sumber: https://nimadesriandani.wordpress.com/2014/09/01/pak-ogah-jalanan-membantu-atau-menyusahkan/
Saya dalam perjalanan balik ke kantor dari makan siang. Beramai-ramai
, nebeng teman yang membawa kendaraan. Cuaca sangat panas di luar. Debu
dan uap jalanan bertebaran di udara. Lalu lintas tidak terlalu
padat.Karenanya kendaraan melaju cukup cepat, akhirnya tibalah kami di
putaran jalan. Seorang Pak Ogah berdiri di putaran itu, mengangkat ke
dua tangannya, memanggil-manggil pengemudi untuk melaju dengan gerakan
tangannya, lalu merapat ke pintu pengemudi. Teman saya terlihat agak
kikuk, lalu membuka kaca jendela mobil, memberikan uang kepada Pak Ogah
itu lalu menutup kacanya kembali. Kendaraanpun melaju ke arah yang
berlawanan dengan arah darimana kami datang sebelumnya.
Bagi yang dikotanya tidak mengenal
istilah Pak Ogah jalanan, saya jelaskan sedikit bahwa “Pak Ogah” yang
saya maksudkan ini adalah orang-orang (biasanya laki-laki, umur
bervariasi- dari belasan tahun hingga setengah baya) yang berada di
putaran jalan membantu memuluskan jalan bagi pengemudi yang ingin
memutar haluan, dengan cara memberhentikan atau memperlambat arus lalu
lintas yang sedang melaju. Dengan demikian, pengemudi yang sedang
memutar haluan kendaraannya bisa melakukannya dengan baik tanpa
mengalami kesulitan lalu lintas yang berarti .
Untuk jasanya ini, biasanya mereka
meminta imbalan dari para pengemudi yang bersangkutan, oleh sebab
itulah mereka dinamakan dengan Pak Ogah. Diambil dari nama salah satu
tokoh pengangguran di film Si Unyil yang terkenal dengan kalimatnya
“Cepek dulu dong !” setiap kali membantu orang lain. Kadang Pak Ogah
jalanan ini juga disebut dengan istilah “Polisi Cepek”.
“Lah, orang itu kan tidak menolong kita. Sebenarnya tidak perlu diberi uang”
Celetuk seorang teman. Rupanya ia memikirkan hal yang nyaris sama
dengan yang saya pikirkan. Sebenarnya Pak Ogah yang ini memang tidak
menolong sama sekali. Malah membuat ribet dan kagok teman saya yang
mengemudi.
Pertama, karena kenyataannya lalu lintas relatif sepi. Tidak ada
kepadatan yang berarti. Sebenarnya pengemudi bisa lewat di putaran itu
dengan normal. Tanpa perlu bantuan siapapun, termasuk dari Pak Ogah.
Kedua, Pak Ogah itu berdiri di depan sisi kanan, dekat pintu supir.
Ia tidak membantu mengentikan laju lalu lintas yang berada di sisi kiri.
Mengapa ia berdiri di situ dan malah menghalangi lajunya kendaraan?
Bukankah jika ia mau menolong seharusnya ia berdiri di pintu kiri? Agar
bisa memberhentikan laju lalulintas dari arah kiri? “Karena kalau berdiri di kanan, ia takut tidak kebagian uang dari supir“kata teman saya yang lain. Hmm.. mungkin saja sih. Masuk akal juga.
Teman -teman yang lain ramai-ramai bercerita tentang pengalamannya
dengan Pak Ogah yang rata-rata menurutnya tidak membantu, malah membikin
ribet. Ada yang bercerita bahwa seorang teman kami yang lain bahkan
pernah berani membentak Pak Ogah di tikungan ” Pergi kamu! Kamu tidak berguna berdiri di situ!. Bikin saya susah saja!”
cerita teman saya ketika teman kami itu nyaris menabrak orang lain
gara-gara seorang Pak Ogah sibuk meminta imbalan di sisi kanan tanpa
sedikitpun membantunya mengatur kepadatan lalu lintas di sisi kiri.
Saya tertawa mendengar ceritanya. Karena setahu saya rata-rata pengemudi
wanita umumnya memberi uang kepada Pak Ogah, terlepas apakah sebenarnya
ia dibantu atau tidak. Entah karena takut, merasa nggak enak,segan,
malu , dsb jika tidak memberi uang. Kalau ada yang berani sampai
membentak Pak Ogah, tentu itu sebuah prestasi.
Kesimpulannya beramai-ramai, Pak Ogah yang berdiri di sisi pintu
supir memang tidak membantu. Mereka hanya mengutamakan imbalan dari
pengemudi.
Lalu apakah Pak Ogah itu sebenarnya diperlukan atau tidak? Apakah
ada Pak Ogah yang memang benar-benar membantu dan berguna? Ramai-ramai
teman saya menjawab bahwa Pak Ogah itu kadang dibutuhkan juga
keberadaannya. Tidak semuanya menyusahkan!. Terutama pada saat tidak ada
petugas polisi lalu lintas yang mengatur kepadatan (barangkali karena
jumlah polisi lalu lintas terbatas, atau mereka sedang istirahat,dll).
Pak Ogah sangat dibutuhkan dan bisa jadi sangat berguna.
Pak Ogah yang berdiri di sebelah pintu kiri supir, yang benar-benar
bekerja memberhentikan atau memperlambat laju kendaraan yang lewat
itulah yang memang benar-benar membantu. Itulah yang sebenarnya layak
diberi imbalan. Tapi masalahnya ia berdiri di pintu jauh? Lalu
bagaimana pengemudi bisa memberikannya imbalan? Kecuali ia mendekat
dengan cepat. Jika tidak tentu ia ditinggal oleh pengemudi yang harus
bergegas memutar stir kendaraannya. Kasihan Pak Ogahnya.
Jadi menurut teman-teman saya, yang ideal itu, di setiap tikungan
yang padat dan berpotensi membuat kemacetan sebaiknya ada polisi. Atau
jika tidak, dibutuhkan dua orang Pak Ogah. Pak Ogah1 fokus tugasnya
adalah membantu mengatur lalu lintas, harus berdiri di sisi jauh dari
pengemudi dan tidak perlu memikirkan uang. Dan pak Ogah2 berdiri di sisi
dekat pengemudi tugasnya menampung uang dari pengemudi atas kerja yang
dilakukan oleh pak Ogah1. Pada akhir kegiatan, uang itu harus dibagi
berdua sesuai dengan kesepakatan (sebaiknya Pak Ogah1 yang menerima
bagian yang lebih banyak dong ya.., karena kan resikonya lebih tinggi
dan pekerjaannya lebih sulit, dibanding dengan yang hanya berdiri ,
mengangkat tangan dan meminta uang).
Saya mengingat-ingat, di beberapa putaran jalan rasanya cukup sering
juga saya melihat Pak Ogah beraksi dengan temannya. Berdua atau bertiga.
Barangkali mereka telah memikirkansebelumnya hal-hal yang dipikirkan
oleh para pengemudi.
.sumber: https://nimadesriandani.wordpress.com/2014/09/01/pak-ogah-jalanan-membantu-atau-menyusahkan/
.
Sumber