Kurikulum 2013
(Opini Mendikbud RI, Muhammad Nuh)
- Bagian 2 -
==============
===============
Perencanaan pembelajaran
Dalam usaha menciptakan
sistem perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian yang baik, proses
panjang tersebut dibagi beberapa jenjang, berdasarkan perkembangan dan
kebutuhan peserta didik. Setiap jenjang dirancang memiliki proses sesuai
perkembangan dan kebutuhan peserta didik sehingga ketidakseimbangan
antara input yang diberikan dan kapasitas pemrosesan dapat diminimalkan.
Sebagai konsekuensi dari penjenjangan ini, tujuan pendidikan harus
dibagi-bagi menjadi tujuan antara. Pada dasarnya, kurikulum merupakan
perencanaan pembelajaran yang dirancang berdasarkan tujuan antara di
atas. Proses perancangannya diawali dengan menentukan kompetensi lulusan
(standar kompetensi lulusan). Hasilnya, kurikulum jenjang satuan
pendidikan.
Dalam teori manajemen, sebagai sistem perencanaan
pembelajaran yang baik, kurikulum harus mencakup empat hal.
Pertama,
hasil akhir pendidikan yang harus dicapai peserta didik (keluaran), dan
dirumuskan sebagai kompetensi lulusan.
Kedua, kandungan materi yang
harus diajarkan kepada, dan dipelajari oleh peserta didik
(masukan/standar isi), dalam usaha membentuk kompetensi lulusan yang
diinginkan.
Ketiga, pelaksanaan pembelajaran (proses, termasuk
metodologi pembelajaran sebagai bagian dari standar proses) supaya
ketiga kompetensi yang diinginkan terbentuk pada diri peserta didik.
Keempat, penilaian kesesuaian proses dan ketercapaian tujuan
pembelajaran sedini mungkin untuk memastikan bahwa masukan, proses, dan
keluaran tersebut sesuai dengan rencana.
Dengan konsep kurikulum
berbasis kompetensi, tak tepat jika ada yang menyampaikan bahwa
pemerintah salah sasaran saat merencanakan perubahan kurikulum karena
yang perlu diperbaiki sebenarnya metodologi pembelajaran, bukan
kurikulum (Mohammad Abduhzen, ”Urgensi Kurikulum 2013”, Kompas 21/2 dan
”Implementasi Pendidikan”, Kompas 6/3). Hal ini menunjukkan belum
dipahaminya secara utuh bahwa kurikulum berbasis kompetensi mencakup
metodologi pembelajaran.
Tanpa metodologi pembelajaran yang sesuai, tak
akan terbentuk kompetensi yang diharapkan. Sebagai contoh, dalam
Kurikulum 2013, kompetensi lulusan dalam ranah keterampilan untuk SD
dirumuskan sebagai ”memiliki (melalui mengamati, menanya, mencoba,
mengolah, menyaji, menalar, mencipta) kemampuan pikir dan tindak yang
produktif dan kreatif, dalam ranah konkret dan abstrak, sesuai yang
ditugaskan kepadanya.”
Kompetensi semacam ini tak akan tercapai
bila pengertian kurikulum diartikan sempit, tak termasuk metodologi
pembelajaran. Proses pembentukan kompetensi itu sudah dirumuskan dengan
baik melalui kajian para peneliti, dan akhirnya diterima luas sebagai
suatu taksonomi.
Pemikiran pengembangan Kurikulum 2013 seperti diuraikan
di atas dikembangkan atas dasar taksonomi-taksonomi yang diterima
secara luas, kajian KBK 2004 dan KTSP 2006, dan tantangan abad ke-21
serta penyiapan Generasi 2045. Dengan demikian, tidaklah tepat apa yang
disampaikan Elin Driana, ”Gawat Darurat Pendidikan” (Kompas, 14/12/2012)
yang mengharapkan sebelum Kurikulum 2013 disahkan, baiknya dilakukan
evaluasi terhadap kurikulum sebelumnya.
Mengatakan tak ada
masalah dengan kurikulum saat ini adalah kurang tepat. Sebagai contoh,
hasil pembandingan antara materi TIMSS 2011 dan materi kurikulum saat
ini, untuk mata pelajaran Matematika dan IPA, menunjukkan, kurang dari
70 persen materi TIMSS yang telah diajarkan sampai dengan kelas VIII
SMP. Belum lagi rumusan kompetensi yang belum sesuai tuntutan UU dan
praktik terbaik di dunia, ketidaksesuaian materi mata pelajaran dan
tumpang tindih yang tak diperlukan pada beberapa materi mata pelajaran,
kecepatan pembelajaran yang tak selaras antarmata pelajaran, dangkalnya
materi, proses, dan penilaian pembelajaran, sehingga peserta didik
kurang dilatih bernalar dan berpikir.
===============
Tulisan sebelumnya ============== Tulisan selanjutnya
Sumber Tulisan