Tampilkan postingan dengan label Karya Sastra. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Karya Sastra. Tampilkan semua postingan

Jumat, September 06, 2024

Udang dalam Bakwan (Cerpen Remaja Romantis)


https://basando.blogspot.com/

Udang dalam Bakwan

oleh: Abank Juki (Andriyansyah Marjuki)

 



Gathan adalah seorang pria tangguh dan cerdas yang menjabat sebagai direktur di sebuah perusahaan besar. Meski penampilannya serius dan tegas, ia dikenal sebagai pemimpin yang adil. Di usianya yang sudah menginjak 35 tahun, Gathan masih bujangan. Bukan karena tak ada yang tertarik, namun karena Gathan terlalu sibuk memimpin perusahaan yang sedang ia bangun dari nol.  

Di kantor, ada satu karyawan yang menarik perhatiannya. Namanya Aurel, seorang perempuan muda yang pendiam, rajin, dan penuh dedikasi. Berbeda dengan karyawan lainnya, Aurel tak pernah memamerkan dirinya atau mencoba mendekat kepada Gathan. Namun entah mengapa, Gathan selalu bisa melihat ketulusan dalam setiap pekerjaan yang dilakukan Aurel.

Suatu hari, Gathan tanpa sengaja mendengar percakapan antara Aurel dan salah satu teman kantor. Aurel bercerita tentang hidupnya yang penuh keterbatasan. Ayahnya sudah meninggal, ibunya sakit-sakitan, dan dia harus bekerja keras untuk menopang kebutuhan keluarganya. Meskipun hidupnya sulit, Aurel tak pernah mengeluh di kantor. Hal ini membuat Gathan kagum.

Malam itu, Gathan duduk di ruang kerjanya yang sepi. Pikirannya terbang ke arah Aurel. Ia tahu betul bagaimana rasanya hidup dalam kesulitan. Ia sendiri pernah mengalami masa-masa sulit saat membangun karirnya. Rasa iba bercampur dengan kekaguman mulai tumbuh di hatinya. Ia memutuskan untuk melakukan sesuatu.

Keesokan harinya, Gathan memanggil HRD dan meminta data lengkap tentang Aurel. Ia ingin tahu lebih banyak tentang kehidupan karyawan yang diam-diam ia perhatikan itu. Ternyata, gaji Aurel tidak terlalu besar dan ia tinggal di sebuah rumah kontrakan kecil di pinggiran kota. Gathan memutuskan untuk membantu, tapi ia ingin melakukannya tanpa sepengetahuan Aurel.

Beberapa hari kemudian, Aurel menerima email dari perusahaan tentang kenaikan gajinya. Aurel kaget sekaligus senang. Ia tidak menyangka akan ada kenaikan gaji tanpa ada alasan yang jelas. Namun, Aurel tetap bersyukur karena dengan kenaikan ini, ia bisa sedikit meringankan beban hidup keluarganya.

Gathan merasa lega. Ia berhasil membantu Aurel tanpa menimbulkan kecurigaan. Setiap kali melihat Aurel di kantor, ada rasa puas tersendiri di hatinya. Aurel tetap bekerja dengan semangat dan dedikasi tinggi, tanpa menyadari bahwa ada seseorang yang diam-diam memperhatikannya dan berusaha meringankan beban hidupnya.

Namun, bantuan Gathan tak berhenti di sana. Ketika Gathan mendengar bahwa ibu Aurel semakin memburuk dan memerlukan pengobatan yang lebih intensif, Gathan kembali mengambil langkah. Ia mengirimkan uang tambahan secara anonim ke rekening Aurel. Sekali lagi, Aurel merasa heran, tapi bersyukur karena uang itu datang tepat pada saat ia sangat membutuhkannya.

Aurel mulai curiga bahwa ada seseorang yang diam-diam membantunya. Namun, ia tidak tahu siapa. Ia mencoba menelusuri sumber uang yang masuk ke rekeningnya, tapi hasilnya nihil. Di sisi lain, Aurel merasa sangat bersyukur atas bantuan itu, meski ia tidak tahu dari mana asalnya.

Gathan terus menjaga jarak, berusaha tidak menunjukkan perhatian berlebihan kepada Aurel di kantor. Ia takut jika Aurel mengetahui bahwa semua bantuan itu berasal darinya, Aurel akan merasa tidak nyaman. Gathan juga belum menyadari bahwa perasaannya terhadap Aurel mulai tumbuh menjadi lebih dari sekadar rasa iba.

Setiap kali Gathan melihat Aurel di kantor, perasaannya semakin dalam. Ia merasa tertarik bukan hanya karena ketulusan dan kerja keras Aurel, tetapi juga karena ketegaran Aurel menghadapi kesulitan hidup. Namun, Gathan tetap menjaga perasaan itu sendiri, belum berani untuk mengungkapkan apa yang ia rasakan.

Suatu hari, Aurel dipanggil ke ruangan Gathan. Ini adalah kali pertama mereka berbicara secara personal. Gathan berpura-pura hanya ingin membahas pekerjaan, tetapi ia tak bisa menyembunyikan perasaan canggung yang tiba-tiba muncul. Aurel juga merasa aneh karena biasanya Gathan tidak pernah berbicara langsung dengannya.

Di tengah percakapan, Gathan memperhatikan Aurel yang sedang menjelaskan sebuah laporan. Ada sesuatu yang membuatnya tak bisa lepas dari tatapan Aurel. Saat itu Gathan mulai menyadari bahwa perasaannya tidak bisa lagi diabaikan. Ini bukan sekadar simpati, tetapi sesuatu yang jauh lebih dalam.

Setelah pertemuan itu, Gathan sering kali merenung di malam hari. Ia tahu bahwa sebagai atasan, ia harus menjaga profesionalitas. Namun, perasaannya terhadap Aurel terus tumbuh. Setiap kali melihat Aurel di kantor, hatinya bergetar. Gathan sadar, ia telah jatuh hati pada karyawan yang diam-diam selalu ia bantu.

Aurel, di sisi lain, tetap merasa heran dengan segala bantuan yang ia terima. Namun, ia juga merasakan ada sesuatu yang berbeda ketika bertemu Gathan di kantor. Gathan yang biasanya terlihat dingin dan tegas, mulai menunjukkan sikap yang lebih lembut padanya.

Suatu sore, ketika semua karyawan sudah pulang, Gathan tetap di kantornya. Ia termenung memikirkan cara terbaik untuk mengungkapkan perasaannya. Apakah sebaiknya ia terus membantu dari belakang atau harus jujur kepada Aurel? Ia takut jika perasaannya diungkapkan, hubungan profesional mereka akan berubah.

Di saat yang sama, Aurel pulang dengan membawa berbagai pikiran. Dia merasa semakin terhubung dengan Gathan, meski mereka jarang berbicara. Aurel bertanya-tanya apakah Gathan tahu sesuatu tentang bantuan misterius yang selama ini ia terima.

Beberapa minggu kemudian, ibu Aurel sembuh dari sakitnya berkat perawatan yang lebih baik. Aurel merasa sangat berterima kasih kepada orang yang telah membantunya, meski ia tidak tahu siapa. Di tengah rasa syukurnya, Aurel merasa lebih bersemangat bekerja di kantor.

Gathan memperhatikan perubahan sikap Aurel. Aurel tampak lebih ceria dan penuh energi. Ini membuat Gathan merasa bahagia, meskipun ia masih menyimpan perasaannya dalam-dalam. Suatu hari, Gathan memutuskan untuk memanggil Aurel sekali lagi ke ruangannya.

Gathan duduk di mejanya dengan pandangan yang sibuk menatap layar laptop. Hari itu terasa biasa saja baginya, hingga sosok Aurel muncul di kantor. Wajahnya yang ceria dan ramah langsung mencuri perhatian Gathan.

Saat Aurel masuk ke ruangan, Gathan merasakan jantungnya berdegup kencang. Ini adalah momen yang ia tunggu-tunggu. Ia tidak tahu bagaimana cara memulai percakapan ini, tetapi ia tahu bahwa ia harus mengungkapkan perasaannya.

Tak ingin terkesan terlalu tertarik, Gathan tetap fokus bekerja. Namun, beberapa kali ia melihat Aurel melirik ke arah meja kerjanya. Gathan mulai merasa ada sesuatu yang aneh, hingga akhirnya keberanian datang dan ia memutuskan untuk mendekati Aurel.

“Aurel, ya? Selamat datang di ruangan saya,” sapa Gathan sambil tersenyum.

Aurel balas tersenyum, “Iya, terima kasih. Senang bisa bekerja di sini. Maaf kalau saya masih kelihatan canggung.”

“Ah, itu wajar. Semua orang pasti merasakannya di awal. Lagi pula, aku yakin kamu akan cepat menyesuaikan diri,” ujar Gathan dengan nada santai.

Mereka terlibat dalam percakapan ringan tentang pekerjaan dan lingkungan kantor. Namun, Gathan merasa percakapan ini terlalu formal. Ia ingin mengobrol lebih santai dengan Aurel, jadi ia pun memberanikan diri untuk mengajaknya ke kantin.

“Eh, kamu sudah makan siang belum? Kantin di sini lumayan enak, kalau kamu mau, aku bisa menemanimu ke sana,” tawar Gathan.

Aurel sedikit terkejut, tapi senyumnya melebar, “Belum, sih. Boleh.”

Mereka berjalan bersama menuju kantin di lantai bawah. Sepanjang jalan, suasana terasa lebih santai. Gathan merasa percakapan mengalir lebih lancar. Setibanya di kantin, mereka mulai melihat-lihat menu yang tersedia.

“Bakwan di sini enak, lho,” kata Gathan sambil menunjuk ke rak makanan yang berisi bakwan goreng yang terlihat menggoda.

Aurel mengangguk sambil tersenyum. “Aku suka bakwan. Mari kita coba!”

Mereka mengambil beberapa potong bakwan dan duduk di salah satu meja di sudut kantin. Saat gigitan pertama, Gathan tiba-tiba menyadari ada sesuatu yang tidak biasa dengan bakwan tersebut. “Eh, tunggu… ini ada udangnya!” serunya.

Aurel ikut mengangkat alis dan tertawa kecil setelah menggigit bakwan miliknya. “Wah, ternyata bakwan udang, ya. Aku nggak nyangka!” katanya sambil tertawa. “Tapi enak juga, sih.”

Gathan ikut tertawa. “Iya, memang enak. Kantin di sini sering ada kejutan kecil seperti ini. Jadi, kita beruntung hari ini.”

Percakapan mereka pun semakin akrab setelah kejadian itu. Mereka saling bertukar cerita, tidak hanya tentang pekerjaan, tetapi juga kehidupan sehari-hari. Gathan merasa semakin nyaman berbicara dengan Aurel, dan ia menyadari bahwa pertemuan di kantin ini adalah awal dari sebuah hubungan yang lebih dari sekadar rekan kerja.

Bakwan udang yang tak terduga itu menjadi cerita kecil yang akan selalu mereka kenang setiap kali mereka makan siang bersama di kantin. Dan dari situlah, sebuah pertemanan yang semakin erat mulai terbentuk, mungkin bahkan lebih.

Gathan melanjutkan pembicaraan dengan lebih serius. "Terima kasih atas kerja kerasmu selama ini, Aurel," Suara Gathan mulai sedikit gemetar. "Aku tahu hidupmu tidak mudah, dan aku sangat menghargai dedikasimu."

Aurel tersenyum, sedikit terkejut dengan nada suara Gathan yang berbeda dari sebelumnya. "Terima kasih, Pak Gathan. Saya hanya melakukan yang terbaik yang bisa saya lakukan."

Setelah hening sejenak, Gathan melanjutkan, "Aurel, ada sesuatu yang harus aku katakan padamu. Aku sudah lama memperhatikanmu... dan aku tahu tentang kesulitanmu. Aku... akulah yang selama ini membantu secara diam-diam. Aku selama ini seperti udang yang berada dalam bakwan tadi. Ada, tapi tidak terlihat dari luar. Siapapun yang makan bakwan tersebut akan merasakan adanya udang walaupun ia tidak melihatnya di awal.”

Aurel terdiam. Ia tidak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar. Semua bantuan yang selama ini ia terima ternyata berasal dari Gathan, atasannya yang ia kagumi. Hatinya campur aduk antara terkejut dan tersentuh.

"Aku melakukan semua itu bukan karena kasihan, tapi karena aku... karena aku peduli padamu, Aurel," lanjut Gathan. "Dan seiring berjalannya waktu, perasaanku tumbuh. Aku... aku jatuh cinta padamu."

Aurel tak bisa berkata-kata. Ia tidak pernah menyangka Gathan memiliki perasaan seperti itu padanya. Air mata mulai menggenang di matanya, bukan karena sedih, tapi karena tersentuh. "Pak Gathan... saya... saya tidak tahu harus berkata apa."

Gathan mendekat, memegang tangan Aurel dengan lembut. "Kamu tidak perlu menjawab sekarang. Aku hanya ingin kamu tahu apa yang sebenarnya terjadi. Aku ingin jujur padamu."

Aurel menarik napas dalam-dalam. "Pak Gathan, saya juga merasakan sesuatu yang berbeda akhir-akhir ini. Saya menghargai semua yang telah Bapak lakukan untuk saya dan keluarga saya. Saya... saya juga mulai merasakan hal yang sama."

Gathan tersenyum lebar. Perasaan yang selama ini ia simpan akhirnya terbalas. "Jadi, bisakah kita mulai dari sini? Kita tidak perlu terburu-buru, tapi aku ingin kita menjalani ini bersama."

Dan itulah awal dari kisah cinta Gathan dan Aurel. Dari hubungan profesional yang penuh dedikasi, menjadi cinta yang tulus dan saling mendukung. Beberapa bulan kemudian, mereka menikah dalam sebuah upacara sederhana, mengukuhkan cinta yang tumbuh di balik keheningan dan perhatian yang tulus.



Sumber:
 
Under Creative Commons License: Attribution Non-Commercial



========================

web counter

Read more »

Senin, Agustus 19, 2024

Air Mata Ara (Cerpen Remaja Romantis)


https://basando.blogspot.com/


Air Mata Ara

oleh: Abank Juki





Di sebuah desa kecil yang tenang, hiduplah seorang gadis cantik bernama Azzahra yang biasa dipanggil Ara. Kehidupan Ara penuh dengan kebahagiaan sederhana bersama ayah dan ibunya. Ayahnya adalah seorang petani yang rajin, sementara ibunya adalah seorang ibu rumah tangga yang penuh kasih sayang. Namun, kebahagiaan itu tidak bertahan lama. Ayah Ara tiba-tiba jatuh sakit dan meninggal dunia, meninggalkan Ara dan ibunya dalam kesedihan yang mendalam.

Setelah kepergian ayahnya, Ara dan ibunya harus berjuang untuk bertahan hidup. Mereka memutuskan untuk berjualan gorengan di pinggir jalan. Setiap pagi, Ara membantu ibunya menyiapkan bahan-bahan dan menggoreng makanan yang akan dijual. Meskipun hidup mereka sulit, Ara tidak pernah menyerah pada mimpinya untuk menyelesaikan pendidikan.

Hari-hari berlalu dengan cepat, dan Ara semakin terbiasa dengan rutinitas barunya. Setiap pagi, ia bangun lebih awal untuk membantu ibunya menyiapkan gorengan. Setelah itu, ia pergi ke sekolah dengan semangat yang tinggi. Di sekolah, Ara dikenal sebagai siswa yang cerdas dan rajin. Guru-gurunya sangat mengagumi ketekunan dan semangatnya.

Namun, di balik senyum dan semangatnya, Ara menyimpan kesedihan yang mendalam. Ia merindukan ayahnya setiap hari dan sering kali merasa kesepian. Ibunya selalu berusaha menghiburnya dan memberikan dukungan penuh. “Kita harus kuat, Nak. Ayahmu pasti bangga melihatmu berjuang seperti ini,” kata ibunya suatu hari.

Dengan tekad yang kuat, Ara berhasil lulus SMA dengan nilai yang baik. Namun, impian untuk melanjutkan kuliah tampak jauh dari jangkauan karena keterbatasan finansial. Suatu hari, saat sedang berjualan, Ara bertemu dengan seorang pria baik hati bernama Pak Anwar. Pak Anwar adalah seorang pengusaha sukses yang terkesan dengan ketekunan dan semangat Ara.

Pak Anwar adalah seorang pengusaha sukses yang dikenal karena kebijaksanaannya dalam berbisnis. Ia memiliki banyak perusahaan yang bergerak di berbagai bidang, mulai dari properti hingga teknologi. Meskipun telah mencapai puncak kesuksesan, Pak Anwar tetap rendah hati dan sering turun ke lapangan untuk melihat langsung kondisi masyarakat.

Suatu hari, Pak Anwar memutuskan untuk mengunjungi sebuah pasar tradisional di kota kecil tempat ia dibesarkan. Di sana, ia bertemu dengan Ara, seorang gadis muda yang menjual gorengan di pinggir jalan. Ara dikenal sebagai penjual yang jujur dan ramah. Setiap hari, ia bekerja keras untuk membantu keluarganya.

Pak Anwar tertarik dengan kejujuran Ara dan memutuskan untuk mengujinya. Ia membeli beberapa gorengan dan memberikan uang lebih dari yang seharusnya. "Ini uangnya, Mbak," kata Pak Anwar sambil menyerahkan uang tersebut.

Ara menghitung uang itu dan menyadari bahwa jumlahnya lebih banyak dari yang seharusnya. Tanpa ragu, ia mengembalikan kelebihan uang tersebut kepada Pak Anwar. "Maaf, Pak. Uangnya kelebihan. Ini kembaliannya," kata Ara dengan senyum tulus.

Pak Anwar tersenyum dan merasa kagum dengan kejujuran Ara. "Terima kasih, Nak. Kamu benar-benar jujur," katanya. "Saya adalah Pak Anwar, seorang pengusaha di kota ini. Saya ingin menawarkan kamu pekerjaan di perusahaan saya. Saya butuh orang-orang jujur seperti kamu."

Ara terkejut dan merasa sangat bersyukur. "Terima kasih banyak, Pak Anwar." jawab Ara dengan mata berbinar.

"Tapi, saya hanya lulusan SMA, Pak." lanjut Ara dengan perlahan.

Pak Anwar terdiam sejenak lalu menawarkan untuk menjadi ayah asuh Ara dan membantunya melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Dengan dukungan Pak Anwar, Ara berhasil masuk ke universitas dan meraih gelar sarjana. Selama masa kuliah, Ara juga menjalin persahabatan yang erat dengan anak lelaki Pak Anwar yang tampan dan baik hati, bernama Ferdi.

Namun, kehidupan Ara tidak selalu berjalan mulus. Di kampus, Ara menghadapi persaingan ketat dan tekanan akademis yang tinggi. Selain itu, ada beberapa teman sekelas yang iri dengan keberhasilannya dan mencoba menjatuhkannya dengan berbagai cara. Mereka menyebarkan rumor buruk tentang Ara dan berusaha membuatnya merasa tidak nyaman.

Ara merasa tertekan dan hampir menyerah. Namun, dengan dukungan dari Pak Anwar, ibunya, dan Ferdi, ia berhasil bangkit kembali. Ia belajar untuk tidak terpengaruh oleh omongan orang lain dan fokus pada tujuannya. Ara bekerja keras dan akhirnya lulus dengan predikat cum laude.

Pada hari kelulusan, Ara berdiri di atas panggung dengan toga dan topi wisuda. Saat namanya dipanggil, ia melangkah maju dengan hati yang berdebar. Ketika menerima ijazahnya, air mata mengalir di pipinya. Ia melihat ke arah ibunya yang duduk di barisan depan, tersenyum bangga sambil menghapus air mata. Pak Anwar dan Ferdi juga hadir, memberikan tepuk tangan meriah.

Setelah upacara kelulusan, Ara berlari ke arah ibunya dan memeluknya erat. “Terima kasih, Bu. Terima kasih untuk semua pengorbanan dan dukunganmu,” kata Ara dengan suara bergetar. Ibunya membalas pelukan itu dengan hangat. “Ayahmu pasti sangat bangga padamu, Nak. Kamu telah mewujudkan impian kita,” jawab ibunya dengan mata berkaca-kaca.

Pak Anwar dan Ferdi mendekat, memberikan ucapan selamat. “Kami sangat bangga padamu, Ara. Kamu telah membuktikan bahwa dengan tekad dan kerja keras, semua impian bisa tercapai,” kata Pak Anwar. Ferdi, dengan senyum hangatnya, menambahkan, “Aku selalu percaya padamu, Ara. Kamu luar biasa.”

Ferdi adalah putra tunggal Pak Anwar, seorang pengusaha sukses yang dikenal di seluruh kota. Sejak kecil, Ferdi hidup dalam kemewahan dan selalu mendapatkan apa yang diinginkannya. Namun, meskipun memiliki segalanya, Ferdi merasa ada yang kurang dalam hidupnya.

Sementara itu, Ara adalah anak yatim yang diangkat menjadi anak asuh oleh Pak Anwar setelah melihat kejujurannya saat menjual gorengan di pasar. Ara adalah gadis yang cantik, sederhana, dan penuh semangat. Kehadirannya membawa kehangatan baru di rumah Pak Anwar.

Ferdi awalnya tidak terlalu memperhatikan Ara. Baginya, Ara hanyalah seorang gadis biasa yang tinggal di rumah mereka. Namun, seiring berjalannya waktu, Ferdi mulai melihat sisi lain dari Ara. Ia terpesona oleh ketulusan dan kebaikan hati Ara. Setiap kali Ara tersenyum, Ferdi merasakan kehangatan yang belum pernah ia rasakan sebelumnya.

Suatu malam, saat Ferdi sedang duduk di taman belakang rumah, Ara datang menghampirinya. Mereka berbicara tentang banyak hal, mulai dari mimpi-mimpi mereka hingga kenangan masa kecil. Ferdi merasa nyaman berbicara dengan Ara, dan tanpa disadari, ia mulai jatuh cinta pada gadis itu.

Namun, Ferdi merasa ragu untuk mengungkapkan perasaannya. Ia takut jika perasaannya akan merusak hubungan mereka yang sudah baik. Selain itu, ia juga khawatir bagaimana reaksi ayahnya jika mengetahui bahwa ia jatuh cinta pada anak asuhnya sendiri.

Suatu hari, Ferdi memutuskan untuk berbicara dengan ayahnya. "Ayah, aku ingin bicara sesuatu yang penting," kata Ferdi dengan suara bergetar.

Pak Anwar menatap putranya dengan penuh perhatian. "Apa yang ingin kamu bicarakan, Ferdi?"

Ferdi menarik napas dalam-dalam sebelum akhirnya mengungkapkan perasaannya. "Ayah, aku jatuh cinta pada Ara. Aku tahu ini mungkin terdengar aneh, tapi aku benar-benar mencintainya."

Pak Anwar terdiam sejenak, lalu tersenyum. "Ferdi, cinta tidak pernah salah. Jika kamu benar-benar mencintai Ara, maka ungkapkanlah perasaanmu padanya. Ara adalah gadis yang baik, dan aku yakin dia akan mengerti."

Dengan dorongan dari ayahnya, Ferdi akhirnya memberanikan diri untuk mengungkapkan perasaannya pada Ara. Di bawah sinar bulan yang lembut, Ferdi menggenggam tangan Ara dan berkata, "Ara, aku mencintaimu. Aku tahu ini mungkin mengejutkan, tapi aku tidak bisa menyembunyikan perasaanku lagi."

Ara terkejut, namun senyumnya perlahan muncul. "Ferdi, aku juga mencintaimu. Aku hanya tidak berani mengatakannya karena aku takut merusak hubungan kita."

Mereka berdua tertawa dan merasa lega. Cinta mereka akhirnya terungkap, dan mereka berjanji untuk selalu bersama, menghadapi segala tantangan yang ada di depan mereka.

Ara dan Ferdi semakin dekat dan akhirnya cinta mereka semakin tumbuh. Mereka memutuskan untuk menikah, dan Ara merasa sangat bersyukur atas semua bantuan dan dukungan yang telah diberikan oleh Pak Anwar dan keluarganya. Kehidupan Ara yang penuh perjuangan akhirnya berbuah manis, dan ia menjalani hidup bahagia bersama keluarga barunya. Tak lupa ia mengajak ibunya untuk tinggal bersama di rumahnya yang baru. Kini ibunya tak perlu lagi berjualan gorengan seperti dahulu.

Mengingat perjuangannya dahulu, Ara selalu meneteskan air mata. Tapi, kini ada Ferdi yang selalu menyeka air matanya.


*** TAMAT ***


 

Sumber:
 
Under Creative Commons License: Attribution Non-Commercial



========================

web counter

Read more »

Hubungan Wiro Sableng, Bastian Tito, dan Vino Giovanni Bastian


https://basando.blogspot.com/


 



Bastian Tito




Sumber:
 
Under Creative Commons License: Attribution Non-Commercial



========================

web counter

Read more »

Minggu, Juli 07, 2024

Kehidupan Kelam Seorang Ani-Ani


========================


Cinta Sejati Hanyalah Fatamorgana

karya: Abank Juki


Terbungkus balutan sutra nan gemerlap
Hidupmu bagai mimpi di atas awan
Di balik kemewahan semu
Kausimpan luka dan nestapa yang tak tertahan

Ani-ani, begitulah mereka memanggilmu
Menjadi jalan hidupmu yang penuh derita
Kaujual martabat demi harta dan tahta
Terjebak dalam belenggu dosa dan fitnah

Malam-malammu penuh kemewahan
Tapi, hatimu hampa dan sunyi sepi
Rindu kemurnian kasih sayang yang tulus
Tapi, cinta sejati hanyalah fatamorgana

Kau tertawa di depan mereka dengan penuh gaya
Tutupi luka dan air mata yang tak terkira
Di balik kemewahan dan popularitas
Kausimpan jiwa yang rapuh dan penuh lara

Ingin keluar dari belenggu kehidupan ini
Namun, bayang-bayang masa lalumu menghantui
Terjebak dalam lingkaran setan tak berujung
Mencari kebahagiaan tak kunjung datang

Ani-ani, cerminan kelam sisi gelap dunia
Korban ambisi dan nafsu tak terkendali
Kisah pilu yang slalu ingatkan kita
Harga diri dan kebahagiaan sejati tak ternilai



 




Sumber:
 
Under Creative Commons License: Attribution Non-Commercial



========================

web counter

Read more »

Senin, Januari 08, 2024

Contoh Kritik Sastra


========================

Pengertian

Kritik sastra adalah salah satu cabang ilmu sastra untuk menghakimi suatu karya sastra.[1] Selain menghakimi karya sastra, kritik sastra juga memiliki fungsi untuk mengkaji dan menafsirkan karya sastra secara lebih luas.[2] Kritik sastra biasanya dihasilkan oleh kritikus sastra.[1] Penting bagi seorang kritikus sastra untuk memiliki wawasan mengenai ilmu-ilmu lain yang berkaitan dengan karya sastra, sejarah, biografi, penciptaan karya sastra, latar belakang karya sastra, dan ilmu lain yang terkait.[1] Kritik sastra memungkinkan suatu karya dapat dianalisis, diklasifikasi dan akhirnya dinilai [1] Seorang kritikus sastra mengurai pemikiran, paham-paham, filsafat, pandangan hidup yang terdapat dalam suatu karya sastra.[1] Sebuah kritik sastra yang baik harus menyertakan alasan-alasan dan bukti-bukti baik langsung maupun tidak langsung dalam penilaiannya.[1]

Jenis-jenis Kritik Sastra

Berdasarkan pendekatannya terhadap karya sastra, jenis kritik sastra dapat dibedakan menjadi:[8]

Kritik Mimetik

Kritik ini bertolak pada pandangan bahwa suatu karya sastra adalah gambaran atau rekaan dari dunia dan kehidupan manusia.[8]

Kritik Pragmatik

Kritik ini melihat kegunaan suatu karya sastra.[8] Kegunaan ini dilihat dari segi hiburan, estetika, pendidikan, dan hal lainnya.[8]

Kritik Ekspresif

Kritik yang menekankan analisis pada kemampuan pengarang dalam mengekspresikan atau menuangkan idenya dalam wujud sastra.[8] Biasanya pendekatan ini untuk mengkaji puisi.[8]

Kritik Objektif

Pendekatan ini melihat karya sastra sebagai karya yang berdiri sendiri.[8] Karya sastra adalah objek yang mandiri dan memiliki dunianya sendiri.[8]




Contoh Kritik Sastra







Kritik Sastra Novel "Tenggelamnya Kapal van Der Wijck"

Konten ini telah tayang di Kompasiana.com dengan judul "Kritik Sastra Novel "Tenggelamnya Kapal van Der Wijck"", Klik untuk baca:
https://www.kompasiana.com/patricaindira/6510f35cae1f07399044d152/kritik-sastra-novel-tenggelamnya-kapal-van-der-wijck?page=all

Kreator: Patricia Orsa Indira

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.



PENDAHULUAN

PENGENALAN KARYA

Tenggelamnya Kapal Van der Wijck, sebuah novel, dengan nomor ISBN 979-418-055-6, yang diterbitkan di tahun 1938 yang 84 tahun kemudian masih dikenal banyak orang di Nusantara. Novel ini ditulis oleh Haji Abdul Malik Karim atau yang lebih dikenal dengan Hamka dengan tebal buku 224 halaman. Karena sudah berdekade-dekade lamanya sejak buku ini pertama kali diterbitkan, novel yang berjudul “Tenggelamnya Kapal Van der Wijck” ini sudah melewati 22 kali percetakan. Genre dari novel ini adalah fiksi, namun tragedi tenggelamnya kapal terkenal bernama “Van der Wijck” betul pernah terjadi. Karakter-karakter dengan latar belakangnya masing-masing dan alur ceritanya lah yang berbentuk fiksi. Selain itu, buku ini bisa dikatakan buku bergenre romansa juga karena kisah buku yang fokus ceritanya adalah kisah cinta yang berakhir tragis antara kedua tokoh utamanya. Novel ini telah melalui banyak perubahan gambar cover buku. Dari cetakan pertama desainnya relatif simpel, dari yang warnanya agak monotone, menjadi cover buku dengan banyak warna pastel yang indah, dengan ilustrasi kota besar Nusantara di zaman penjajahan Belanda, disertai kapal Van der Wijcknya sendiri. Selain melewati banyak perubahan cover, novel ini juga diterbitkan oleh berbagai penerbit sejak pertama kali dirilis di tahun 1938. 

Hamka, dengan nama asli Haji Abdul Malik Karim, adalah seorang sastrawan sekaligus ulama, wartawan, pengajar dan filsuf dari periode sastra pujangga baru. Beliau lahir di Sumatera Barat, 17 Februari 1908 dan meninggal di Jakarta pada tanggal 24 Juli 1981. Selama hidupnya, selain menulis novel Tenggelamnya Kapal Van der Wijck, karya sastra Hamka lainnya adalah Tafsiran Al-Azhar dan Di Bawah Lindungan Ka’bah. Selain berkecimpung di dunia sastra dan edukasi, Hamka pernah terjun di dunia politik. Pemilu 1955, beliau terpilih untuk duduk di Konstituante, mewakili Masyumi. Di tahun 1964, karena berbagai macam tuduhan di era dominasi partai komunisme di Indonesia, Hamka ditangkap dan ditahan di Sukabumi, sebelum bebas saat berakhirnya era kepresidenan Soekarno.

SINOPSIS

Novel ini dimulai dengan Pendekar Sutan yang membunuh salah satu keluarganya karena masalah warisan. Tentunya, Pendekar Sutan kemudian diasingkan selama bertahun-tahun karena perbuatannya itu. Tak lama setelah ia dibebaskan, Pendekar Sutan merantau ke Makassar sebelum bertemu dengan wanita yang kelak menjadi ibu dari anaknya, Daeng Habibah. Pendekar Sutan dan Daeng Habibah dikaruniai seorang anak laki-laki yang mereka beri nama Zainuddin. Kedua orangtua dari Zainuddin tak lama kemudian meninggal, sehingga ia harus diasuh oleh Mak Base. Banyak tahun kemudian, Zainuddin merantau ke tanah kelahiran almarhum ayahnya, di Batipuh, Minangkabau. Sayangnya ia tidak disambut baik oleh keluarga ayahnya sebab Zainuddin sudah mereka anggap tidak memiliki hubungan darah di detik almarhum Pendekar Sutan menikahi istrinya. Namun, di Batipuh, Zainuddin bertemu dengan Hayati, si kembang desa. Seorang gadis yang sangat cantik dan berasal dari keluarga yang terpandang di Batipuh. Sayangnya, keluarga Hayati tidak menyetujui hubungan keduanya, sehingga Zainuddin diusir dari Batipuh, dengan janji dari Hayati untuk selalu setia kepadanya sebagai hadiah perpisahan.

Sayangnya, janji tersebut tidak bertahan lama. Hayati dilamar oleh Aziz, seorang pria Minang yang kaya dan gagah, dan berasal dari keluarga yang terpandang. Mau tak mau, karena tekanan keluarga Hayati, gadis itu kemudian menikah dengan Aziz. Zainuddin yang mendengar kabar ini tentu merasa patah hati. Kata sedih tidak cukup untuk menggambarkan perasaannya di saat itu, sebab Zainuddin sampai jatuh sakit karena kabar itu. Lelah karena begitu lama terperangkap dalam kesedihan, Zainuddin memutuskan untuk merantau ke Batavia bersama sahabatnya Muluk. Disana, ia menjadi seorang penulis dengan nama Tuan Shabir, dan ceritanya yang menceritakan kisah cintanya dengan Hayati, berjudul Teroesir, digemari banyak orang. Dari hidupnya yang melarat, ia menjadi kaya dan memiliki rumah yang sangat megah. Zainuddin kemudian pindah ke Surabaya, dan di kota ini, ia kembali bertemu dengan Aziz dan istrinya, Hayati, yang ternyata juga baru saja pindah ke kota Surabaya. Tak disangka, Aziz ternyata masih memelihara sifatnya yang penuh nafsu, yang kemudian membawa kehidupannya ke ambang kehancuran. Ia terlilit hutang sana sini, dan preman merampok rumahnya karena tak mampu bayar hutang. 

Di sisi lain, Zainuddin masih memelihara sifatnya yang rendah hati, sehingga ia menawarkan rumahnya sebagai tempat tinggal sementara untuk Aziz dan Hayati. Sudah sadar akan kelakuannya yang tidak terpuji, dan tidak enak dengan Zainuddin, Aziz memutuskan untuk pergi dari rumah Zainuddin, sendiri, untuk mencari kerja. Istrinya, Hayati, ia minta untuk tetap tinggal bersama Zainuddin sampai ia mendapat kerja yang stabil, sebelum menjemput istrinya di kediaman teman barunya. Sayangnya, janji tidak bisa selalu ditepati. Aziz merasa dirinya tak pantas bagi istrinya. Ia sering memarahi istrinya tanpa alasan, dan mencemoohnya hanya karena Hayati datang dari desa. Aziz membunuh dirinya di hotel yang ditinggali, meninggalkan Hayati seorang janda. Di surat terakhir yang Aziz buat untuk istrinya, ia merelakan Hayati untuk kembali bersama Zainuddin, pria yang sampai sekarang masih istrinya cintai, ketimbang dirinya yang sudah sering berbuat jahat kepada Hayati. Dengan itu, Hayati berusaha memperbaiki hubungannya dengan mantan kekasihnya itu.



TEORI

Pada kritik sastra ini, pendekatannya akan menggunakan jenis kritik sastra mimetik. Kata mimetik ini berasal dari kata mimesis (bahasa Yunani) yang berarti tiruan. Plato, filsuf tersohor dari Yunani, pernah membuat sebuah teori akan teori mimesis. Teori mimesis tersebut berisi bagaimana seni-seni yang ada di dunia ini merupakan interpretasi terhadap alam dan kehidupan.  Sehingga, pendekatan mimetik dalam kritik sastra ini berarti kritik sastra yang dibuat memiliki fokus pada hubungan isi karya sastra dengan kehidupan nyata, baik itu alamnya, kehidupan sosialnya, dan aspek-aspek lainnya. Saya sendiri memilih pendekatan mimetik sebagai landasan kritik sastra karena berbagai adat dan penggambaran strata sosial yang sangat kental terkandung dalam novel ini. Cocok untuk menggunakan pendekatan kritik sastra mimetik.



PEMBAHASAN

ADAT MINANGKABAU

Minangkabau merupakan salah satu dari sedikit suku di Indonesia yang menganut sistem matrilineal sebagai penentu garis keturunan. Dengan itu, memiliki paling tidak seorang anak perempuan di sebuah keluarga Minangkabau adalah sebuah hal yang penting. Mereka yang tidak memiliki anak perempuan sama sekali, dianggap tali keluarganya sampai di situ saja. Begitu juga dalam perihal pernikahan. Jika seorang lelaki Minangkabau menikah dengan perempuan non-Minangkabau, maka darah Minangkabau lelaki tersebut sudah terputus dengan darah keluarganya.

Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa adat Minangkabau mendominasi novel tersebut. Penyebab tidak bisa bersamanya Zainuddin dan Hayati adalah karena Zainuddin yang dianggap bukan sepenuhnya orang Minangkabau lagi. Ayahnya memang asli orang Minangkabau, akan tetapi tidak dengan ibunya, sehingga darah Minangkabau Zainuddin dianggap sudah tercampur. Datuk dan para mamak keluarga Hayati menginginkan keponakannya, Hayati untuk menikah dengan Zainuddin, seperti yang terdapat pada sepucuk surat yang dikirimkan pihak keluarga Hayati kepada Zainuddin perihal keinginannya meminang Hayati :

Kepada orang muda Zainuddin, di Padang Panjang.

Surat orang muda telah kami terima dan mafhum kami apa isinya. Tetapi karena negeri Minangkabau beradat, bulat kata dengan mufakat, maka kami panggillah kaum keluarga Hayati hendak memusyawarahkan hal permintaan orang muda itu. Rupanya bulat belum segolong, picak belum setapik di antara kami semuanya, artinya belum sepakat. Oleh sebab kayu yang bercabang tidak boleh dihentakkan, maka kai tolaklah permintaan orang muda, dengan mengatakan terus terang bahwa permintaan ini tida dapat kami kabulkan.

Lebih dan kurang, harap supaya dimaafkan

Datuk …

Datuk Garang, dll.

STRATA SOSIAL BERDASARKAN KEKAYAAN

Seperti yang sudah dikatakan di atas, permintaan Zainuddin untuk meminang Hayati ditolak oleh keluarga Hayati. Selain karena latar belakang orang tuanya yang tidak sepenuhnya orang Minangkabau, Zainuddin ini dari kecil sudah miskin. Apalagi ia sudah ditinggal kedua orang tuanya sehingga ia harus hidup diasuh oleh Mak Base yang keadaan finansialnya juga tidak berlimpah uang. Sedikitnya harta Zainuddin juga menjadi salah satu faktor ditolaknya permintaan menikahi Hayati. Ketika dibandingkan hartanya dengan miliknya Aziz di musyawarah yang dihadiri oleh keluarga Hayati dan para datuk, sudah pasti Zainuddin kalah jauh, karena mereka semua khawatir seandainya kebutuhan pokok Hayati tidak bisa terpenuhi karena suaminya yang tidak mampu.

Lalu diuji pula kekayaannya, hartanya yang berbatang, sawahnya yang berbintalak, dikaji sasap jerami, pendam pekuburan, bekas-bekas harta yang telah dibagi dan yang belum dibagi di negerinya. Karena memang nyata bahwa dia (Aziz) orang asal, patut dijeput kita jeput, patut dipanggil kita panggil. Meskipun adat nan usali tidak boleh menerima menantu di luar kampung sendiri, aturan ini dikecualikan terhadap kepada menantu orang berasal usul, orang berbangsa, atau orang alin besar yang ternama. Bagi golongan yang dua ini, biasa juga dipakai adat.

Terlihat bahwa Aziz menerima perilaku spesial hanya karena latar belakang finansialnya. Kedua orang tuanya memiliki banyak uang, dan ia pun bekerja untuk seorang Belanda. Walaupun sering berjudi, pernah mengusik anak bini orang, pinangannya tetap mereka (keluarga Hayati dan para datuk) terima. Namun, lama kemudian, berbulan-bulan setelah Aziz dan Hayati menikah, setelah Zainuddin sudah menjadi seorang penulis yang terkenal, setelah keadaan finansialnya sudah berbalik 180°, rumah besar, harta, popularitas sudah ia miliki, ketiganya bertemu di opera buku “Teroesir”. Begitu Zainuddin sudah menjadi orang yang kaya dan dihormati banyak orang, Aziz, tidak lagi memandang Zainuddin sebelah mata lagi. Ucapannya begitu sopan, bahkan memanggil Zainuddin sahabatnya. Hal ini mencerminkan bagaimana beberapa orang sangat memperhatikan harta yang dimiliki orang lain untuk mendeterminasi perilaku seperti apa yang akan ia cerminkan pada orang tersebut.


PENUTUP

PENEGASAN TERKAIT ISI PENILAIAN

Isi dari novel ini banyak diisi oleh bagaimana orang Minangkabau memilih pasangan kerabatnya, terutama pasangan seorang Minangkabau. Adatnya yang begitu melekat, terutama di waktu itu, di awal abad ke-20, dimana globalisasi belum mendominasi dan adat istiadat masih kuat di kalangan orang Nusantara. Masalah ketimpangan sosial juga terpapar jelas di novel tersebut. Bagaimana keluarga Hayati lebih memilih seseorang dengan latar belakang keuangan yang jauh lebih baik daripada Zainuddin untuk menjadi suami dari Hayati, tidak peduli dengan sifat Aziz yang bejat, yang suka berjudi dan bermain wanita, menghamburkan uang, dan lain lain. 

Novel ini cocok bagi mereka yang menikmati cerita romansa dengan akhir yang pahit, berlatar era kolonialisme Belanda. Karena novel ini juga ditulis di awal abad ke-20, bahasanya yang menggunakan banyak kiasan, majas metafora. Bahasa yang digunakan juga sepenuhnya baku, tidak seperti novel jaman sekarang. Maklum, novel ini dirilis di tahun 1938.


KESIMPULAN

Diambil dari (Indonesiana : Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck, Pandangan Hamka atas Adat, Modernitas, dan Agama), Hamka menulis buku ini untuk mengkritik adat yang dilaksanakan dengan tidak adil. Bagaimana Hayati lebih memilih pria yang kaya tapi tidak baik ketimbang pria miskin yang meski darah Minangnya dianggap sudah putus, tapi memiliki cinta yang tulus kepada Hayati sebagai suami gadis tersebut. Memang, adat itu penting dan harus terus diturunkan kepada anak dan cucu, tapi jangan sampai kita melaksanakan adat tersebut tanpa memperhatikan nilai moral dan nilai agama. Hamka mampu menulis sebuah buku dengan isi yang beresiko, terutama di waktu itu, karena menyinggung, bahkan mengkritik adat istiadat. Dengan itu, buku “Tenggelamnya Kapal Van der Wijck” karya Hamka ini merupakan salah satu karya sastra yang baik dan diharapkan terus dibaca oleh banyak orang karena isinya yang mengedukasi mengenai uniknya adat Minangkabau yang menganut matrilineal, dan sisi buruknya melaksanakan adat tanpa memperhatikan nilai-nilai yang lain.


DAFTAR PUSTAKA

Mengenal Sistem Kekerabatan Matrilineal dalam Adat Minang. (2021, December 12). Kumparan. Retrieved November 20, 2022, from https://kumparan.com/berita-terkini/mengenal-sistem-kekerabatan-matrilineal-dalam-adat-minang-1x5Xa9LzJQi/full 

Pendekatan Mimetik. (n.d.). Gurusiana. Retrieved November 20, 2022, from https://www.gurusiana.id/read/fiknimutiararachma/article/pendekatan-mimetik-2006522 

Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck, Pandangan Hamka atas Adat, Modernitas, dan Agama - Urban. (2019, December 1). Indonesiana.id. Retrieved November 20, 2022, from https://www.indonesiana.id/read/136289/tenggelamnya-kapal-van-der-wijck-pandangan-hamka-atas-adat-modernitas-dan-agama

Teori Mimesis: Pengertian dan Contohnya dalam Karya Seni Halaman all. (2022, April 13). Kompas.com. Retrieved November 20, 2022, from https://www.kompas.com/skola/read/2022/04/13/100000069/teori-mimesis--pengertian-dan-contohnya-dalam-karya-seni?page=all 

Hamka. (2016). Tenggelamnya Kapal van der wijck. PTS Publishing House. 



Konten ini telah tayang di Kompasiana.com dengan judul "Kritik Sastra Novel "Tenggelamnya Kapal van Der Wijck"", Klik untuk baca:
https://www.kompasiana.com/patricaindira/6510f35cae1f07399044d152/kritik-sastra-novel-tenggelamnya-kapal-van-der-wijck?page=all

Kreator: Patricia Orsa Indira

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tulis opini Anda seputar isu terkini di Kompasiana.com



Sumber:

 
Under Creative Commons License: Attribution Non-Commercial



========================

Read more »

Pencarian