Tersebutlah perkataan seorang raja yang bernama Indera Bungsu dari
Negeri Kobat Syahrial. Setelah berapa lama di atas kerajaan, tiada juga
beroleh putra. Maka pada suatu hari, ia pun menyuruh orang membaca doa
kunut dan sedekah kepada fakir dan miskin. Hatta beberapa lamanya, Tuan
Puteri Sitti Kendi pun hamillah dan bersalin dua orang putra laki-laki.
Adapun yang tua keluarnya dengan panah dan yang muda dengan pedang. Maka
baginda pun terlalu amat sukacita dan menamai anaknya yang tua Syah
Peri dan anaknya yang muda Indera Bangsawan.
Maka anakanda baginda yang dua orang itu pun sampailah usia tujuh tahun
dan dititahkan pergi mengaji kepada Mualim Sufian. Sesudah tahu mengaji,
mereka dititah pula mengaji kitab usul, fikih, hingga saraf, tafsir
sekaliannya diketahuinya. Setelah beberapa lamanya, mereka belajar pula
ilmu senjata, ilmu hikmat, dan isyarat tipu peperangan. Maka baginda pun
bimbanglah, tidak tahu siapa yang patut dirayakan dalam negeri karena
anaknya kedua orang itu sama-sama gagah.
Jikalau baginda pun mencari muslihat; ia menceritakan
kepada kedua anaknya bahwa ia bermimpi bertemu dengan seorang pemuda
yang berkata kepadanya: barang siapa yang dapat mencari buluh perindu
yang dipegangnya, ialah yang patut menjadi raja di dalam negeri.
Setelah mendengar kata-kata baginda, Syah Peri dan Indera Bangsawan pun
bermohon pergi mencari buluh perindu itu. Mereka masuk hutan keluar
hutan, naik gunung turun gunung, masuk rimba keluar rimba, menuju ke
arah matahari hidup.
Maka datang pada suatu hari, hujan pun turunlah dengan angin ribut,
taufan, kelam kabut, gelap gulita dan tiada kelihatan barang suatu pun.
Maka Syah Peri dan Indera Bangsawan pun bercerailah. Setelah teduh hujan
ribut, mereka pun pergi saling carimencari.
Tersebut pula perkataan Syah Peri yang sudah bercerai dengan saudaranya Indera Bangsawan.
Maka ia pun menyerahkan dirinya kepada Allah
Subhanahuwata’ala dan berjalan dengan sekuatkuatnya.
Beberapa lama di jalan, sampailah ia kepada suatu taman, dan bertemu sebuah mahligai.
Ia naik ke atas mahligai itu dan melihat sebuah gendang tergantung.
Gendang itu dibukanya dan dipukulnya. Tiba-tiba ia terdengar orang yang
melarangnya memukul gendang itu. Lalu diambilnya pisau dan ditorehnya
gendang itu, maka Puteri Ratna Sari pun keluarlah dari gendang itu.
Puteri Ratna Sari menerangkan bahwa negerinya telah dikalahkan oleh
Garuda. Itulah sebabnya ia ditaruh orangtuanya dalam gendang itu dengan
suatu cembul. Di dalam cembul yang lain ialah perkakas dan
dayang-dayangnya. Dengan segera Syah Peri mengeluarkan dayang-dayang
itu. Tatkala Garuda itu datang, Garuda itu dibunuhnya. Maka Syah Peri
pun duduklah berkasih-kasihan dengan Puteri Ratna Sari sebagai suami
istri dihadap oleh segala dayang-dayang dan inang pengasuhnya.
Tersebut pula perkataan Indera Bangsawan pergi mencari saudaranya. Ia
sampai di suatu padang yang terlalu luas. Ia masuk di sebuah gua yang
ada di padang itu dan bertemu dengan seorang raksasa. Raksasa itu
menjadi neneknya dan menceritakan bahwa Indera Bangsawan sedang berada
di negeri Antah Berantah yang diperintah oleh Raja Kabir.
Adapun Raja Kabir itu takluk kepada Buraksa dan akan menyerahkan
putrinya, Puteri Kemala Sari sebagai upeti. Kalau tiada demikian, negeri
itu akan dibinasakan oleh Buraksa. Ditambahkannya bahwa Raja Kabir
sudah mencanangkan bahwa barang siapa yang dapat membunuh Buraksa itu
akan dinikahkan dengan anak perempuannya yang terlalu elok parasnya itu.
Sembilan orang anak raja sudah berada di dalam negeri itu. Akhirnya
raksasa itu mencanangkan supaya Indera Bangsawan pergi menolong Raja
Kabir. Diberikannya juga suatu permainan yang disebut sarung kesaktian
dan satu isyarat kepada Indera Bangsawan seperti kanak-kanak dan ilmu
isyarat itu boleh membawanya ke tempat jauh dalam waktu yang singkat.
Dengan mengenakan isyarat yang diberikan raksasa itu, sampailah Indera
Bangsawan di negeri Antah Berantah. Ia menjadikan dirinya budak-budak
berambut keriting. Raja Kabir sangat tertarik kepadanya dan mengambilnya
sebagai permainan Puteri Kemala Sari. Puteri Kemala Sari juga sangat
suka cita melihatnya dan menamainya si Hutan. Maka si Hutan pun disuruh
Puteri Kemala Sari memelihara kambingnya yang dua ekor itu, seekor
jantan dan seekor betina.
Pada suatu hari, Puteri Kemala Sari bercerita tentang nasib saudara
sepupunya Puteri Ratna Sari yang negerinya sudah dirusakkan oleh Garuda.
Diceritakannya juga bahwa Syah Peri lah yang akan membunuh garuda itu.
Adapun Syah Peri itu ada adik kembar, Indera Bangsawan namanya. Ialah
yang akan membunuh Buraksa itu. Tetapi bilakah gerangan Indera Bangsawan
baru akan datang? Puteri Kemala Sari sedih sekali. Si Hutan mencoba
menghiburnya dengan menyanyikan pertunjukan yang manis. Maka Puteri
Kemala Sari pun tertawalah dan si Hutan juga makin disayangi oleh tuan
puteri.
Hatta berapa lamanya Puteri Kemala Sari pun sakit mata, terlalu sangat.
Para ahli nujum mengatakan hanya air susu harimau yang beranak mudalah
yang dapat menyembuhkan penyakit itu. Baginda bertitah lagi. "Barang
siapa yang dapat susu harimau beranak muda, ialah yang akan menjadi
suami tuan puteri."
Setelah mendengar kata-kata baginda Si Hutan pun pergi mengambil seruas
buluh yang berisi susu kambing serta menyangkutkannya pada pohon kayu.
Maka ia pun duduk menunggui pohon itu. Sarung kesaktiannya dikeluarkannya, dan rupanya pun kembali seperti dahulu kala.
Hatta datanglah kesembilan orang anak raja meminta susu kambing yang
disangkanya susu harimau beranak muda itu. Indera Bangsawan berkata susu
itu tidak akan dijual dan hanya akan diberikan kepada orang yang
menyediakan pahanya diselit besi hangat. Maka anak raja yang sembilan
orang itu pun menyingsingkan kainnya untuk diselit Indera Bangsawan
dengan besi panas. Dengan hati yang gembira, mereka mempersembahkan susu
kepada raja, tetapi tabib berkata bahwa susu itu bukan susu harimau
melainkan susu kambing. Sementara itu Indera Bangsawan sudah mendapat
susu harimau dari raksasa (neneknya) dan menunjukkannya kepada raja.
Tabib berkata itulah susu harimau yang sebenarnya.
Diperaskannya susu harimau ke mata tuan puteri.
Setelah genap tiga kali diperaskan oleh tabib, maka tuan puteri pun sembuhlah.
Hatta sampailah masa menyerahkan Tuan Puteri kepada Buraksa. Baginda
menyuruh orang berbuat mahligai di tengah padang akan tempat duduk tuan
puteri. Di bawah mahligai itu ditaruh satu bejana berisi air, supaya
Buraksa boleh datang meminumnya. Di sanalah anak raja yang sembilan
orang itu boleh berebut tuan puteri. Barang siapa yang membunuh Buraksa
itu, yaitu mendapat hidungnya yang tujuh dan matanya yang tujuh, dialah
yang akan menjadi suami tuan puteri.
Maka tuan puteri pun ditinggalkan baginda di mahligai di tengah padang
itu. Si Hutan juga menyusul datang. Tuan puteri terharu akan
kesetiaannya dan menamainya si Kembar. Hatta si Kembar pun bermohon
kepada tuan puteri dan kembali mendapatkan raksasa neneknya. Raksasa
neneknya memberikan seekor kuda hijau dan mengajarnya cara-cara membunuh
Buraksa. Setelah itu, si Kembar pun menaiki kuda hijaunya dan
menghampiri mahligai tuan puteri. Katanya kepada tuan puteri bahwa dia
adalah seorang penghuni hutan rimba yang tiada bernama. Tujuan
kedatangannya ialah hendak melihat tamasya anak raja yang sembilan itu
membunuh Buraksa. Tuan puteri menyilakan naik ke mahligai itu. Setelah
menahan jerat pada mulut bejana itu dan mengikat hujung tali pada leher
kudanya serta memesan kudanya menarik jerat itu bila Buraksa itu datang
meminum air, si Kembar pun naik ke mahligai tuan puteri. Hatta Buraksa
itu pun datanglah dengan gemuruh bunyinya. Tuan puteri ketakutan dan si
Kembar memangkunya.
Tersebut pula perkataan Buraksa itu. Apabila dilihatnya ada air di dalam
mulut bejana itu, maka ia pun minumlah serta dimasukannya kepalanya ke
dalam mulut bejana tempat jerat tertahan itu. Maka kuda hijau si Kembar
pun menarik tali jerat itu dan Buraksa pun terjeratlah. Si Kembar segera
datang memarangnya hingga mati serta menghiris hidungnya yang tujuh dan
matanya yang tujuh itu. Setelah itu si Kembar pun mengucapkan "selamat
tinggal" kepada tuan puteri dan gaib dari padang itu. Tuan
puteri ternganga-nganga seraya berpikir bahwa orang muda itu pasti
adalah Indera Bangsawan. Hatta para anak raja pun datanglah. Dilihatnya
bahwa Buraksa itu sudah mati, tetapi mata dan hidungnya tiada lagi.
Maka mereka pun mengerat telinga, kulit kepala, jari, tangan dan kaki
Buraksa itu untuk dibawa kepada baginda. Baginda tidak percaya mereka
sudah membunuh Buraksa itu, karena tanda-tanda yang dibawa mereka itu
bukan alamatnya. Selang berapa lama, si Kembar pun datang dengan membawa
mata dan hidung Buraksa itu dan diberikan tuan puteri sebagai isteri.
Si Kembar menolak dengan mengatakan bahwa dia adalah hamba yang hina.
Tetapi, tuan puteri menerimanya dengan senang hati.
0 Comments:
Posting Komentar
Harap beri komentar yang positif. Oke boss.....
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.