Tokoh-tokoh terkenal yang diketahui mempunyai disfungsi disleksia adalah Albert Einstein, Tom Cruise, Orlando Bloom, Whoopi Goldberg, Lee Kuan Yew dan Vanessa Amorosi. Tahukah Anda bahwa para pesohor seperti Albert Einstein, Sir Winston Churchill, Tom Cruise, Walt Disney, dan Lee Kuan Yeuw adalah penyandang disleksia?
Disleksia (Inggris:
dyslexia) adalah sebuah kondisi ketidakmampuan belajar pada seseorang
yang disebabkan oleh kesulitan pada orang tersebut dalam melakukan
aktivitas membaca dan menulis. Kata disleksia berasal dari bahasa Yunani δυς- dys- (”kesulitan untuk”) dan λÎξις lexis (”huruf” atau “leksikal”).
Pada umumnya keterbatasan ini hanya
ditujukan pada kesulitan seseorang dalam membaca dan menulis, akan
tetapi tidak terbatas dalam perkembangan kemampuan standar yang lain
seperti kecerdasan, kemampuan menganalisa dan juga daya sensorik pada
indera perasa.
Terminologi disleksia juga digunakan
untuk merujuk kepada kehilangan kemampuan membaca pada seseorang
dikarenakan akibat kerusakan pada otak. Disleksia pada tipe ini sering
disebut sebagai Aleksia. Selain memengaruhi kemampuan membaca dan
menulis, disleksia juga ditengarai juga memengaruhi kemampuan berbicara
pada beberapa pengidapnya.
Penderita disleksia secara fisik
tidak akan terlihat sebagai penderita. Disleksia tidak hanya terbatas
pada ketidakmampuan seseorang untuk menyusun atau membaca kalimat dalam
urutan terbalik tetapi juga dalam berbagai macam urutan, termasuk dari
atas ke bawah, kiri dan kanan, dan sulit menerima perintah yang
seharusnya dilanjutkan ke memori pada otak. Hal ini yang sering
menyebabkan penderita disleksia dianggap tidak konsentrasi dalam
beberapa hal. Dalam kasus lain, ditemukan pula bahwa penderita tidak
dapat menjawab pertanyaan yang seperti uraian, panjang lebar.
Para peneliti menemukan disfungsi
ini disebabkan oleh kondisi dari biokimia otak yang tidak stabil dan
juga dalam beberapa hal akibat bawaan keturunan dari orang tua.
TIPE DISLEKSIA
Ada dua tipe disleksia, yaitu developmental dyslexsia (bawaan sejak lahir) dan aquired dyslexsia (didapat karena gangguan atau perubahan cara otak kiri membaca).
Developmental dyslexsia diderita
sepanjang hidup pasien dan biasanya bersifat genetik. Beberapa
penelitian menyebutkan bahwa penyakit ini berkaitan dengan disfungsi
daerah abu-abu pada otak. Disfungsi tersebut berhubungan dengan
perubahan konektivitas di area fonologis (membaca). Beberapa tanda-tanda
awal disleksia bawaan adalah telat berbicara, artikulasi tidak jelas
dan terbalik-balik, kesulitan mempelajari bentuk dan bunyi huruf-huruf,
bingung antara konsep ruang dan waktu, serta kesulitan mencerna
instruksi verbal, cepat, dan berurutan. Pada usia sekolah, umumnya
penderita disleksia dapat mengalami keuslitan menggabungkan huruf
menjadi kata, kesulitan membaca, kesulitan memegang alat tulis dengan
baik, dan kesulitan dalam menerima.
Tokoh-tokoh terkenal yang diketahui mempunyai disfungsi disleksia adalah Albert Einstein, Tom Cruise, Orlando Bloom, Whoopi
Goldberg, Lee Kuan Yew dan Vanessa Amorosi. Tahukah Anda bahwa para
pesohor seperti Albert Einstein, Sir Winston Churchill, Tom Cruise, Walt
Disney, dan Lee Kuan Yeuw adalah penyandang disleksia? Mereka
orang-orang yang mengalami kesulitan mengolah kata. Namun, dalam
prosesnya, toh mereka bisa menjadi “besar” karena tak menyerah pada
keadaan.
Mungkin belum banyak yang mengetahui
lebih dalam mengenai disleksia. Disleksia berasal dari kata Yunani
yaitu “dys” yang berarti kesulitan dan “leksia” yang berarti kata-kata.
Dengan kata lain, disleksia berarti kesulitan dalam mengolah kata-kata.
Ketua Pelaksana Harian Asosiasi
Disleksia Indonesia dr Kristiantini Dewi, Sp A, menjelaskan, disleksia
merupakan kelainan dengan dasar kelainan neurobiologis dan ditandai
dengan kesulitan dalam mengenali kata dengan tepat atau akurat dalam
pengejaan dan dalam kemampuan mengode simbol. Terdapat dua macam
disleksia, yaitu developmental dyslexia dan acquired dyslexia.
Developmental Dyslexia merupakan
bawaan sejak lahir dan karena faktor genetis atau keturunan. Penyandang
disleksia akan membawa kelainan ini seumur hidupnya atau tidak dapat
disembuhkan. Tidak hanya mengalami kesulitan membaca, mereka juga
mengalami hambatan mengeja, menulis, dan beberapa aspek bahasa yang
lain. Meski demikian, anak-anak penyandang disleksia memiliki tingkat
kecerdasan normal atau bahkan di atas rata-rata. Dengan penanganan
khusus, hambatan yang mereka alami bisa diminimalkan.
“Disleksia itu menurut penelitian
sekitar 70 persen merupakan keturunan. Namun, sisanya 30 persen, berarti
ada faktor lain di luar genetis yang hingga saat ini belum diketahui
apa itu penyebabnya. Selain karena keturunan, acquired dyslexia itu
awalnya individu normal, tetapi menjelang dewasa mengalami cedera otak
sebelah kiri dan bisa menyebabkannya menjadi disleksia,” kata
Kristiantini dalam Seminar Nasional Disleksia, Sabtu (31/7/2010) di
Jakarta.
Sejumlah ahli juga mendefinisikan
disleksia sebagai suatu kondisi pemrosesan input atau informasi yang
berbeda (dari anak normal) yang sering kali ditandai dengan kesulitan
dalam membaca yang dapat memengaruhi area kognisi, seperti daya ingat,
kecepatan pemrosesan input, kemampuan pengaturan waktu, aspek
koordinasi, dan pengendalian gerak. Dapat juga terjadi kesulitan visual
dan fonologis, dan biasanya terdapat perbedaan kemampuan di berbagai
aspek perkembangan.
Masalah yang juga bisa mengikuti
penyandang disleksia di antaranya konsentrasi, daya ingat jangka pendek
(cepat lupa dengan instruksi). “Penyandang disleksia juga mengalami
masalah dalam pengorganisasian. Mereka cenderung tidak teratur.
Misalnya, memakai sepatu tetapi lupa memakai kaus kaki. Masalah lainnya,
kesulitan dalam penyusunan atau pengurutan, entah itu hari, angka, atau
huruf,” papar Kristiantini yang juga seorang dokter anak.
MASALAH DISLEKSIA
Secara lebih detail, seperti dikutip
dari www.dyslexia-indonesia.org, penyandang disleksia biasanya mengalami
masalah-masalah, seperti :
1. Masalah fonologi: Yang
dimaksud masalah fonologi adalah hubungan sistematik antara huruf dan
bunyi. Misalnya mereka mengalami kesulitan membedakan ”paku” dengan
”palu”; atau mereka keliru memahami kata-kata yang mempunyai bunyi
hampir sama, misalnya ”lima puluh” dengan ”lima belas”. Kesulitan ini
tidak disebabkan masalah pendengaran, tetapi berkaitan dengan proses
pengolahan input di dalam otak.
2. Masalah mengingat perkataan:
Kebanyakan anak disleksia mempunyai level kecerdasan normal atau di atas
normal. Namun, mereka mempunyai kesulitan mengingat perkataan. Mereka
mungkin sulit menyebutkan nama teman-temannya dan memilih untuk
memanggilnya dengan istilah “temanku di sekolah” atau “temanku yang
laki-laki itu”. Mereka mungkin dapat menjelaskan suatu cerita, tetapi
tidak dapat mengingat jawaban untuk pertanyaan yang sederhana.
3. Masalah penyusunan yang
sistematis atau berurut: Anak disleksia mengalami kesulitan menyusun
sesuatu secara berurutan misalnya susunan bulan dalam setahun, hari
dalam seminggu, atau susunan huruf dan angka. Mereka sering ”lupa”
susunan aktivitas yang sudah direncanakan sebelumnya, misalnya lupa
apakah setelah pulang sekolah langsung pulang ke rumah atau langsung
pergi ke tempat latihan sepak bola. Padahal, orangtua sudah
mengingatkannya bahkan mungkin hal itu sudah pula ditulis dalam agenda
kegiatannya.
Mereka juga mengalami kesulitan yang berhubungan dengan
perkiraan terhadap waktu. Misalnya mereka mengalami kesulitan memahami
instruksi seperti ini: ”Waktu yang disediakan untuk ulangan adalah 45
menit. Sekarang pukul 08.00. Maka 15 menit sebelum waktu berakhir, Ibu
Guru akan mengetuk meja satu kali”. Kadang kala mereka pun ”bingung”
dengan perhitungan uang yang sederhana, misalnya mereka tidak yakin
apakah uangnya cukup untuk membeli sepotong kue atau tidak.
4. Masalah ingatan jangka pendek:
Anak disleksia mengalami kesulitan memahami instruksi yang panjang
dalam satu waktu yang pendek. Misalnya ibu menyuruh anak untuk “Simpan
tas di kamarmu di lantai atas, ganti pakaian, cuci kaki dan tangan, lalu
turun ke bawah lagi untuk makan siang bersama ibu, tapi jangan lupa
bawa serta buku PR Matematikanya, ya”, maka kemungkinan besar anak
disleksia tidak melakukan seluruh instruksi tersebut dengan sempurna
karena tidak mampu mengingat seluruh perkataan ibunya.
5. Masalah pemahaman sintaks:
Anak disleksia sering mengalami kebingungan dalam memahami tata bahasa,
terutama jika dalam waktu yang bersamaan mereka menggunakan dua atau
lebih bahasa yang mempunyai tata bahasa yang berbeda. Anak disleksia
mengalami masalah dengan bahasa keduanya apabila pengaturan tata
bahasanya berbeda daripada bahasa pertama. Misalnya dalam bahasa
Indonesia dikenal susunan diterangkan–menerangkan (contoh: tas merah).
Namun, dalam bahasa Inggris dikenal susunan menerangkan-diterangkan
(contoh: red bag).
KIAA0319
Disleksia ada hubungannya dengan gen
atau plasma pembawa sifat tertentu. Namun, gen tersebut hanya
memengaruhi kemampuan membaca, tetapi tidak memengaruhi
intelegensia.Disleksia merupakan gangguan yang memengaruhi pengembangan
keterampilan literasi dan bahasa, yaitu seperti membaca dan mengeja.
Para peneliti dari Welcome Trust Center for Human Genetics di University of Oxford tengah meneliti gen yang disebut KIAA0319.
KIAA0319 is a protein which in
humans is encoded by the KIAA0319 gene. Variants of the KIAA0319 gene
have been associated with developmental dyslexia. Reading disability, or
dyslexia, is a major social, educational, and mental health problem. In
spite of average intelligence and adequate educational opportunities, 5
to 10% of school children have substantial reading deficits. Twin and
family studies have shown a substantial genetic component to the
disorder, with heritable variation estimated at 50 to 70%.
Function:
Over-expression of C-terminally myc-tagged KIAA0319 protein in
transiently transfected 293T cells, showing plasma membrane
localization. Detection with monoclonal anti-myc 9E10. The KIAA0319
protein is expressed on the cell membrane and may be involved in
neuronal migration. Furthermore KIAA0319 follows a clathrin-mediated
endocytic pathway.
Para peneliti itu sebelumnya telah
mengidentifikasi sebuah haplotipe atau karakteristik genetik yang
menandai suatu populasi (sekuen DNA-deoxyribose nucleic acid bagian ter-
tentu dari gen tersebut). Gen itu rupanya terlibat dalam perkembangan
area otak yang bertanggung jawab untuk proses berpikir. Mereka meneliti
6.000 anak dari keluarga-keluarga di Inggris usia sembilan tahun.
Penelitian itu dikenal juga Avon
Longitudinal Study of Parents and Children (ALSPAC). Studi yang mirip
pernah dilakukan secara independen oleh para peneliti di Cardiff
University terhadap anak kembar. ”Umumnya, orang yang membawa variasi
genetik tersebut cenderung kurang baik dalam tes kemampuan membaca,”
ujar Silvia Paracchini dari Welcome Trust Center for Human Genetics di
University of Oxford, pemimpin studi itu.
Sekitar 15 persen dari responden
yang membawa versi mutasi gen itu cenderung mempunyai masalah membaca,
termasuk mereka yang tidak masuk kategori disleksia. ”Bahkan, ketika
mereka tidak dinyatakan memiliki gangguan disleksia masih punya masalah
membaca,” ujar Silvia.
Haplotipe yang sama mampu mengurangi
aktivitas gen KIAA0319 selama masa perkembangan fetus (janin) yang
memengaruhi pengembangan cerebral cortex, area yang berperan dalam
proses berpikir. Bagian otak tersebut merupakan pusat-pusat sensor.
Percobaan terhadap binatang menunjukkan, dengan mengurangi aktivitas
KIAA0319 akan memengaruhi migrasi neuron. Proses tersebut memungkinkan
sel syaraf yang menciptakan lapisan bagian dalam area cerebral cortex
untuk bermigrasi keluar, ke tujuan akhir mereka.
Penemuan lain yang menarik, gen
tersebut terkait dengan lambatnya pertumbuhan di daerah tertentu otak.
Riset itu jadi sangat dibutuhkan untuk identifikasi awal disleksia dan
usulan intervensi dini saat otak masih berkembang sehingga nantinya ada
hasil positif terkait keterampilan membaca dan lainnya.
Hasil penelitian itu hanya menemukan
sebagian jawaban teka teki mengapa sejumlah orang memiliki kemampuan
membaca rendah. ”Ada faktor-faktor lain yang berkontribusi,” ujar
Silvia. Wakil Presiden British Dyslexia Association Prof Margaret
Snowling mengatakan, gen lainnya dan faktor lingkungan juga memainkan
peran penting dalam menentukan kemampuan membaca. Dia menekankan,
sejumlah individu terbukti berhasil mengompensasi gangguan tersebut dan
sukses berkarier, sekalipun mereka membawa variasi gen tersebut.
(Jujur saya katakan, Anda pun
bisa menilainya sendiri, bahwa tulisan ini murni BUKAN tulisan saya,
tetapi merupakan copas dari sana-sini yang akhirnya saya rangkum menjadi
sebuah tulisan yang “lengkap-menurut-saya”. Awalnya saya mencari
informasi mengenai penyakit “aneh” yang saya derita, sampai akhirnya
saya menemukan jawabannya: DISLEKSIA. Adapun sumber-sumber tulisan saya
sampaikan di bawah ini. Semoga bermanfaat.)
Sumber:
http://id.wikipedia.org/wiki/Disleksia
http://en.wikipedia.org/wiki/KIAA0319
http://health.kompas.com/read/2010/08/03/09255726/Apa.Itu.Disleksia
http://health.kompas.com/read/2008/08/04/01154481/Disleksia.Bukan.Masalah
http://health.kompas.com/read/2008/10/04/0132109/Disleksia.Ada.Kaitan.dengan.Gen
http://collider.com/wp-content/uploads/keira-knightley-01.jpg
http://nunostory.net63.net/wp-content/uploads/2012/01/albert-einstein.jpg
http://images4.fanpop.com/image/photos/18500000/tom-cruise-tom-cruise-18576259-1280-960.jpg
0 Comments:
Posting Komentar
Harap beri komentar yang positif. Oke boss.....
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.