Udang dalam Bakwan
oleh: Abank Juki (Andriyansyah Marjuki)
Gathan adalah seorang pria tangguh dan cerdas yang menjabat sebagai direktur di sebuah perusahaan besar. Meski penampilannya serius dan tegas, ia dikenal sebagai pemimpin yang adil. Di usianya yang sudah menginjak 35 tahun, Gathan masih bujangan. Bukan karena tak ada yang tertarik, namun karena Gathan terlalu sibuk memimpin perusahaan yang sedang ia bangun dari nol.
Di kantor, ada satu karyawan yang menarik perhatiannya. Namanya Aurel, seorang perempuan muda yang pendiam, rajin, dan penuh dedikasi. Berbeda dengan karyawan lainnya, Aurel tak pernah memamerkan dirinya atau mencoba mendekat kepada Gathan. Namun entah mengapa, Gathan selalu bisa melihat ketulusan dalam setiap pekerjaan yang dilakukan Aurel.
Suatu hari, Gathan tanpa sengaja mendengar percakapan antara Aurel dan salah satu teman kantor. Aurel bercerita tentang hidupnya yang penuh keterbatasan. Ayahnya sudah meninggal, ibunya sakit-sakitan, dan dia harus bekerja keras untuk menopang kebutuhan keluarganya. Meskipun hidupnya sulit, Aurel tak pernah mengeluh di kantor. Hal ini membuat Gathan kagum.
Malam itu, Gathan duduk di ruang kerjanya yang sepi. Pikirannya terbang ke arah Aurel. Ia tahu betul bagaimana rasanya hidup dalam kesulitan. Ia sendiri pernah mengalami masa-masa sulit saat membangun karirnya. Rasa iba bercampur dengan kekaguman mulai tumbuh di hatinya. Ia memutuskan untuk melakukan sesuatu.
Keesokan harinya, Gathan memanggil HRD dan meminta data lengkap tentang Aurel. Ia ingin tahu lebih banyak tentang kehidupan karyawan yang diam-diam ia perhatikan itu. Ternyata, gaji Aurel tidak terlalu besar dan ia tinggal di sebuah rumah kontrakan kecil di pinggiran kota. Gathan memutuskan untuk membantu, tapi ia ingin melakukannya tanpa sepengetahuan Aurel.
Beberapa hari kemudian, Aurel menerima email dari perusahaan tentang kenaikan gajinya. Aurel kaget sekaligus senang. Ia tidak menyangka akan ada kenaikan gaji tanpa ada alasan yang jelas. Namun, Aurel tetap bersyukur karena dengan kenaikan ini, ia bisa sedikit meringankan beban hidup keluarganya.
Gathan merasa lega. Ia berhasil membantu Aurel tanpa menimbulkan kecurigaan. Setiap kali melihat Aurel di kantor, ada rasa puas tersendiri di hatinya. Aurel tetap bekerja dengan semangat dan dedikasi tinggi, tanpa menyadari bahwa ada seseorang yang diam-diam memperhatikannya dan berusaha meringankan beban hidupnya.
Namun, bantuan Gathan tak berhenti di sana. Ketika Gathan mendengar bahwa ibu Aurel semakin memburuk dan memerlukan pengobatan yang lebih intensif, Gathan kembali mengambil langkah. Ia mengirimkan uang tambahan secara anonim ke rekening Aurel. Sekali lagi, Aurel merasa heran, tapi bersyukur karena uang itu datang tepat pada saat ia sangat membutuhkannya.
Aurel mulai curiga bahwa ada seseorang yang diam-diam membantunya. Namun, ia tidak tahu siapa. Ia mencoba menelusuri sumber uang yang masuk ke rekeningnya, tapi hasilnya nihil. Di sisi lain, Aurel merasa sangat bersyukur atas bantuan itu, meski ia tidak tahu dari mana asalnya.
Gathan terus menjaga jarak, berusaha tidak menunjukkan perhatian berlebihan kepada Aurel di kantor. Ia takut jika Aurel mengetahui bahwa semua bantuan itu berasal darinya, Aurel akan merasa tidak nyaman. Gathan juga belum menyadari bahwa perasaannya terhadap Aurel mulai tumbuh menjadi lebih dari sekadar rasa iba.
Setiap kali Gathan melihat Aurel di kantor, perasaannya semakin dalam. Ia merasa tertarik bukan hanya karena ketulusan dan kerja keras Aurel, tetapi juga karena ketegaran Aurel menghadapi kesulitan hidup. Namun, Gathan tetap menjaga perasaan itu sendiri, belum berani untuk mengungkapkan apa yang ia rasakan.
Suatu hari, Aurel dipanggil ke ruangan Gathan. Ini adalah kali pertama mereka berbicara secara personal. Gathan berpura-pura hanya ingin membahas pekerjaan, tetapi ia tak bisa menyembunyikan perasaan canggung yang tiba-tiba muncul. Aurel juga merasa aneh karena biasanya Gathan tidak pernah berbicara langsung dengannya.
Di tengah percakapan, Gathan memperhatikan Aurel yang sedang menjelaskan sebuah laporan. Ada sesuatu yang membuatnya tak bisa lepas dari tatapan Aurel. Saat itu Gathan mulai menyadari bahwa perasaannya tidak bisa lagi diabaikan. Ini bukan sekadar simpati, tetapi sesuatu yang jauh lebih dalam.
Setelah pertemuan itu, Gathan sering kali merenung di malam hari. Ia tahu bahwa sebagai atasan, ia harus menjaga profesionalitas. Namun, perasaannya terhadap Aurel terus tumbuh. Setiap kali melihat Aurel di kantor, hatinya bergetar. Gathan sadar, ia telah jatuh hati pada karyawan yang diam-diam selalu ia bantu.
Aurel, di sisi lain, tetap merasa heran dengan segala bantuan yang ia terima. Namun, ia juga merasakan ada sesuatu yang berbeda ketika bertemu Gathan di kantor. Gathan yang biasanya terlihat dingin dan tegas, mulai menunjukkan sikap yang lebih lembut padanya.
Suatu sore, ketika semua karyawan sudah pulang, Gathan tetap di kantornya. Ia termenung memikirkan cara terbaik untuk mengungkapkan perasaannya. Apakah sebaiknya ia terus membantu dari belakang atau harus jujur kepada Aurel? Ia takut jika perasaannya diungkapkan, hubungan profesional mereka akan berubah.
Di saat yang sama, Aurel pulang dengan membawa berbagai pikiran. Dia merasa semakin terhubung dengan Gathan, meski mereka jarang berbicara. Aurel bertanya-tanya apakah Gathan tahu sesuatu tentang bantuan misterius yang selama ini ia terima.
Beberapa minggu kemudian, ibu Aurel sembuh dari sakitnya berkat perawatan yang lebih baik. Aurel merasa sangat berterima kasih kepada orang yang telah membantunya, meski ia tidak tahu siapa. Di tengah rasa syukurnya, Aurel merasa lebih bersemangat bekerja di kantor.
Gathan memperhatikan perubahan sikap Aurel. Aurel tampak lebih ceria dan penuh energi. Ini membuat Gathan merasa bahagia, meskipun ia masih menyimpan perasaannya dalam-dalam. Suatu hari, Gathan memutuskan untuk memanggil Aurel sekali lagi ke ruangannya.
Gathan duduk di mejanya dengan pandangan yang sibuk menatap layar laptop. Hari itu terasa biasa saja baginya, hingga sosok Aurel muncul di kantor. Wajahnya yang ceria dan ramah langsung mencuri perhatian Gathan.
Saat Aurel masuk ke ruangan, Gathan merasakan jantungnya berdegup kencang. Ini adalah momen yang ia tunggu-tunggu. Ia tidak tahu bagaimana cara memulai percakapan ini, tetapi ia tahu bahwa ia harus mengungkapkan perasaannya.
Tak ingin terkesan terlalu tertarik, Gathan tetap fokus bekerja. Namun, beberapa kali ia melihat Aurel melirik ke arah meja kerjanya. Gathan mulai merasa ada sesuatu yang aneh, hingga akhirnya keberanian datang dan ia memutuskan untuk mendekati Aurel.
“Aurel, ya? Selamat datang di ruangan saya,” sapa Gathan sambil tersenyum.
Aurel balas tersenyum, “Iya, terima kasih. Senang bisa bekerja di sini. Maaf kalau saya masih kelihatan canggung.”
“Ah, itu wajar. Semua orang pasti merasakannya di awal. Lagi pula, aku yakin kamu akan cepat menyesuaikan diri,” ujar Gathan dengan nada santai.
Mereka terlibat dalam percakapan ringan tentang
pekerjaan dan lingkungan kantor. Namun, Gathan merasa percakapan ini terlalu
formal. Ia ingin mengobrol lebih santai dengan Aurel, jadi ia pun memberanikan
diri untuk mengajaknya ke kantin.
“Eh, kamu sudah makan siang belum? Kantin di sini lumayan enak, kalau kamu mau, aku bisa menemanimu ke sana,” tawar Gathan.
Aurel sedikit terkejut, tapi senyumnya melebar, “Belum, sih. Boleh.”
Mereka berjalan bersama menuju kantin di lantai bawah. Sepanjang jalan, suasana terasa lebih santai. Gathan merasa percakapan mengalir lebih lancar. Setibanya di kantin, mereka mulai melihat-lihat menu yang tersedia.
“Bakwan di sini enak, lho,” kata Gathan sambil menunjuk ke rak makanan yang berisi bakwan goreng yang terlihat menggoda.
Aurel mengangguk sambil tersenyum. “Aku suka bakwan. Mari kita coba!”
Mereka mengambil beberapa potong bakwan dan duduk di salah satu meja di sudut kantin. Saat gigitan pertama, Gathan tiba-tiba menyadari ada sesuatu yang tidak biasa dengan bakwan tersebut. “Eh, tunggu… ini ada udangnya!” serunya.
Aurel ikut mengangkat alis dan tertawa kecil setelah menggigit bakwan miliknya. “Wah, ternyata bakwan udang, ya. Aku nggak nyangka!” katanya sambil tertawa. “Tapi enak juga, sih.”
Gathan ikut tertawa. “Iya, memang enak. Kantin di sini sering ada kejutan kecil seperti ini. Jadi, kita beruntung hari ini.”
Percakapan mereka pun semakin akrab setelah kejadian itu. Mereka saling bertukar cerita, tidak hanya tentang pekerjaan, tetapi juga kehidupan sehari-hari. Gathan merasa semakin nyaman berbicara dengan Aurel, dan ia menyadari bahwa pertemuan di kantin ini adalah awal dari sebuah hubungan yang lebih dari sekadar rekan kerja.
Bakwan udang yang tak terduga itu menjadi cerita kecil yang akan selalu mereka kenang setiap kali mereka makan siang bersama di kantin. Dan dari situlah, sebuah pertemanan yang semakin erat mulai terbentuk, mungkin bahkan lebih.
Gathan melanjutkan pembicaraan dengan lebih serius. "Terima kasih atas kerja kerasmu selama ini, Aurel," Suara Gathan mulai sedikit gemetar. "Aku tahu hidupmu tidak mudah, dan aku sangat menghargai dedikasimu."
Aurel tersenyum, sedikit terkejut dengan nada suara Gathan yang berbeda dari sebelumnya. "Terima kasih, Pak Gathan. Saya hanya melakukan yang terbaik yang bisa saya lakukan."
Setelah hening sejenak, Gathan melanjutkan, "Aurel, ada sesuatu yang harus aku katakan padamu. Aku sudah lama memperhatikanmu... dan aku tahu tentang kesulitanmu. Aku... akulah yang selama ini membantu secara diam-diam. Aku selama ini seperti udang yang berada dalam bakwan tadi. Ada, tapi tidak terlihat dari luar. Siapapun yang makan bakwan tersebut akan merasakan adanya udang walaupun ia tidak melihatnya di awal.”
Aurel terdiam. Ia tidak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar. Semua bantuan yang selama ini ia terima ternyata berasal dari Gathan, atasannya yang ia kagumi. Hatinya campur aduk antara terkejut dan tersentuh.
"Aku melakukan semua itu bukan karena kasihan, tapi karena aku... karena aku peduli padamu, Aurel," lanjut Gathan. "Dan seiring berjalannya waktu, perasaanku tumbuh. Aku... aku jatuh cinta padamu."
Aurel tak bisa berkata-kata. Ia tidak pernah menyangka Gathan memiliki perasaan seperti itu padanya. Air mata mulai menggenang di matanya, bukan karena sedih, tapi karena tersentuh. "Pak Gathan... saya... saya tidak tahu harus berkata apa."
Gathan mendekat, memegang tangan Aurel dengan lembut. "Kamu tidak perlu menjawab sekarang. Aku hanya ingin kamu tahu apa yang sebenarnya terjadi. Aku ingin jujur padamu."
Aurel menarik napas dalam-dalam. "Pak Gathan, saya juga merasakan sesuatu yang berbeda akhir-akhir ini. Saya menghargai semua yang telah Bapak lakukan untuk saya dan keluarga saya. Saya... saya juga mulai merasakan hal yang sama."
Gathan tersenyum lebar. Perasaan yang selama ini
ia simpan akhirnya terbalas. "Jadi, bisakah kita mulai dari sini? Kita
tidak perlu terburu-buru, tapi aku ingin kita menjalani ini bersama."
Dan itulah awal dari kisah cinta Gathan dan Aurel. Dari hubungan profesional yang penuh dedikasi, menjadi cinta yang tulus dan saling mendukung. Beberapa bulan kemudian, mereka menikah dalam sebuah upacara sederhana, mengukuhkan cinta yang tumbuh di balik keheningan dan perhatian yang tulus.
========================