Bismillaahir Rahmaanir Rahiim
Allah SWT berfirman : ‘Sucikanlah nama Tuhanmu yang Maha Tinggi.’ (QS 087 : 1)
Angka 57 mempunyai makna tersendiri, jika angka 5 dan 7 dijumlahkan menjadi 12, persis seperti jumlah huruf hijaiyah pada kalimat terbaik diatas bumi ini ‘Laa Ilaaha Illaallah’, yakni huruf lam sebanyak 5, alif sebanyak 5 dan huruf Ha besar sebanyak 2. Secara numerical Arab, huruf lam = 30, alif = 1 dan Ha besar = 5 sehingga jika dikalikan dengan banyaknya masing-masing huruf menjadi (lam = 30 X 5) + (alif = 1 X 5) + (Ha = 5 X 2) = 165, persis seperti jumlah ruas-ruas yang ada pada manusia.
Allah SWT berfirman : ‘Sucikanlah nama Tuhanmu yang Maha Tinggi.’ (QS 087 : 1)
Angka 57 mempunyai makna tersendiri, jika angka 5 dan 7 dijumlahkan menjadi 12, persis seperti jumlah huruf hijaiyah pada kalimat terbaik diatas bumi ini ‘Laa Ilaaha Illaallah’, yakni huruf lam sebanyak 5, alif sebanyak 5 dan huruf Ha besar sebanyak 2. Secara numerical Arab, huruf lam = 30, alif = 1 dan Ha besar = 5 sehingga jika dikalikan dengan banyaknya masing-masing huruf menjadi (lam = 30 X 5) + (alif = 1 X 5) + (Ha = 5 X 2) = 165, persis seperti jumlah ruas-ruas yang ada pada manusia.
Oleh karena itu jumlah dzikir
yang bersuara (dzikir jahr) dilakukan sebanyak 165 X banyaknya, agar
kalimat ini selalu berada pada ruas-ruas itu, selalu bercampur dengan
darah, otot-otot, syaraf-syaraf dan tulang-tulang, agar seluruh
unsur-unsur yang ada pada manusia menyebut dan dapat memahami kalimat
ini. Angka 1 dapat bermakna Ihsan, 6 adalah rukun Iman dan 5 adalah
rukun Islam, jika angka 1 ditambah 6 dan ditambah 5 juga berjumlah 12.
Ismu Dzat 'Allah', menurut urutan huruf hijaiyah adalah alif, lam, lam
dan Ha atau sama dengan alif = 1, lam = 30, lam = 30 dan Ha = 5, jika
dijumlahkan menjadi 66, dan 6 + 6 = 12. Nabi Muhammad Rasulullah,saw.,
lahir pada tanggal 12 Rabiul Awwal di tahun gajah, dan juga, jumlah
huruf hijaiyah pada kalimat Muhammad Rasulullah adalah 12 pula.
Karenanya, angka 12 mempunyai makna yang khusus bagi orang-orang yang
bertarekat, karena disitu mengandung pengesaan atau pemurnian Tauhid,
pembersihan hati dari fenomena dan hanya terpenuhi oleh yang Qodim saja,
Huwal Awwalu Huwal Akhiru, persis seperti makna Laa Ilaaha Illaallah.
Semburan lumpur di Sidiarjo, Jawa
Timur, Indonesia yang tak kunjung henti, yang memberikan arti bahwa
lumpur adalah kegelapan atau kekotoran atau kemunafikan lawan daripada
kesucian, yang tumbuh subur di negeri tercinta ini. Seperti tumbuhnya
raja-raja kecil yang baru, khususnya pada saat menjelang pesta demokrasi
lima tahunan berlangsung. Raja-raja kecil ini hanya mementingkan
kelompoknya, mengumpulkan dana rakyat yang demikian besar hanya untuk
berperang memenangkan keinginannya, yang menjadikan hawa nafsu sebagai
tuhannya.
Allah SWT telah menyindir kelompok ini sebagaimana firman-Nya :
‘ Maka pernahkah kamu melihat orang
yang menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhannya dan Allah membiarkannya
berdasarkan ilmu-Nya dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan
hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka siapakah yang
akan memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat). Maka
mengapa kamu tidak mengambil pelajaran? (QS 045 : 23)
Lumpur yang semakin banyak menyembur keatas permukaan bumi mencerminkan
bahwa kemunafikan sedang tumbuh subur, sebaliknya kesucian semakin lama
semakin lenyap dari bumi pertiwi ini. Oleh sebab itu, para ulama selalu
melantunkan doa-doa agar semburan lumpur ini segera dapat berakhir,
karena dikhawatirkan tanah disekitarnya akan turut tenggelam, yang akan
membelah pulau jawa menjadi dua bagian, agar manusia-manusia yang
berebut kekuasaan segera sadar, karena sudah semakin banyak rakyat
menderita karenanya. Di dalam doa-doanya juga terselip harapan akan
munculnya pemimpin yang arif dan bijaksana, sebagaimana harapan akan
munculnya sekuntum bunga teratai diatas lumpur di Sidoarjo.
Ayat Al Qur’an diatas ‘Sucikanlah nama Tuhanmu yang Maha Tinggi’ tak pernah luput dibaca oleh Sayyidina Ali,ra., yang membuat para sahabatnya bertanya-tanya, apakah hanya hafal surat Al Qur'an ini saja? Beliau mengerti betul keadaan hati para sahabatnya dan menjawab : 'Jika kalian mengetahui makna kandungan surat Al 'Ala ini, niscaya kalian tidak akan pernah meninggalkannya untuk membacanya.'
Ayat Al Qur’an diatas ‘Sucikanlah nama Tuhanmu yang Maha Tinggi’ tak pernah luput dibaca oleh Sayyidina Ali,ra., yang membuat para sahabatnya bertanya-tanya, apakah hanya hafal surat Al Qur'an ini saja? Beliau mengerti betul keadaan hati para sahabatnya dan menjawab : 'Jika kalian mengetahui makna kandungan surat Al 'Ala ini, niscaya kalian tidak akan pernah meninggalkannya untuk membacanya.'
Di kemudian hari surat Al 'Ala ini selalu dibaca tatkala shalat Jum’at,
shalat ‘Idul Fitri dan shalat ‘Idul adha merupakan sebuah perintah yang
tegas untuk mensucikan nama Tuhan, bukan sekedar dibaca dan dimaknai
saja. Lalu yang menjadi pertanyaan, bagaimana mensucikan nama Tuhan?
Karena begitu banyak Nama-Nama Tuhan dan bagaimana caranya? Syaikhuna
(semoga Allah merahmatinya) berkata bahwa : ‘Nama Tuhan yang paling tinggi adalah Allah.’
Oleh karena semua manusia dicipta dan ditempatkan di ‘Alam Nasut’
atau alam kemajemukan, atau alam sebab akibat, maka seseorang yang
berkeinginan mensucikan Nama Tuhan, berkewajiban menghapus segala
ingatan dan semua yang ada didalam hati kecuali Allah. Sebagaimana angka
12, satu mewakili Ke-Esa-an-Nya dan dua mewakili kemajemukan, sehingga
jika angka dua dihapus yang ada hanya satu atu Dia saja. Maka Allah akan
mengangkat ruhnya dari Alam Nasut ke Alam Malakut lalu ke Alam Jabarut,
meskipun jasadnya berada di bumi ini bersama-sama orang banyak.