegensia.Disleksia merupakan gangguan yang memengaruhi pengembangan keterampilan literasi dan bahasa, yaitu seperti membaca dan mengeja.

Para peneliti dari Welcome Trust Center for Human Genetics di University of Oxford tengah meneliti gen yang disebut KIAA0319.

KIAA0319 is a protein which in humans is encoded by the KIAA0319 gene. Variants of the KIAA0319 gene have been associated with developmental dyslexia. Reading disability, or dyslexia, is a major social, educational, and mental health problem. In spite of average intelligence and adequate educational opportunities, 5 to 10% of school children have substantial reading deficits. Twin and family studies have shown a substantial genetic component to the disorder, with heritable variation estimated at 50 to 70%.

Function: Over-expression of C-terminally myc-tagged KIAA0319 protein in transiently transfected 293T cells, showing plasma membrane localization. Detection with monoclonal anti-myc 9E10. The KIAA0319 protein is expressed on the cell membrane and may be involved in neuronal migration. Furthermore KIAA0319 follows a clathrin-mediated endocytic pathway.

Para peneliti itu sebelumnya telah mengidentifikasi sebuah haplotipe atau karakteristik genetik yang menandai suatu populasi (sekuen DNA-deoxyribose nucleic acid bagian ter- tentu dari gen tersebut). Gen itu rupanya terlibat dalam perkembangan area otak yang bertanggung jawab untuk proses berpikir. Mereka meneliti 6.000 anak dari keluarga-keluarga di Inggris usia sembilan tahun.

Penelitian itu dikenal juga Avon Longitudinal Study of Parents and Children (ALSPAC). Studi yang mirip pernah dilakukan secara independen oleh para peneliti di Cardiff University terhadap anak kembar. ”Umumnya, orang yang membawa variasi genetik tersebut cenderung kurang baik dalam tes kemampuan membaca,” ujar Silvia Paracchini dari Welcome Trust Center for Human Genetics di University of Oxford, pemimpin studi itu.

Sekitar 15 persen dari responden yang membawa versi mutasi gen itu cenderung mempunyai masalah membaca, termasuk mereka yang tidak masuk kategori disleksia. ”Bahkan, ketika mereka tidak dinyatakan memiliki gangguan disleksia masih punya masalah membaca,” ujar Silvia.

Haplotipe yang sama mampu mengurangi aktivitas gen KIAA0319 selama masa perkembangan fetus (janin) yang memengaruhi pengembangan cerebral cortex, area yang berperan dalam proses berpikir. Bagian otak tersebut merupakan pusat-pusat sensor. Percobaan terhadap binatang menunjukkan, dengan mengurangi aktivitas KIAA0319 akan memengaruhi migrasi neuron. Proses tersebut memungkinkan sel syaraf yang menciptakan lapisan bagian dalam area cerebral cortex untuk bermigrasi keluar, ke tujuan akhir mereka.

Penemuan lain yang menarik, gen tersebut terkait dengan lambatnya pertumbuhan di daerah tertentu otak. Riset itu jadi sangat dibutuhkan untuk identifikasi awal disleksia dan usulan intervensi dini saat otak masih berkembang sehingga nantinya ada hasil positif terkait keterampilan membaca dan lainnya.

Hasil penelitian itu hanya menemukan sebagian jawaban teka teki mengapa sejumlah orang memiliki kemampuan membaca rendah. ”Ada faktor-faktor lain yang berkontribusi,” ujar Silvia. Wakil Presiden British Dyslexia Association Prof Margaret Snowling mengatakan, gen lainnya dan faktor lingkungan juga memainkan peran penting dalam menentukan kemampuan membaca. Dia menekankan, sejumlah individu terbukti berhasil mengompensasi gangguan tersebut dan sukses berkarier, sekalipun mereka membawa variasi gen tersebut.

(Jujur saya katakan, Anda pun bisa menilainya sendiri, bahwa tulisan ini murni BUKAN tulisan saya, tetapi merupakan copas dari sana-sini yang akhirnya saya rangkum menjadi sebuah tulisan yang “lengkap-menurut-saya”. Awalnya saya mencari informasi mengenai penyakit “aneh” yang saya derita, sampai akhirnya saya menemukan jawabannya: DISLEKSIA. Adapun sumber-sumber tulisan saya sampaikan di bawah ini. Semoga bermanfaat.)


Sumber:

http://id.wikipedia.org/wiki/Disleksia
http://en.wikipedia.org/wiki/KIAA0319
http://health.kompas.com/read/2010/08/03/09255726/Apa.Itu.Disleksia
http://health.kompas.com/read/2008/08/04/01154481/Disleksia.Bukan.Masalah
http://health.kompas.com/read/2008/10/04/0132109/Disleksia.Ada.Kaitan.dengan.Gen
http://collider.com/wp-content/uploads/keira-knightley-01.jpg
http://nunostory.net63.net/wp-content/uploads/2012/01/albert-einstein.jpg
http://images4.fanpop.com/image/photos/18500000/tom-cruise-tom-cruise-18576259-1280-960.jpg
Share:

0 comments:

Posting Komentar

Harap beri komentar yang positif. Oke boss.....

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.

Populer di Indonesia

Sahabat Sejati

Informasi Terkini

Populer Bulanan

Populer Mingguan

Kirim Pesan

Nama

Email *

Pesan *

Arsip Blog