Belajar Bahasa Indonesia Online SD SMP SMA KBBI PUEBI Buku Materi Pelajaran Tugas Latihan Soal Ujian Sekolah Penilaian Harian Silabus

Wanita Cantik Lahir Batin, Calon Istri Idaman

Wanita Cantik Lahir Batin, Kamu Harus Segera Nikahi Dia Model wanita seperti ini sangat langka. Baca selengkapnya: https://www.genpi.co/gaya-hidup/33478/wanita-cantik-lahir-batin-kamu-harus-segera-nikahi-dia

5 Mobil Mewah Termahal Yang Pernah Dijual di Indonesia

Punya khalayak otomotif yang kuat, lima mobil mewah termahal ini pernah dijual di Indonesia! https://carro.id/blog/5-mobil-mewah-termahal-yang-pernah-dijual-di-indonesia/

Timnas Indonesia U-16 menjuarai Piala AFF U-16

Bola.net - Asisten Shin Tae-yong, Nova Arianto mengapresiasi keberhasilan Timnas Indonesia U-16 menjuarai Piala AFF U-16 2022. https://www.bola.net/tim_nasional/timnas-indonesia-juara-piala-aff-u-16-2022-asisten-shin-tae-yong-jangan-layu-sebelum-berkemba-ca151c.html

Tesla Cybertruck Asli dalam Video Baru Dari Peterson

Diupload: 13 Apr 2023, Museum Otomotif Peterson memiliki prototipe Cybertruck pertama yang dipamerkan dalam pameran, selengakapnya di https://id.motor1.com/news/662022/tesla-cybertruck-asli-museum-peterson/

Kabar Baik untuk ARMY! BTS Kembali Dinobatkan sebagai Penyanyi K-Pop Terpopuler

Dilansir PikiranRakyat-Cirebon.com dari laman Soompi, BTS kembali menempati peringkat pertama sebagai penyanyi K-Pop terpopuler https://cirebon.pikiran-rakyat.com/entertainment/pr-042118224/kabar-baik-untuk-army-bts-kembali-dinobatkan-sebagai-penyanyi-k-pop-terpopuler-di-bulan-juni-2021

Pencarian

31 Juli 2012

Pidato: Pengertian, Teknik, Metode, Syarat

Pidato adalah kegiatan berbicara satu arah di depan umum untuk menyampaikan pikiran atau gagasan atau gambaran kepada pendengar yang disampaikan dalam situasi formal ataupun non formal melalui rangkaian kata yang tersusun sistematis dengan bahasa lisan sebagai media utama yang bertujuan memberi pamahaman atau informasi dengan rasa percaya diri untuk mempengaruhi pendengar agar mengikuti ajakan pembicara secara sukarela.

Pidato merupakan penampilan diri seseorang di hadapaan pendengar untuk menyampaikan isi hati atau buah pikiran dengan rangkaian kata-kata dengan harapan agar pendengar tergugah hati nuraninya dan tergerak pikirannya. Pidato merupakan bentuk wicara individual yang banyak ragamnya. 

Secara umum pidato dapat digolongkan atas:
  • pidato memorial, misalnya pidato untuk menyambut Hari Kartini, Hari Kemerdekaan;
  • pidato perpisahan, misalnya pidato perpisahan karena tamat sekolah, perpisahan karena pensiun, dan sebagainya;
  • pidato penerimaan hadiah, misalnya piato penerimaan suatu medali kejuaraan olah raga;
  • pidato pidato penyambutan tamu, misalnya pidato penyambutan tamu kenegaraan;
  • pidato persembahan, misalnya pidato penyerahan cindera mata kepada tamu;
  • pidato persuasif, misalnya pidato kampanye partai politik;
  • pidato informatif, misalnya pidato penyuluhan kepada ibu-ibu PKK;
  • pidato instruktif, misalnya pidato tentang anjuran untuk membayar pajak;
  • pidato rekreatif, misalnya pidaato acara perkawinan, ulang tahun;
  • pidato kerohanian, misalnya santapan rohani waktu acara halal bihalal, acara pengajian;
  • pidato ilmiah, misallnya pidato ilmiah dalam acara wisuda.

Agar seseorang memiliki kemampuan yang memadai dalam hal pidato, maka dia harus memenuhi syarat-syarat berpidato. 




Syarat-syarat berpidato antara lain sebagai berikut:

·                     berpengetahuan luas,
·                     berkepribadian baik,
·                     jujur dan ikhlas,
·                     bijaksana dan sopan santun,
·                     punya keberanian moral,
·                     kaya dengan perbendaharaan kata,
·                     berpikir kritis,
·                     meyakini dan menguasai tema pembicaraan,
·                     mengenal dan memahami karakteristik audience,
·                     percaya diri,
·                     bersikap menarik, dan
·                     bertanggung jawab.


Menurut ada tidaknya persiapan sesuai dengan cara yang dilakukan waktu persiapan, ada empat macam pidato.

1. Impromptu : serta merta
Pidato yang apabila Anda menghadiri pesta dan tiba-tiba dipanggil untuk menyampaikan pidato.

Keuntungan :
Lebih mengungkapkan perasaan pembicara gagasan datang secara spontan memungkinkan Anda terus berpikir.

Kerugian :
Menimbulkan kesimpulan yang mentah mengakibatkan penyampaian tidak lancar gagasan yang disampaikan ngawur demam panggung.

2. Manuskrip : pidato dengan naskah.
Di sini tidak berlaku istilah ‘menyampaikan pidato’ tapi ‘membacakan pidato’. Manuskrip dibutuhkan oleh tokoh nasional, sebab kesalahan sedikit saja dapat menimbulkan kekacauan nasional.

Keuntungan :
Kata-kata dapat dipilih sebaik-baiknya pernyataan dapat dihemat kefasihan bicara dapat dicapai tidak ngawur manuskrip dapat diperbanyak.
 
Kerugian :
Komunikasi pendengar akan berkurang karena pembicara tidak berbicara langsung pada mereka pembicara tidak dapat melihat pendengar dengan baik pembuatannya lebih lama.
 
3. Memoriter : menghapal
pesan pidato ditulis kemudian diingat kata demi kata.

Keuntungan :
Kata-kata dapat dipilih sebaik-baiknya gerak dan isyarat yang diintegrasikan dengan uraian.
 
Kerugian :
Komunikasi pendengar akan berkurang karena pembicara beralih pada usaha untuk mengingat kata-kata memerlukan banyak waktu.

4. Ekstemporan : garis besar
pidato sudah dipersiapkan sebelumnya berupa garis besar dan pokok penunjang pembahasan (supporting points), tetapi pembicara tidak berusaha mengingatnya kata demi kata.

Keuntungan :
Komunikasi pembicara dengan pendengar lebih baik pesan dapat fleksibel.
 
Kerugian :
Kemungkinan menyimpang dari garis besar kefasihan terhambat karena kesukaran memilih kata-kata.

Seseorang akan mahir pidato jika ia benar-benar mau belajar dengna sungguh-sungguh. Cara belajar pidato tersebut dapat ditempuh dengan membaca buku-buku retorik(ilmu yang mempelajari masalah tutur secara efektif) dan buku-buku pengetahuan umum lain. Selain itu, mereke harus juga sering berlatih pidato, karena dangan cara “trial and error”, seseorang akan makin matang penglamannya. Begitu pula seorang yang akan tampil berpidato harus benar-benar siap terhadap materi pembicaraan dan siap pula dari segi fisik maupun mental, sehingga diharapkan dalam penampilan pidato nanti tidak terdapat adanya hambatan-hambatan.
Di dalam penampilan pidato, seseorang dapat memilih salah satu dari berbagai metode dalam penampilan pidato. 

Metode penampilan pidato tersebut ada empat macam, yaitu:

• Metode manuskrip/naskah,
yaitu metode berpidato dengan membaca naskah pidato, misalnya dilakukan dalam pidato-pidato resmi.

• Metode memoriter/menghafal,
yaitu metode berpidato dengan menghafal isi atau materi pidato lebih dahulu, kemudian menyampaikan isi pidato tersebut tanpa sebuah naskah.

• Metode ekstemporan/catatan kecil,
yaitu metode berpidato dengan membawa dan melihat butir-butir pokok isi pidato dalam lembar cerita catatan, lalu menyampaikan isi catatan itu kepada pendengar dengan ilustrasi bahasa secara spontanitas.

• Metode impromptu/spontan,
yaitu metode berpidato dengan berpidato secara spontanitas baik dari segi isi maupun bahasa berdasarkan situasi dan kondisi tertentu, misalnya berpidato sesuai dengan keadaan tempat, keadaan pendengar, waktu, topik, dan hajat pada waktu ia berpidato.

Di dalam mempersiapkan penampilan pidato seseorang dapat membuat naskah pidato dengan menggunakan metode impromptu, pembuatan naskah tak perlu dilakukan karena materi pembicaraan sudah dipersiapkan dalam benak pembicara lewat belajar secara bertahun-tahun dengan membaca buku dan belajar dari pengalaman hidup. Ilmu dan pengalamannya ini akan dipidatokan sesuai dengan situasi pada waktu ia berpidato. Agar pembicara tak lupa dengan materi pembicaan, biasanya pembicaraan membawa catatan kecil untuk dilihat sewaktu-waktu ia membutuhkan.


Skema susunan suatu pidato yang baik:

·                     Pembukaan dengan salam pembuka
·                     Pendahuluan yang sedikit menggambarkan isi
·                     Isi atau materi pidato secara sistematis : maksud, tujuan, sasaran, rencana, langkah, dll.
·                     Penutup (kesimpulan, harapan, pesan, salam penutup, dll)

Bagi seorang pemula, pembuatan naskah pidato wajib dilakukan lebih dahulu sebelum ia tampil di depan pendengar. 

Adapun pokok-pokok isi pidato itu tersusun sebagai berikut:

1.                  salam pembuka,
2.                  kata pendahuluan,
3.                  pokok-pokok isi pidato,
4.                  uraian lengkap materi pidato,
5.                  simpulan isi pidato,
6.                  saran-saran dan harapan-harapan,
7.                  penutup, dan
8.                  salam penutup.


Agar penampilan pidato dapat berhasil dapat berhasil dan menarik, maka diperlukan adanya variasi langgam atau gaya tertentu. 

Gaya ataulanggam dalam suatu penampilan pidato antara lain seperti berikut ini.

• Langgam Agama
Langgam agama mempunyai suara yang terkadang naik dan kemudian menurun dengan gaya ucapan yang lambat dan ceremonis. Pada umumnya langgam semacam ini sering ditampilkan oleh para khatib, muballig, dan sebagainya dalam pidato kerohanian.

• Langgam Agiator
Langgam agiator dikemukakan secara agresif dan terbanyak digunakan dalam pertemuan-pertemuan atau rapat-rapat umum, yang bersifat propaganda politis. Biasanya juga langgam ini dipakai untuk mencetuskan sentimen di kalangan massa sesuai dengan konsep propaganda. Di dalam hal ini jiwa massa akan dikuasai dan digiring ke arah tujuan yang diinginkan .

• Langgam Konversasi
Langgam konversasi merupakn langgam yang paling bebas, jelas, tenang dan terang, yang sering digunakan dalam pertemuan-pertemuan atau rapat-rapat yang yang sifatnya terbatas. Langgam ini banyak persamaannya dengan orang yang sedang berbicara biasa dan sering kali dilakukan pada pertemuan-pertemuan yang serius.

• Langgam Didaktik
Langgam didaktik adalah langgam yang sifatnya mendidik kepada para pendengar, seperti seorang guru yang sedang mengajar kepada siswanya. Langgam ini bersifat menggurui, sehingga sering meimbulkan rasa kurang enak jika ditujukan kepada pendengar yang merasa lebih pandai daripada pembicara. Langgam ini tepat dipaki pada waktu berpidato kepada pendengar yang usianya lebih muda daripada pembicara.

• Langgam Sentimentil
Langgam sentimentil ini biasanya dipakai secara efektif dan banyak berguna di dalam pertemuan umum dengan jalan mengemukakan kepuasan-kepuasan atau kekecewaan-kekecewaan dengan penuh perasaan. Segi positif langgam ini adalah akan menyenangkan si pendengar bila berisi tentang kepuasan-kepuasan atas keberhasilan, tetapi segi negatifnya akan menimbulkan sentimen jika berisi tentang kekecewaan atau keprihatinan-keprihatinan atas kejadian sosial di sekitar kita.

• Langgam Teater
Langgam teater adalah langgam berpidato yang penuh dengan gaya dan mimik seperti yang diperankan oleh para aktor atau aktris dalam teater. Di dalam hal ini pembicara berpidato dengan akting lengkap dengan gerak wajah(mimik), gerak lengan, gerak kepala, dan pemakaian vokal lengkap dengan tekanan dan intonasinya seperti dalam pementasan paanggung sandiwara.
Share:

30 Juli 2012

Majas atau Gaya Bahasa (Majas Perbandingan)

Majas atau Gaya Bahasa adalah pemanfaatan kekayaan bahasa, pemakaian ragam tertentu untuk memperoleh efek-efek tertentu, keseluruhan ciri bahasa sekelompok penulis sastra dan cara khas dalam menyampaikan pikiran dan perasaan, baik secara lisan maupun tertulis.

Majas PERBANDINGAN

Alegori: Menyatakan dengan cara lain, melalui kiasan atau penggambaran.
Contoh: Perjalanan hidup manusia seperti sungai yang mengalir menyusuri tebing-tebing, yang kadang-kadang sulit ditebak kedalamannya, yang rela menerima segala sampah, dan yang pada akhirnya berhenti ketika bertemu dengan laut.

Alusio: Pemakaian ungkapan yang tidak diselesaikan karena sudah dikenal.
Contoh: Sudah dua hari ia tidak terlihat batang hidungnya.

Simile: Pengungkapan dengan perbandingan eksplisit yang dinyatakan dengan kata depan dan penghubung, seperti layaknya, bagaikan, " umpama", "ibarat","bak", bagai".
Contoh: Kau umpama air aku bagai minyaknya, bagaikan Qais dan Laila yang dimabuk cinta berkorban apa saja.

Metafora: Gaya Bahasa yang membandingkan suatu benda dengan benda lain karena mempunyai sifat yang sama atau hampir sama.
Contoh: Cuaca mendung karena sang raja siang enggan menampakkan diri.

Antropomorfisme: Metafora yang menggunakan kata atau bentuk lain yang berhubungan dengan manusia untuk hal yang bukan manusia.

Sinestesia: Majas yang berupa suatu ungkapan rasa dari suatu indra yang dicurahkan lewat ungkapan rasa indra lainnya.

Antonomasia: Penggunaan sifat sebagai nama diri atau nama diri lain sebagai nama jenis.

Aptronim: Pemberian nama yang cocok dengan sifat atau pekerjaan orang.

Metonimia: Pengungkapan berupa penggunaan nama untuk benda lain yang menjadi merek, ciri khas, atau atribut.
Contoh: Karena sering menghisap jarum, dia terserang penyakit paru-paru. (Rokok merek Djarum)

Hipokorisme: Penggunaan nama timangan atau kata yang dipakai untuk menunjukkan hubungan karib.

Litotes: Ungkapan berupa penurunan kualitas suatu fakta dengan tujuan merendahkan diri.
Contoh: Terimalah kado yang tidak berharga ini sebagai tanda terima kasihku.

Hiperbola: Pengungkapan yang melebih-lebihkan kenyataan sehingga kenyataan tersebut menjadi tidak masuk akal.
Contoh: Gedung-gedung perkantoran di kota-kota besar telah mencapai langit.

Personifikasi: Pengungkapan dengan menggunakan perilaku manusia yang diberikan kepada sesuatu yang bukan manusia.
Contoh: Hembusan angin di tepi pantai membelai rambutku.

Depersonifikasi: Pengungkapan dengan tidak menjadikan benda-benda mati atau tidak bernyawa.

Pars pro toto: Pengungkapan sebagian dari objek untuk menunjukkan keseluruhan objek.
Contoh: Sejak kemarin dia tidak kelihatan batang hidungnya.

Totum pro parte: Pengungkapan keseluruhan objek padahal yang dimaksud hanya sebagian.
Contoh: Indonesia bertanding volly melawan Thailand.

Eufimisme: Pengungkapan kata-kata yang dipandang tabu atau dirasa kasar dengan kata-kata lain yang lebih pantas atau dianggap halus.
Contoh: Di mana saya bisa menemukan kamar kecilnya?

Disfemisme: Pengungkapan pernyataan tabu atau yang dirasa kurang pantas sebagaimana adanya.

Fabel: Menyatakan perilaku binatang sebagai manusia yang dapat berpikir dan bertutur kata.
Contoh: Perilakunya seperti ular yang menggeliat.

Parabel: Ungkapan pelajaran atau nilai tetapi dikiaskan atau disamarkan dalam cerita.

Perifrasa: Ungkapan yang panjang sebagai pengganti ungkapan yang lebih pendek.

Eponim: Menjadikan nama orang sebagai tempat atau pranata.
Contoh: Kita bermain ke rumah Ina.

Simbolik: Melukiskan sesuatu dengan menggunakan simbol atau lambang untuk menyatakan maksud.

Asosiasi: perbandingan terhadap dua hal yang berbeda, namun dinyatakan sama.
Contoh: Masalahnya rumit, susah mencari jalan keluarnya seperti benang kusut.

sumber: http://id.wikipedia.org
Share:

Unsur Intrinsik Karya Sastra (Fiksi) Cerpen Novel

Unsur Intrinsik Karya Sastra (Fiksi)
Prosa (Cerpen atau Novel)


A. Tema
adalah ide pokok sebuah cerita, yang diyakini dan dijadikan sumber cerita.


B. Alur, Plot, atau Jalan Cerita
adalah susunan peristiwa atau kejadian yang membentuk sebuah cerita.

Alur dibagi menjadi 3 yaitu: 
  1. Alur maju adalah rangkaian peristiwa yang urutannya sesuai dengan urutan waktu kejadian atau cerita yang bergerak ke depan terus. 
  2. Alur mundur adalah rangkaian peristiwa yang susunannya tidak sesuai dengan urutan waktu kejadian atau cerita yang bergerak mundur (flashback). 
  3. Alur campuran adalah campuran antara alur maju dan alur mundur.
    Alur meliputi beberapa tahap:
    1. Pengantar: bagian cerita berupa lukisan, waktu, tempat atau kejadian yang merupakan awal cerita.
    2. Penampilan masalah: bagian yang menceritakan masalah yang dihadapi pelaku cerita.
    3. Puncak ketegangan / klimaks : masalah dalam cerita sudah sangat gawat, konflik telah memuncak.
    4. Ketegangan menurun / antiklimaks : masalah telah berangsur–angsur dapat diatasi dan kekhawatiran mulai hilang.
    5. Penyelesaian / resolusi : masalah telah dapat diatasi atau diselesaikan.

    C. Tokoh, Pelaku, atau Pemeran
    adalah yang berperan dalam sebuah cerita, dapat berupa manusia, hewan, atau benda-benda yang "dihidupkan". 

    Biasanya tokoh dibagi menjadi 3, yaitu:

    1. Protagonis (berasal dari bahasa Yunani πρωταγωνιστής (protagonistes), "orang yang berperan dalam bagian pertama suatu cerita, aktor utama")adalah tokoh utama dalam suatu hal seperti buku cerita, film, video game maupun teater. Dalam literatur, protagonis adalah tokoh yang melawan antagonis. Protagonis sering merupakan seorang pemeran utama , kadang-kadang seorang jagoan, atau hal lainnya yang merupakan konflik dengan antagonis. Protagonis biasanya baik dan tidak jahat. Namun dalam beberapa cerita, tidak semua protagonis menjadi jagoan atau baik. Adakalanya protagonis bertingkah seperti antagonis yang kemudian dikenal sebagai Protagonist Anti-Hero (Anti-Heroine untuk wanita).
    2. Antagonis; dalam literatur, antagonis adalah karakter yang melawan karakter utama atau protagonis. Antagonis sering merupakan seorang penjahat, kadang-kadang mungkin binatang, atau hal lainnya yang merupakan konflik dengan protagonis. Antagonis biasanya jahat dan tidak baik serta sering menjadi pembuat onar (ulah). 
    3. Tritagonis; yaitu tokoh pelerai; dapat juga menjadi tokoh pembantu, baik untuk tokoh protagonis maupun untuk tokoh antagonis. Tokoh tritagonis adalah tokoh yang tidak memegang peran utama dalam cerita. Tokoh tritagonis biasanya tidak terlibat dalam semua bagian cerita. Keberadaannya berperan sebagai penghubung antara tokoh protagonis dan antagonis.

    Berdasarkan peranannya, tokoh diklasifikasikan menjadi 3, yaitu:

    1. Tokoh sentral yaitu tokoh-tokoh yang paling menentukan dalam drama. Tokoh sentral merupakan penyebab terjadinya konflik. Tokoh sentral meliputi tokoh protagonis dan tokoh antagonis.
    2. Tokoh utama yaitu tokoh pendukung atau penentang tokoh sentral. Dapat juga sebagai perantara tokoh sentral. Dalam hal ini adalah tokoh tritagonis.
    3. Tokoh pembantu yaitu tokoh-tokoh yang memegang peran pelengkap atau tambahan dalam mata rangkai cerita. Kehadiran tokoh pembantu ini menurut kebutuhan cerita saja. Tidak semua drama menampilkan kehadiran tokoh pembantu.

    D. Penokohan, Watak, perwatakan, atau Karakter
    Perwatakan disebut juga penokohan. Perwatakan/penokohan adalah penggambaran sifat batin seseorang tokoh yang disajikan dalam cerita. Perwatakan tokoh-tokoh dalam drama digambarkan melalui dialog, ekspresi, atau tingkah laku sang tokoh. Penggambaran watak tokoh dalam naskah drama erat kaitannya dalam pemilihan setting/latar atau tempat terjadinya peristiwa.

    Penggambarkan watak atau karakter seseorang tokoh yang dapat dilihat dari 3 segi yaitu melalui:
    1. Dialog tokoh
    2. Penjelasan tokoh
    3. Penggambaran fisik tokoh
    Ada 3 cara yang digunakan pengarang untuk melukiskan watak tokoh cerita, yaitu:
    1. secara langsung; pada pelukisan secara langsung, pengarang langsung melukiskan keadaan dan sifat si tokoh, misalnya cerewet, nakal, jelek, baik, atau berkulit hitam.
    2. secara tidak langsung; pada pelukisan watak secara tidak langsung, pengarang secara tersamar memberitahukan keadaan tokoh cerita. Watak tokoh dapat disimpulkan dari pikiran, cakapan, ucapan, dan tingkah laku tokoh, bahkan dari penampilannya. Watak tokoh juga dapat disimpulkan melalui tokoh lain yang menceritakan secara tidak langsung.
    3. secara kontekstual; pada Pelukisan kontekstual, watak tokoh dapat disimpulkan dari bahasa yang digunakan pengarang untuk mengacu kepada tokoh.
    Ada 3 macam cara untuk melukiskan atau menggambarkan watak para tokoh dalam cerita, yaitu:

    1. Cara analitik; Pengarang menceritakan atau menjelaskan watak tokoh cerita secara langsung. 
    2. Cara dramatik; Pengarang tidak secara langsung menceritakan watak tokoh seperti pada cara analitik, melainkan menggambarkan watak tokoh dengan cara:
    • melukiskan tempat atau lingkungan sang tokoh.
    • menampilkan dialog antartokoh dan dari dialog-dialog itu akan tampak watak para tokoh cerita.
    • menceritakan tingkah laku, perbuatan, atau reaksi tokoh terhadap suatu peristiwa. 
    3. Cara gabungan analitik dan dramatik; Pengarang menggunakan kedua cara tersebut di atas secara bersamaan dengan anggapan bahwa keduanya bersifat saling melengkapi.


    E. Latar (Setting)
    adalah tempat, waktu, dan suasana yang terdapat dalam cerita. Sebuah cerita harus jelas di mana berlangsungnya (latar tempat), kapan terjadinya (latar waktu), dan suasana serta keadaan ketika cerita berlangsung (latar suasana).





    F. Sudut Pandang (Point of View)
    adalah cara pengarang "mem-posisi-kan" dirinya dalam karya tersebut.

    Sudut pandang pengarang (SPP) secara garis besar dibedakan menjadi 2 yaitu:
    1. Sudut Pandang Orang I (kesatu atau pertama atau "aku-an"); SPP orang I ditandai dengan menggunakan "aku" atau "saya" sebagai tokoh cerita. 
    2. Sudut Pandang Orang III (ketiga atau "dia-an"); SPP orang III ditandai dengan menggunakan "dia/ia" atau 'nama pelaku' sebagai tokoh cerita.
    Sudut Pandang orang I (kesatu) dibedakan menjadi 2, yaitu:

    1. SPP orang I Pelaku Utama
    Contoh: (penulis sebagai "AKU", menjadi tokoh utama)
    Sore itu aku sedang menyapu halaman rumahku. Tiba-tiba aku dikagetkan suara benda jatuh. Aku melangkah menjauh sambil menoleh ke arah suara. Ternyata suara itu suara mangga bekas codot yang jatuh.
    "Astagfirullah!" aku menenangkan diri.
    "Aku juga kaget, Mas," Kadir melongok dari jendela.
    "Kamu mendengar juga, Dir?" aku menoleh ke arah Kadir, "Padahal cuma ini," kupungut mangga yang tercabik-cabik gigitan codot itu. 
      
    2. SPP orang I Pelaku Sampingan
    Contoh: (penulis sebagai "AKU", menjadi tokoh sampingan)
    Sore itu Kadir sedang menyapu halaman rumahnya. Tiba-tiba dia dikagetkan suara benda jatuh. Dia melangkah menjauh sambil menoleh ke arah suara. Ternyata suara itu suara mangga bekas codot yang jatuh.
    "Astagfirullah!" Kadir menenangkan diri.
    "Aku juga kaget, Mas," aku melongok dari jendela.
    "Kamu mendengar juga, Yok?" Kadir menoleh ke arahku, "Padahal cuma ini," Kadir memungut mangga yang tercabik-cabik gigitan codot itu.

    Sudut Pandang orang III (ketiga) dibedakan menjadi:

    1. SPP orang III Serbatahu; Dikatakan serbatahu maksudnya bahwa pengarang menceritakan sedetil mungkin sampai ke masalah yang ada dalam pikiran si tokoh cerita.

    Contoh:
    Sore itu Kadir sedang menyapu halaman rumahnya. Tiba-tiba dia dikagetkan suara benda jatuh. Dia melangkah menjauh sambil menoleh ke arah suara. Ternyata suara itu suara mangga bekas codot yang jatuh.
    "Astagfirullah!" Kadir menenangkan diri.
    "Aku juga kaget, Mas," Doyok melongok dari jendela.
    "Kamu mendengar juga, Yok?" Kadir menoleh ke arah Doyok, "Padahal cuma ini," Kadir memungut mangga yang tercabik-cabik gigitan codot itu.

    2. SPP orang III Tidak Serbatahu atau Terbatas; Dikatakan "tidak serbatahu" maksudnya bahwa pengarang tidak menceritakan sedetil mungkin sampai ke masalah yang ada dalam pikiran si tokoh cerita. Kesannya pengarang tidak mengetahui apa yang sudah, sedang dan akan terjadi.

    Contoh:
    Sore itu seorang laki-laki sedang menyapu halaman rumah. Tiba-tiba ada suara benda jatuh. Entah apa yang dia rasakan dan dia melangkah menjauh sambil menoleh ke arah suara tersebut. Ternyata suara itu suara mangga bekas codot yang jatuh.
    "Astagfirullah!" laki-laki itu menenangkan diri.
    "Aku juga kaget, Mas," seorang laki-laki lain melongok dari jendela.
    "Kamu mendengar juga, Yok?" laki-laki yang sedang menyapu tadi menoleh ke arah laki-laki yang ada di jendela, "Padahal cuma ini," laki-laki itu memungut mangga yang tercabik-cabik gigitan codot itu.


    G. Gaya Bahasa
    adalah pemanfaatan kekayaan bahasa, pemakaian ragam tertentu untuk memperoleh efek-efek tertentu, keseluruhan ciri bahasa sekelompok penulis sastra dan cara khas dalam menyampaikan pikiran dan perasaan, baik secara lisan maupun tertulis. Gaya bahasa adalah cara mengungkapkan perasaan atau pikiran dengan bahasa sedemikian rupa, sehingga kesan dan efek terhadap pembaca atau pendengar dapat dicapai semaksimal dan seintensif mungkin.

    Gaya bahasa ialah cara penyair menggunakan bahsa untuk menimbulkan kesan-kesan tertentu. Gaya digunakan untuk melahirkan keindahan (http://esastra.com/kurusu/kepenyairan.htm#Modul 11). Hal itu terjadi karena dalam karya sastralah ia paling sering dijumpai, sebagai wujud eksplorasi dan kreativitas sastrawan-sastrawati dalam berekspresi.

    Gaya bahasa adalah cara mengungkapkan pikiranmelalui bahasa secara khas yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulis/pemakai bahasa (Gorys Keraf, 2002: 113). Suatu penciptaan puisi, juga bentuk-bentuk tulisan yang lain, misalnya cerpen, novel, naskah drama (Wacana sastra) sangat membutuhkan penguasaan gaya bahasa, agar puisi yang dihasilkan nanti lebih menarik, indah, dan berkualitas.
    Gaya bahasa berdasarkan pilihan kata, yaitu:
    • Gaya bahasa resmi
    • Gaya bahasa tak resmi
    • Gaya bahasa percakapan
    Gaya bahasa berdasarkan nada, yaitu:
    • Gaya sederhana
    • Gaya mulia dan bertenaga
    • Gaya menengah
    Gaya bahasa berdarkan struktur kalimat, yaitu:
    • Klimaks
    • Antiklimaks
    • Paralelisme
    • Antitesis
    • Repetisi

    H. Amanat
    adalah pesan atau nasihat yang ingin disampaikan pengarang melalui cerita.
    Share:

    29 Juli 2012

    Perbedaan Karya Fiksi dan Non-Fiksi

    Perbedaan utama antara fiksi dan nonfiksi terletak pada tujuan

    Maksud dan tujuan dari cerita atau narasi yang nonfiksi, seperti sejarah, biografi, cerita berita, dan cerita perjalanan, adalah untuk menciptakan kembali (to recreate) apa-apa yang telah terjadi secara aktual. Dapat dikatakan Narasi nonfiksi berisi fakta-fakta, sedangkan narasi fiksi mulai dengan mengatakan “Kalau seandainya ini semua adalah fakta-fakta, (maka beginilah yang akan atau harus terjadi)”.
     
    Cerita nonfiksi memusatkan perhatiannya pada realitas (kenyataan sebenarnya). Sementara Dalam cerita fiksi tugas penulis adalah membuat tokoh-tokoh imajinatif (khayalan) menjadi hidup dalam karyanya. Penulis harus meyakinkan pembaca bahwa motif-motif serta tindakan-tindakan tokoh adalah real atau nyata. Penulis sedapat mungkin mencerminkan bukan saja apa-apa yang dikatakan atau dilakukan oleh para tokoh tersebut, tetapi perasaan mereka, serta mengapa mereka bertindak sedemikian rupa.
    Share:

    Faktor Penting dalam Membaca Puisi (Poetry Reading)

    Hal-hal yang harus diperhatikan dalam membaca puisi:
    • Artikulasi; adalah perubahan rongga dan ruang dalam saluran suara untuk menghasilkan bunyi bahasa. Daerah artikulasi terbentang dari bibir luar sampai pita suara, dimana fonem-fonem terbentuk berdasarkan getaran pita suara disertai perubahan posisi lidah dan semacamnya. Pengucapan dan pelafalan kata-kata harus tepat.
    • Intonasi; adalah lagu kalimat atau nada; atau ketepatan penyajian tinggi rendah nada.
    • Vokal; yaitu hal mengenai suara; bunyi bahasa yang dihasilkan oleh arus udara dari paru-paru melalui pita suara dan penyempitan pada saluran suara di atas glotis. Dalam hal ini vokal yang keluar dari sang pembaca puisi harus jelas terdengar. Faktor ini berkaitan pula dengan volume atau lemah-lembutnya suara yang dikeluarkan.
    • Mimik; yaitu ekspresi wajah; adalah hasil dari satu atau lebih gerakan atau posisi otot pada wajah. Ekspresi wajah merupakan salah satu bentuk komunikasi nonverbal, dan dapat menyampaikan keadaan emosi dari seseorang kepada orang yang mengamatinya. Ekspresi wajah merupakan salah satu cara penting dalam menyampaikan pesan sosial dalam kehidupan manusia, namun juga terjadi pada mamalia lain dan beberapa spesies hewan lainnya.
    • Gestur; gerak isyarat; adalah bentuk komunikasi nonverbal yang dilakukan dengan gerakan anggota tubuh. Gerak isyarat dilakukan untuk menggantikan, atau bersamaan dengan komunikasi verbal. Dengan gerak isyarat, seseorang dapat mengekspresikan berbagai perasaan dan pikiran, dari perasaan jijik, permusuhan, hingga penerimaan dan kasih sayang. Banyak orang yang menggunakan gerak tubuh dan bahasa tubuh selain kata-kata ketika berbicara. Penggunaan gerak isyarat berbeda-beda dalam berbagai budaya, dan jumlah gerak tubuh yang pantas digunakan juga berbeda-beda dari suatu lokasi ke lokasi yang lain.
    • Penghayatan; pengalaman batin, seorang pembaca puisi harus dapat merasakan dan menghayati puisi yang dibacanya dalam batin atau hati nuraninya.

    • Pembinaan Puncak.
    Share:

    Tujuan Membaca Puisi (Poetry Reading)

    Tujuan Membaca Puisi

    Tujuan membaca puisi tidak berbeda dengan tujuan sastra. Tujuan seorang pembaca puisi tak berbeda dengan tujuan sastrawan (penyair, pengarang puisi, atau penulis puisi). Keduanya saling membutuhkan dan saling melengkapi.

    Seorang penyair (sastrawan, pengarang puisi, atau penulis puisi) menyampaikan buah pikirannya, gejolak perasaannya, dan luapan emosinya melalui bahasa tulisan. Penyair menuliskan semua yang dirasakan dan dihayatinya.

    Sementara itu, seorang pembaca puisi (orang yang membaca puisi, mungkin si pengarang puisi itu sendiri atau orang lain) menyampaikan seluruh buah pikiran dan perasaan penyair tadi melalui bahasa lisan. 

    Keduanya memiliki tujuan yang sama, yakni menyampaikan isi hati pengarangnya, sang penulis puisi.
    Share:

    Saran dan Cara dalam Membaca Puisi (Poetry Reading)

    Saran 'Mursal Esten' dalam Membaca Puisi

    • Perhatikan judul puisi;
    • Lihatlah kata-kata yang dominan;
    • Selamilah makna konotatif;
    • Dalam mencari dan menemukan makna, yang benar adalah makna yang sesuai dengan struktur bahasa;
    • Tangkaplah pikiran yang ada dalam puisi dengan memparafrasekannya;
    • Jawablah apa dan siapa yang dimaksud dengan kata ganti dan siapa yang mengucapkan kalimat yang diberi tanda kutip;
    • Temukanlah pertalian makna tiap unit puisi (kata demi kata, frase demi frase, larik demi larik, dan bait demi bait);
    • Carilah dan kejarlah makna yang masih tersembunyi;
    • Perhatikanlah corak dan aliran sajak yang kita baca (imajis, religius, liris, atau epik), dan;
    • Tafsiran kita terhadap puisi mesti dapat kita kembalikan pada teks puisi itu sendiri.


    Dalam proses membaca karya sastra (puisi), pembaca berinteraksi dengannya dalam sejumlah cara.

    • Kognisi akan berperan aktif, bersinggungan dengan seluruh lapisan karya.
    • Strata bunyi-bunyi kata bisa saja menjadi nyata melalui ujaran, atau hanya melalui bunyi dan konfigurasi bunyi yang disadari dalam silent reading.
    • Hal itu bisa terjadi, atau bahkan dalam pembacaan yang bersifat individual, jika pembacaannya berkompeten, ia hampir tidak akan bisa menghindar dari aktualisasi kesatuan makna yang baik.
    • Gaps atau blanks yang terdapat pada struktur temporal karya, sebagai dimensi kedua, perlu dijembatani agar teks yang dibaca dapat dipahami (Sayuti dalam Sarumpaet, 2002:35).
    Share:

    Populer di Indonesia

    Sahabat Sejati

    Informasi Terkini

    Populer Bulanan

    Populer Mingguan

    Kirim Pesan

    Nama

    Email *

    Pesan *

    Arsip Blog