Stanislavski (dalam Mulyana, 1997:36) telah mengelompokkan empat fenomena seni dalam pemeranan/pementasan.
Klasifikasi Membaca Puisi Menurut Stanislavski
Seni mekanis merupakan seni yang lapuk/usang/tradisional dan cenderung artifisial. Dalam hal membaca puisi, misalnya pembaca beranggapan bahwa kata-kata tertentu disimbolkan dengan cara tertentu pula.
Seni penyajian serupa dengan seni seorang dalang. Pembaca puisi yang menggunakan seni ini akan senantiasa meniru sang dalang (pelatihnya) dalam hal pengucapan, sikap, maupun tindakannya.
Seni eksploitasi dilakukan oleh pembaca yang sangat sadar dengan kelebihan dirinya. Oleh karena itu, dia berusaha menonjolkan kelebihannya, meskipun tidak dituntut dalam pembacaan puisinya. Hal itu, misalnya pembaca melenggak-lenggokkan tubuhnya seperti penari (karena dia memang guru tari), padahal dia sedang membaca puisi, bukan sedang menari.
Seni penghayatan timbul dari diri pembaca. Pengalaman hidup pembaca yang terekam dalam bawah sadarnya akan terseleksi sesuai dengan transaksi yang terjadi berkat pembacaan puisinya. Oleh karena itu, setiap kata yang diucapkan sesuai dengan penghayatannya.
Membaca puisi berarti berusaha menyelami puisi. Ada orang yang membaca puisi cenderung hanya mencari arti yang terkandung di dalamnya. Setiap kata yang ada dicari maknanya dalam kamus, lalu ditelaah tata bahasanya. Pembaca yang demikian ini tidak akan bisa mengerti isi suatu puisi. Puisi tidak selamanya masuk pada kamus atau tata bahasa karena puisi memiliki kebebasan tersendiri.
Ragam membaca puisi dalam bahasa Indonesia dapat dikategorikan berdasarkan beberapa aspek, yaitu:
1. Berdasarkan Tujuan:
- Membaca puisi untuk memahami isi: Tujuannya adalah untuk memahami makna dan pesan yang terkandung dalam puisi. Pembacaan dilakukan dengan cermat dan teliti, dengan memperhatikan struktur puisi, pilihan kata, dan makna kiasan.
- Membaca puisi untuk menghayati isi: Tujuannya adalah untuk merasakan emosi dan pengalaman yang disampaikan penyair dalam puisi. Pembacaan dilakukan dengan penuh penghayatan, dengan memperhatikan intonasi, tempo, dan ekspresi.
- Membaca puisi untuk mendeklamasikan: Tujuannya adalah untuk membacakan puisi dengan suara yang jelas, lantang, dan menarik agar dapat dinikmati oleh pendengar. Pembacaan dilakukan dengan memperhatikan teknik vokal, gesture, dan mimik wajah.
2. Berdasarkan Suasana Hati:
- Membaca puisi dengan gembira: Puisi yang dibaca dengan gembira biasanya memiliki tema yang ringan dan ceria. Pembacaan dilakukan dengan tempo yang cepat, intonasi yang cerah, dan ekspresi wajah yang ceria.
- Membaca puisi dengan sedih: Puisi yang dibaca dengan sedih biasanya memiliki tema yang kelam atau menyedihkan. Pembacaan dilakukan dengan tempo yang lambat, intonasi yang sendu, dan ekspresi wajah yang sedih.
- Membaca puisi dengan marah: Puisi yang dibaca dengan marah biasanya memiliki tema yang kritis atau menyindir. Pembacaan dilakukan dengan tempo yang tegas, intonasi yang keras, dan ekspresi wajah yang marah.
3. Berdasarkan Teknik:
- Membaca puisi dengan teknik tartil: Teknik ini dilakukan dengan membaca puisi secara perlahan dan jelas, dengan memperhatikan arti setiap kata. Cocok untuk puisi dengan makna yang kompleks dan mendalam.
- Membaca puisi dengan teknik ekspresif: Teknik ini dilakukan dengan membaca puisi dengan penuh penghayatan, dengan memperhatikan intonasi, tempo, dan ekspresi. Cocok untuk puisi dengan tema yang emosional.
- Membaca puisi dengan teknik dramatik: Teknik ini dilakukan dengan membaca puisi seolah-olah sedang memerankan tokoh dalam puisi. Cocok untuk puisi dengan tema yang naratif atau dialogis.
4. Berdasarkan Media:
- Membaca puisi tanpa alat peraga: Pembacaan puisi dilakukan tanpa menggunakan alat bantu apa pun.
- Membaca puisi dengan alat peraga: Pembacaan puisi dilakukan dengan menggunakan alat bantu seperti kostum, properti, atau multimedia.
5. Berdasarkan Jumlah Pembaca:
- Membaca puisi tunggal: Pembacaan puisi dilakukan oleh satu orang.
- Membaca puisi berpasangan: Pembacaan puisi dilakukan oleh dua orang, dengan masing-masing orang membacakan bagian yang berbeda.
- Membaca puisi paduan suara: Pembacaan puisi dilakukan oleh banyak orang secara bersama-sama.
Perlu diingat bahwa ragam membaca puisi tidak harus selalu terpaku pada kategori-kategori tersebut. Seorang pembaca puisi dapat mengkombinasikan berbagai ragam untuk menghasilkan pembacaan puisi yang unik dan menarik.
Berikut beberapa contoh penerapan ragam membaca puisi:
- Membaca puisi "Doa Anak Negeri" karya Chairil Anwar dengan teknik tartil untuk memahami makna dan pesan patriotisme yang terkandung dalam puisi.
- Membaca puisi "Sunda" karya Amir Hamzah dengan teknik ekspresif untuk menghayati keindahan alam dan budaya Sunda yang digambarkan dalam puisi.
- Membaca puisi "Balada si Burung Burung" karya W.S. Rendra dengan teknik dramatik untuk memerankan tokoh-tokoh dalam puisi dan menyampaikan kritik sosial yang terkandung di dalamnya.
Semoga penjelasan ini bermanfaat!
0 Comments:
Posting Komentar
Harap beri komentar yang positif. Oke boss.....
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.