Translate

Sabtu, Maret 16, 2013

Jadwal Salat (Sholat, Solat) Seluruh Indonesia

Jadwal Salat (Sholat, Solat) Seluruh Indonesia

Jadwal Salat (Sholat, Solat) Seluruh Indonesia

Jadwal Salat (Sholat, Solat) Seluruh Indonesia

Jadwal Salat (Sholat, Solat) Seluruh Indonesia

Jadwal Salat (Sholat, Solat) Seluruh Indonesia

Read more »

Rabu, Maret 13, 2013

Kurikulum 2013 - Opini Mendikbud RI - Bag. 4

Kurikulum 2013
(Opini Mendikbud RI, Muhammad Nuh)
- Bagian 4 (selesai) -
 ==============
===============

Kedudukan Bahasa

Uraian rumusan kompetensi seperti itu masih belum cukup untuk dapat digunakan, terutama saat merancang kurikulum SD (jenjang sekolah paling rendah), tempat peserta didik mulai diperkenalkan banyak kompetensi untuk dikuasai. Pada saat memulainya pun, peserta didik SD masih belum terlatih berpikir abstrak. Dalam kondisi seperti inilah, maka terlebih dulu perlu dibentuk suatu saluran yang menghubungkan sumber-sumber kompetensi, yang sebagian besarnya abstrak, kepada peserta didik yang masih mulai belajar berpikir abstrak. Di sini peran bahasa menjadi dominan, yaitu sebagai saluran mengantarkan kandungan materi dari semua sumber kompetensi kepada peserta didik.

Usaha membentuk saluran sempurna (perfect channels dalam teknologi komunikasi) dapat dilakukan dengan menempatkan bahasa sebagai penghela mata pelajaran-mata pelajaran lain. Dengan kata lain, kandungan materi mata pelajaran lain dijadikan sebagai konteks dalam penggunaan jenis teks yang sesuai dalam pelajaran Bahasa Indonesia. Melalui pembelajaran tematik integratif dan perumusan kompetensi inti, sebagai pengikat semua kompetensi dasar, pemaduan ini akan dapat dengan mudah direalisasikan.

Dengan cara ini pula, pembelajaran Bahasa Indonesia dapat dibuat menjadi kontekstual, sesuatu yang hilang pada model pembelajaran Bahasa Indonesia saat ini, sehingga pembelajaran Bahasa Indonesia kurang diminati pendidik dan peserta didik. Melalui pembelajaran Bahasa Indonesia yang kontekstual, peserta didik sekaligus dilatih menyajikan bermacam kompetensi dasar secara logis dan sistematis. Mengatakan kompetensi dasar Bahasa Indonesia SD, yang memuat penyusunan teks untuk menjelaskan pemahaman peserta didik, terhadap ilmu pengetahuan alam sebagai mengada-ada (Acep Iwan Saidi, ”Petisi untuk Wapres”), sama saja dengan melupakan fungsi bahasa sebagai pembawa kandungan ilmu pengetahuan.

Kurikulum 2013 adalah kurikulum berbasis kompetensi yang pernah digagas dalam Rintisan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) 2004, tetapi belum terselesaikan karena desakan untuk segera mengimplementasikan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan 2006. Rumusannya berdasarkan sudut pandang yang berbeda dengan kurikulum berbasis materi sehingga sangat dimungkinkan terjadi perbedaan persepsi tentang bagaimana kurikulum seharusnya dirancang. Perbedaan ini menyebabkan munculnya berbagai kritik dari yang terbiasa menggunakan kurikulum berbasis materi. Untuk itu, ada baiknya memahami lebih dahulu konstruksi kompetensi dalam kurikulum sesuai koridor yang telah digariskan UU Sisdiknas sebelum mengkritik.

 ===============
 Tulisan sebelumnya ============== Tulisan selanjutnya

Sumber Tulisan

Read more »

Kurikulum 2013 - Opini Mendikbud RI - Bag. 3

Kurikulum 2013
(Opini Mendikbud RI, Muhammad Nuh)
- Bagian 3 -
 ==============
===============

Kompetensi Inti

Kompetensi lulusan jenjang satuan pendidikan pun masih memerlukan rencana pendidikan yang panjang untuk pencapaiannya. Sekali lagi, teori manajemen mengajarkan, untuk memudahkan proses perencanaan dan pengendaliannya, pencapaian jangka panjang perlu dibagi-bagi jadi beberapa tahap sesuai jenjang kelas di mana kurikulum tersebut diterapkan.

Sejalan dengan UU, kompetensi inti ibarat anak tangga yang harus ditapak peserta didik untuk sampai pada kompetensi lulusan jenjang satuan pendidikan. Kompetensi inti meningkat seiring meningkatnya usia peserta didik yang dinyatakan dengan meningkatnya kelas.

Melalui kompetensi inti, sebagai anak tangga menuju ke kompetensi lulusan, integrasi vertikal antarkompetensi dasar dapat dijamin, dan peningkatan kemampuan peserta dari kelas ke kelas dapat direncanakan. Sebagai anak tangga menuju ke kompetensi lulusan multidimensi, kompetensi inti juga multidimensi. Untuk kemudahan operasionalnya, kompetensi lulusan pada ranah sikap dipecah menjadi dua, yaitu sikap spiritual terkait tujuan membentuk peserta didik yang beriman dan bertakwa, dan kompetensi sikap sosial terkait tujuan membentuk peserta didik yang berakhlak mulia, mandiri, demokratis, dan bertanggung jawab.

Kompetensi inti bukan untuk diajarkan, melainkan untuk dibentuk melalui pembelajaran mata pelajaran-mata pelajaran yang relevan. Setiap mata pelajaran harus tunduk pada kompetensi inti yang telah dirumuskan. Dengan kata lain, semua mata pelajaran yang diajarkan dan dipelajari pada kelas tersebut harus berkontribusi terhadap pembentukan kompetensi inti.

Ibaratnya, kompetensi inti merupakan pengikat kompetensi-kompetensi yang harus dihasilkan dengan mempelajari setiap mata pelajaran. Di sini kompetensi inti berperan sebagai integrator horizontal antarmata pelajaran. Dengan pengertian ini, kompetensi inti adalah bebas dari mata pelajaran karena tidak mewakili mata pelajaran tertentu. 

Kompetensi inti merupakan kebutuhan kompetensi peserta didik, sedangkan mata pelajaran adalah pasokan kompetensi dasar yang akan diserap peserta didik melalui proses pembelajaran yang tepat menjadi kompetensi inti. Bila pengertian kompetensi inti telah dipahami dengan baik, tentunya tidak akan ada kritikan bahwa Kurikulum 2013 adalah salah dengan alasan pada ”Kompetensi Inti Bahasa Indonesia” tidak terdapat kompetensi yang mencerminkan kompetensi Bahasa Indonesia karena memang tak ada yang namanya kompetensi inti Bahasa Indonesia, sebagaimana dipertanyakan Acep Iwan Saidi, ”Petisi untuk Wapres” (Kompas, 2/3).

Dalam mendukung kompetensi inti, capaian pembelajaran mata pelajaran diuraikan menjadi kompetensi dasar-kompetensi dasar yang dikelompokkan menjadi empat. Ini sesuai dengan rumusan kompetensi inti yang didukungnya, yaitu dalam kelompok kompetensi sikap spiritual, kompetensi sikap sosial, kompetensi pengetahuan, dan kompetensi keterampilan.

Uraian kompetensi dasar sedetail ini adalah untuk memastikan capaian pembelajaran tidak berhenti sampai pengetahuan saja, melainkan harus berlanjut ke keterampilan, dan bermuara pada sikap. Kompetensi dasar dalam kelompok kompetensi inti sikap bukanlah untuk peserta didik karena kompetensi ini tidak diajarkan, tidak dihapalkan, tidak diujikan, tapi sebagai pegangan bagi pendidik, bahwa dalam mengajarkan mata pelajaran tersebut ada pesan-pesan sosial dan spiritual yang terkandung dalam materinya.

Apabila konsep pembentukan kompetensi ini dipahami dapat mengurangi, bahkan menghilangkan, kegelisahan yang disampaikan L Wilardjo dalam ”Yang Indah dan yang Absurd” (Kompas, 22/2).
 
 ===============
 Tulisan sebelumnya ============== Tulisan selanjutnya

Sumber Tulisan

Read more »

Kurikulum 2013 - Opini Mendikbud RI - Bag. 2

Kurikulum 2013
(Opini Mendikbud RI, Muhammad Nuh)
- Bagian 2 -
 ==============
===============

Perencanaan pembelajaran

Dalam usaha menciptakan sistem perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian yang baik, proses panjang tersebut dibagi beberapa jenjang, berdasarkan perkembangan dan kebutuhan peserta didik. Setiap jenjang dirancang memiliki proses sesuai perkembangan dan kebutuhan peserta didik sehingga ketidakseimbangan antara input yang diberikan dan kapasitas pemrosesan dapat diminimalkan.

Sebagai konsekuensi dari penjenjangan ini, tujuan pendidikan harus dibagi-bagi menjadi tujuan antara. Pada dasarnya, kurikulum merupakan perencanaan pembelajaran yang dirancang berdasarkan tujuan antara di atas. Proses perancangannya diawali dengan menentukan kompetensi lulusan (standar kompetensi lulusan). Hasilnya, kurikulum jenjang satuan pendidikan.

Dalam teori manajemen, sebagai sistem perencanaan pembelajaran yang baik, kurikulum harus mencakup empat hal.

Pertama, hasil akhir pendidikan yang harus dicapai peserta didik (keluaran), dan dirumuskan sebagai kompetensi lulusan.

Kedua, kandungan materi yang harus diajarkan kepada, dan dipelajari oleh peserta didik (masukan/standar isi), dalam usaha membentuk kompetensi lulusan yang diinginkan.

Ketiga, pelaksanaan pembelajaran (proses, termasuk metodologi pembelajaran sebagai bagian dari standar proses) supaya ketiga kompetensi yang diinginkan terbentuk pada diri peserta didik.

Keempat, penilaian kesesuaian proses dan ketercapaian tujuan pembelajaran sedini mungkin untuk memastikan bahwa masukan, proses, dan keluaran tersebut sesuai dengan rencana.

Dengan konsep kurikulum berbasis kompetensi, tak tepat jika ada yang menyampaikan bahwa pemerintah salah sasaran saat merencanakan perubahan kurikulum karena yang perlu diperbaiki sebenarnya metodologi pembelajaran, bukan kurikulum (Mohammad Abduhzen, ”Urgensi Kurikulum 2013”, Kompas 21/2 dan ”Implementasi Pendidikan”, Kompas 6/3). Hal ini menunjukkan belum dipahaminya secara utuh bahwa kurikulum berbasis kompetensi mencakup metodologi pembelajaran.

Tanpa metodologi pembelajaran yang sesuai, tak akan terbentuk kompetensi yang diharapkan. Sebagai contoh, dalam Kurikulum 2013, kompetensi lulusan dalam ranah keterampilan untuk SD dirumuskan sebagai ”memiliki (melalui mengamati, menanya, mencoba, mengolah, menyaji, menalar, mencipta) kemampuan pikir dan tindak yang produktif dan kreatif, dalam ranah konkret dan abstrak, sesuai yang ditugaskan kepadanya.”

Kompetensi semacam ini tak akan tercapai bila pengertian kurikulum diartikan sempit, tak termasuk metodologi pembelajaran. Proses pembentukan kompetensi itu sudah dirumuskan dengan baik melalui kajian para peneliti, dan akhirnya diterima luas sebagai suatu taksonomi.

Pemikiran pengembangan Kurikulum 2013 seperti diuraikan di atas dikembangkan atas dasar taksonomi-taksonomi yang diterima secara luas, kajian KBK 2004 dan KTSP 2006, dan tantangan abad ke-21 serta penyiapan Generasi 2045. Dengan demikian, tidaklah tepat apa yang disampaikan Elin Driana, ”Gawat Darurat Pendidikan” (Kompas, 14/12/2012) yang mengharapkan sebelum Kurikulum 2013 disahkan, baiknya dilakukan evaluasi terhadap kurikulum sebelumnya.

Mengatakan tak ada masalah dengan kurikulum saat ini adalah kurang tepat. Sebagai contoh, hasil pembandingan antara materi TIMSS 2011 dan materi kurikulum saat ini, untuk mata pelajaran Matematika dan IPA, menunjukkan, kurang dari 70 persen materi TIMSS yang telah diajarkan sampai dengan kelas VIII SMP. Belum lagi rumusan kompetensi yang belum sesuai tuntutan UU dan praktik terbaik di dunia, ketidaksesuaian materi mata pelajaran dan tumpang tindih yang tak diperlukan pada beberapa materi mata pelajaran, kecepatan pembelajaran yang tak selaras antarmata pelajaran, dangkalnya materi, proses, dan penilaian pembelajaran, sehingga peserta didik kurang dilatih bernalar dan berpikir.

 ===============
 Tulisan sebelumnya ============== Tulisan selanjutnya

Sumber Tulisan

Read more »

Kurikulum 2013 - Opini Mendikbud RI - Bag. 1

Kurikulum 2013
(Opini Mendikbud RI, Muhammad Nuh)
- Bagian 1 -
 ==============
===============

Dalam beberapa bulan terakhir, harian Kompas memuat tulisan dari mereka yang pro ataupun kontra terhadap rencana implementasi Kurikulum 2013. Saya menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang tinggi atas berbagai pandangan tersebut.

Saya berkesimpulan, mereka yang mempertanyakan Kurikulum 2013 adalah karena ada perbedaan cara pandang atau belum memahami secara utuh konsep kurikulum berbasis kompetensi yang menjadi dasar Kurikulum 2013. Secara falsafati, pendidikan adalah proses panjang dan berkelanjutan untuk mentransformasikan peserta didik menjadi manusia yang sesuai dengan tujuan penciptaannya, yaitu bermanfaat bagi dirinya, bagi sesama, bagi alam semesta, beserta segenap isi dan peradabannya.

Dalam UU Sisdiknas, menjadi bermanfaat itu dirumuskan dalam indikator strategis, seperti beriman-bertakwa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Dalam memenuhi kebutuhan kompetensi abad ke-21, UU Sisdiknas juga memberikan arahan yang jelas bahwa tujuan pendidikan harus dicapai salah satunya melalui penerapan kurikulum berbasis kompetensi.

Kompetensi lulusan program pendidikan harus mencakup tiga kompetensi, yakni sikap, pengetahuan, dan keterampilan, sehingga yang dihasilkan adalah manusia seutuhnya. Dengan demikian, tujuan pendidikan nasional perlu dijabarkan menjadi himpunan kompetensi dalam tiga ranah kompetensi (sikap, pengetahuan, dan keterampilan). Di dalamnya terdapat sejumlah kompetensi yang harus dimiliki seseorang agar dapat menjadi orang beriman dan bertakwa, berilmu, dan seterusnya.

Mengingat pendidikan idealnya proses sepanjang hayat, maka lulusan atau keluaran dari suatu proses pendidikan tertentu harus dipastikan memiliki kompetensi yang diperlukan untuk melanjutkan pendidikannya secara mandiri sehingga esensi tujuan pendidikan tercapai.

 ===============
 Tulisan sebelumnya ============== Tulisan selanjutnya

Sumber Tulisan

Read more »

Selasa, Maret 12, 2013

Kingdom of Saudi Arabia (Mecca and Madina) - Abdul-Aziz bin Saud

Saudi Arabia (Listeni/ˌsaʊdi əˈreɪbi.ə/ or Listeni/ˌsɔːdiː əˈreɪbi.ə/; Arabic: السعودية‎ as-Su‘ūdiyyah or as-Sa‘ūdiyyah), officially known as the Kingdom of Saudi Arabia (Arabic: المملكة العربية السعودية‎ al-Mamlakah al-‘Arabiyyah as-Su‘ūdiyyah, About this sound Arabic pronunciation (help·info)), is the largest Arab state in Western Asia by land area (approximately 2,250,000 km2 (870,000 sq mi), constituting the bulk of the Arabian Peninsula) and the second-largest in the Arab world (after Algeria).




It is bordered by Jordan and Iraq to the north, Kuwait to the northeast, Qatar, Bahrain and the United Arab Emirates to the east, Oman to the southeast, Yemen in the south, the Red Sea to the west and Persian Gulf to the east. Its population is estimated to consist of 16 million citizens and an additional 9 million registered foreign expatriates and 2 million illegal immigrants.






The Kingdom of Saudi Arabia was founded by Abdul-Aziz bin Saud (known for most of his career as Ibn Saud) in 1932, although the conquests which eventually led to the creation of the Kingdom began in 1902 when he captured Riyadh, the ancestral home of his family, the House of Saud, referred to in Arabic as Al Saud. The Saudi Arabian government has been an absolute monarchy since its inception, and it describes itself as being Islamic. Saudi Arabia is the birthplace of Islam and the kingdom is sometimes called "the Land of the Two Holy Mosques" in reference to Al-Masjid al-Haram (in Mecca), and Al-Masjid al-Nabawi (in Medina), the two holiest places in Islam.

Saudi Arabia has the world's second largest oil reserves which are concentrated largely in the Eastern Province. Oil accounts for more than 95% of exports and 70% of government revenue, although the share of the non-oil economy has been growing recently. This has facilitated the transformation of an underdeveloped desert kingdom into one of the world's wealthiest nations. Vast oil revenues have permitted rapid modernisation, such as the creation of a welfare state. It has also the world's sixth largest natural gas reserves. It is the only country in the world where women are not allowed to drive.



Read more »

Rabu, Maret 06, 2013

Harlem Shake Video Dance Studio - Baauer (Army Original Edition)

harlem shake dance studio harlem shake baauer harlem shake zippy harlem shake studio harlem shake trap harlem shake mp3 harlem shake dance harlem shake download





Sumber Tulisan

Video ini sudah dilihat Free Hit Counter kali

Read more »

Minggu, Maret 03, 2013

Majas Metonimia dalam Ucapan Anas Urbaningrum

Kata-kata yang diucapkan seorang Anas penuh dengan metonimia perang. Dalam metonimia itu terbersit dikotomis baik-buruk, salah-benar, dan terlibat-bebas. Lihat saja kata “sengkuni; nabok nyilih tangan; adigang, adigung, adiguno; dan kata lainnya.” Anas menyampaikan metonimia keburukan untuk menandakan dia bukan keburukan itu sendiri. Padahal, jika dikaji lebih mendalam, seorang AU terlibat dalam konteks metonimia itu. Kalau tidak ada yang “Sengkuni” berarti dia sendiri yang Sengkuni. Kalau tidak ada yang “nabok nyilih tangan”, berarti dia sendiri yang nabok nyilih tangan. Begitulah pergulatan dikotomis dalam sebuah metonimia.




Kata metonimia diturunkan dari kata Yunani meta yang berarti menunjukkan perubahan dan onoma yang berarti nama. Metonimia adalah suatu gaya bahasa yang mempergunakan sebuah kata untuk menyatakan suatu hal lain, karena mempunyai pertalian yang sangat dekat. Hubungan itu dapat berupa penemu untuk hasil penemuan, pemilik untuk barang yang dimiliki, akibat untuk sebab, sebab untuk akibat, isi untuk menyatakan kulitnya, dan sebagainya.

Metonimia disebut oleh Keraf (1992:142) sebagai bagian dari sinekdoke. Sinekdoke dibagi menjadi dua yaitu pars pro toto: pengungkapan sebagian dari objek untuk menunjukkan keseluruhan objek, dan totum pro parte: Pengungkapan keseluruhan objek padahal yang dimaksud hanya sebagian.

Parera (2004:121) menyebut metonimia sebagai hubungan kemaknaan. Berbeda halnya dengan metafora, metonimia muncul dengan kata-kata yang telah diketahui dan saling berhubungan. Metonimia merupakan sebutan pengganti untuk sebuah objek atau perbuatan dengan atribut yang melekat pada objek atau perbuatan yang bersangkutan. Misalnya, “rokok kretek” dikatakan “belikan saya kretek”. Metonimia menurut Parera (2004:121-122) dapat dikelompokkan bedasarkan atribut yang mendasarinya, misalnya metonimia dengan relasi tempat, relasi waktu, relasi atribut (pars prototo), metonimia berelasi penemu atau pencipta, dan metonimi berdasarkan perbuatan.

Dalam metonimia Anas, terlihat relasi atribut, tokoh, dan perbuatan. Untuk itu, dapat digunakan kalimat “Dia sengkuni; Orang itu ‘nabok nyilih tangan; Pailul seorang yang ‘adigang, adigung, adiguno.” Kalimat tersebut bermakna memanaskan karena ada unsur dikotomis. Unsur dikotomis itu dapat dimaknai sebagai pembelaan, perlawanan, dan peperangan.

Metonimia termasuk bagian dari metafora. Artinya, seseorang dapat bersembunyi di sebuah metafora untuk menutupi, memperhalus, atau bahkan memperkasar sebuah makna. Jika demikian, daya bayang yang dibangun seorang Anas berunsur emosional, panas, dan keruh. Daya bayang itu tidak akan pernah mampu mendinginkan khalayak umum. Bukankah tugas pemimpin itu mendinginkan dengan ketulusan dan keikhlasan kepemimpinan yang sebenarnya?





Tulisan ini sudah dibaca Free Hit Counter kali

Read more »

Jumat, Maret 01, 2013

http://www.alexa.com/siteinfo/basando.blogspot.com#

Read more »

Infomersial

Pencarian

Infomersial