Klenteng
Tek Seng Bio didirikan oleh Tjio Lo Weh yang juga ketua pertama Klenteng Tek
Seng Bio. Tjio Lo Weh adalah seorang perantau dari Qixing, Fujian, Tiongkok. Di
kampung halamannya dimakamkan seorang guru besar dimasa Dinasti Ming yang
bernama Lim Kay Chun.
Pada
tahun 1568 Lim Kay Chun terpilih sebagai sarjana utama di Akademi Hanlin
(Hanlim Tayhaksu/Hanlin Daxueshi 翰林大學士) dan mendapat tugas untuk mengedit dan xmengatur
catatan sejarah negara (編修史記).
Pada tahun 1573 Lim Kay Chun dipromosikan menadi guru besar(Thaysu/Taishi 太師) dari
pemerintah dan juga sebagai guru dari pangeran mahkota (Thaycu Thayhu/Taizi
Taifu 太子太傅). Selama
Lim Kay Chun menjabat sebagai guru besar, dia menyelamatkan sebuah kuil dari
kehancuran para pengacau yang ada wilayahnya. Setelah menangkap para pengacau. Pada
suatu malam Jiuhuang Dadi datang kedalam mimpi Lim Kay Chun untuk menunjukkan
rasa terima kasih terhadap usaha Lim dalam menyelamatkan kuil tersebut.
Jiuhuang Dadi kemudian menganugrahi Lim dengan gelar Jiuhuang Taishi Gong (九皇太師公) atau Kiu
Hong Thay Su Kong dalam dialek Hokkian. Hari berikutnya ketika Lim kembali ke
kuil tersebut, dia melihat sebuah kursi yang didedikasikan untuk dirinya. Sejak
itu, Lim juga dikenal sebagai dewa dengan nama Lim Thay Su Kong. Karena
kebijaksanaan, sifat luhur, dan jasa-jasanya Lim Thay Su Kong banyak dihormati
oleh masyarakat di daerah Fujian. Lim Thay Su Kong dipuja sebagai dewa yang
memberikan kesembuhan dan memperlancar urusan administrasi dan keuangan.
Dari
klenteng tempat penghormatan Lim Thay Su Kong yang ada di Fujian, Tjio Lo Weh
membawa Kimsin (patung) dan abu sembahyang Lim Thay Su Kong ke Indonesia. Pada
tahun 1828 Tjio Lo Weh mendirikan tempat penghormatan untuk Lim Thay Su Kong di
rumah pribadinya yang terletak di jalan Sukaraya. Karena bertambahnya umat yang
datang untuk menghormat pada Lim Thay Su Kong dan kondisi rumah pribadi Tjio Lo
Weh yang tidak memungkinkan untuk menampung banyak umat yang datang, akhirnya
tempat penghormatan Lim Thay Su Kong dipindahkan ke daerah Pertokoan Pasar Lama
pada 1900. Walaupun tergolong sederhana, tempat yang baru lebih memungkinkan
untuk menampung banyak umat yang datang untuk menghormat kepada Lim Thay Su
Kong.
Tempat
penghormatan baru untuk Lim Thay Su Kong diberi nama Tek Seng Bio yang memiliki
arti Klenteng di pinggir sungai karena di belakang bangunan tersebut terdapat
sebuah sungai. Nama tersebut terbilang unik untuk sebuah Klenteng karena
biasanya penamaan Klenteng diambil dari nama dewa utama Klenteng tersebut dan
bukan dari kondisi geografis sekitar Klenteng, misalnya Klenteng dengan dewa
utama Bu An Tay Tee Kwan Sing Tee Kun biasanya diberi nama Kwan Sing Bio,
klenteng dengan dewa utama Lo Cia Tiong Tan Lie Goan Swee biasanya diberi nama
Lo Cia Bio.
Bangunan awal dari Klenteng Tek Seng Bio sangatlah
sederhana. Bila dilihat dari luar, bangunan hanya seperti rumah biasa, tidak
terlihat arsitektur tionghua seperti di Klenteng lain. Bangunan utama Klenteng
Tek Seng Bio terdiri dari dua tiang kayu yang berbentuk balok. Altar Kongco Lim
Thay Su Kong masih berbentuk kuil Yunani kuno. Di samping kiri altar Kongco Lim
Thay Su Kong terdapat altar Kongco Bu An Tay Tee Kwan Sing Tee Kun dan di bawah
altar Kongco Lim Thay Su Kong terdapat altar Dewa Bumi To Tik Kong. Di ruangan
sebelah kanan terdapat altar Sang Buddha dan Makco Kwan She Im Phosat, serta
para Embah atau Datuk. Di ruangan dapur terdapat altar dewa dapur Kongco Cao
Kun Kong. Ruangan utama dan altar Kongco Lim Thay Su Kong menghadap arah
Selatan dengan kemiringan sekitar lima derajat, ini berkaitan dengan filosofi
tiongkok seolah-olah bangunan Klenteng Tek Seng Bio “hidup” tidak kaku.
Klenteng
Tek Seng Bio mengalami renovasi besar pada tahun 2002 dengan menghilangkan dua
tiang utama dan memugar total altar Kongco Lim Thay Su Kong. Di samping kanan
altar Kongco Lim Thay Su Kong ditambahkan altar Kongco Hok Tek Ceng Sin. Seluruh
altar yang telah ada di Klenteng Tek Seng Bio juga direnovasi. Di ruangan
belakang ditambahkan altar dewa pelindung kota tepi sungai, jendral langit
Kongco Qing Yuan Mia Dao Zhen Jun Er Lang Sen dan altar raja setan Makco Tay
Sui ya. Setelah renovasi besar, Klenteng Tek Seng Bio tampak lebih megah dengan
penambahan arsitektur tionghua.
Dengan
diperbolehkannya kembali tradisi tionghua di Indonesia setelah Masa Revolusi,
Klenteng Tek Seng Bio mulai mengadakan dan mengikuti kegiatan ritual. Biasanya
Klenteng Tek Seng Bio mengikuti kirab budaya dalam perayaan Shejit (ulang tahun
dewa) dan Cap Go Meh di Bekasi, Karawang, Jakarta, Kudus, Slawi, Tangerang,dan
Bogor. Klenteng Tek Seng Bio juga merayakan ulang tahun Kongco Lim Thay Su Kong
pada tanggal empat bulan empat penanggalan tionghua. Dalam rangka perayaan
Shejit Kongco Lim Thay Su Kong biasanya diadakan ritual Lokthung (mediumisasi
dewa), Tahwee (injak bara api), Chiyu (mandi minyak panas), mengundang
perkumpulan barongsai dan tarian naga dari Klenteng-klenteng lain untuk tampil,
serta menggelar hiburan gambang kromong. Dalam tiap perayaan Shejit Kongco Lim
Thay Su Kong, banyak orang dating untuk memeriahkan acara, ada yang bertanya
pada saat mediumisasi Kongco Lim Thay Su Kong, berpartisipasi dalam Tahwee dan
Chiyu, serta berjoget saat pagelaran gambang kromong. Perayaan Shejit di
Klenteng Tek Seng Bio merupakan salah satu Perayaan Shejit paling ramai di Jawa
Barat.
Pada
tahun 2009 Klenteng Tek Seng Bio mendirikan perkumpulan barongsai dan tarian
naga untuk para pemuda pemudinya. Perkumpulan tersebut diberi nama Perkumpulan
Barongsai dan Naga Teratai Putih. Perkumpulan Teratai putih lalu berganti nama
menjadi Dharmaphala Dragon and Lion Dance troupe yang memiliki arti pelindung
kebenaran, agar diharapkan anggota Dharmaphala menjadi seseorang dengan jalan
yang benar. Barongsai dan tarian naga menjadi salah satu kegiatan andalan
Klenteng Tek Seng Bio. Tentunya karena dukungan dari Klenteng Tek Seng Bio dan
Rombongan Tarian Singa Kun Seng Keng Malaysia, Tim barongsai terbaik ke empat
di Indonesia milik Tek Seng Bio tersebut meraih banyak prestasi di
kejuaraan-kejuaran bergengsi seperti juara satu dalam Kejurnas kategori tradisional
dan juara tiga dalam Pontianak International Lion Dance Competition pada 2018,
berhasil meraih Rank-6 dalam China-Asean Lion King Competition di Guanxi,
Tiongkok pada 2019, dan yang terbaru meraih juara 3 dan juara favorit dalam pertandingan
barongsai tonggak virtual Federasi Olahraga Barongsai Indonesia pada 2020.
Keberadan
barongsai juga menambah pemuda pemudi yang ada di Klenteng Tek Seng Bio,
sehingga Klenteng Nampak lebih ramai terutama di hari Sabtu dan Minggu, hari
dimana latihan barongsai dilaksanakan. Karena banyaknya relasi Dharmaphala
Dragon and Lion Dance Troupe dengan perkumpulan lain, pada shejit Kongco Lim
Thay Su Kong tahun 2018, Klenteng Tek Seng Bio dapat mengundang seluruh
perkumpulan barongsai dan tarian naga di Jawa Barat, beberapa perkumpulan dari
Tangerang dan Jakarta, bahkan satu tim dari Malaysia. Klenteng Tek Seng Bio
juga pernah menggelar Bekasi Open Lion Dance Competition pada Shejit tahun 2019
yang diikuti perkumpulan barongsai dari seluruh Jawa Barat, Banten, dan Lampung.
Di dalam kegiatan seperti kirab, bakti sosial serta ritual-ritual juga selalu
melibatkan pemuda-pemudi Dharmaphala Dragon and Lion Dance Troupe.
Saat
pandemi Covid-19 melanda Indonesia pada 2020, semua kegiatan yang ada di
Klenteng Tek Seng Bio bahkan Klenteng se-indonesia terhenti. Tidak ada perayaan
dan ritual yang diadakan demi kesehatan seluruh umat dan masyarakat. Namun,
pada pertengahan 2021 hingga 2022 kegiatan sudah mulai berjalan kembali.
Umat-umat sudah mulai beribadah kembali, mulai ada perayaan dan ritual, serta
kegiatan barongsai juga sudah berjalan kembali.
Klenteng
Tek Seng Bio yang adalah salah satu bangunan tertua di Cikarang merupakan
tempat ibadah bagi umat Konghucu, Buddha, dan penganut kepercayaan tradisional
tionghua. Klenteng Tek Seng Bio didirikan oleh Tjio
Lo Weh, seorang perantau dari Qixing, Fujian, Tiongkok. Ia mendirikan sebuah
tempat untuk menghormati Lim Kay Chun atau yang dikenal sebagai Kongco Lim Thay
Su Kong, seorang guru besar dimasa Dinasti Ming. Tjio Lo Weh membawa Kimsin
(patung) dan abu sembahyang Lim Thay Su Kong ke Indonesia.
Pada tahun 1828 Tjio Lo Weh mendirikan tempat
penghormatan untuk Lim Thay Su Kong di rumah pribadinya yang terletak di jalan
Sukaraya, yang lalu dipindahkan ke daerah Pertokoan Pasar Lama pada 1900. Tempat
penghormatan baru untuk Lim Thay Su Kong diberi nama Tek Seng Bio yang memiliki
arti Klenteng di pinggir sungai. Bangunan awal dari Klenteng Tek Seng Bio
sangatlah sederhana. Klenteng Tek Seng Bio
mengalami renovasi besar pada tahun 2002.
Dengan diperbolehkannya kembali tradisi tionghua di Indonesia setelah Masa Revolusi, Klenteng Tek Seng Bio mulai mengadakan dan mengikuti kegiatan ritual. Biasanya Klenteng Tek Seng Bio mengikuti kirab budaya dalam perayaan Shejit (ulang tahun dewa) dan Cap Go Meh. Klenteng Tek Seng Bio juga merayakan ulang tahun Kongco Lim Thay Su Kong pada tanggal empat bulan empat penanggalan tionghua. Pada tahun 2009 Klenteng Tek Seng Bio mendirikan perkumpulan barongsai dan tarian naga untuk para pemuda pemudinya. Perkumpulan tersebut diberi nama Perkumpulan Barongsai dan Naga Teratai Putih. Perkumpulan Teratai putih lalu berganti nama menjadi Dharmaphala Dragon and Lion Dance troupe yang sekarang menjadi perkumpulan barongsai terbaik nomor 4 di Indonesia.
Saat pandemi Covid-19 melanda Indonesia pada 2020, semua kegiatan yang ada di Klenteng Tek Seng Bio bahkan Klenteng se-Indonesia terhenti. tidak ada perayaan dan ritual yang diadakan. namun pada pertengahan 2021 hingga 2022 kegiatan sudah mulai berjalan kembali.
Klenteng Tek Seng Bio juga menjadi bukti bahwa sejak lama masyarakat Tionghoa dan pribumi telah hidup berdampingan. Bukti bahwa selama kita saling menghormati, semua indah dijalani. Untuk itu, kita sebagai warga negara harus menjaga kerukunan antar ras, agama dan golongan.
========================