Natalsen Basna sumringah. Rasa bangga seolah
terpencar dari senyumnya karena berhasil lulus pada ujian doctor dengan
predikat comloude. Natalsen adalah doktor termuda Sekolah Pasca Sarjana
Ilmu Kehutanan dari Tanah Papua dengan usia yang masih 30 tahun.
SATU per satu tamu yang hadir
menyalami Natalsen usai ujian berakhir. Hampir sebagian besar tamu yang
hadir adalah keluarga, kerabat, dan teman seperjuangan Natalsen. Bahkan,
Menteri Lingkungan Hidup Prof. Balthasar Kambuaya hadir secara
langsung.
Dirinya mengaku bahwsannya kuliah adalah prioritas utama
dalam hidupnya. Dorongan untuk belajar dengan giat muncul dari seorang
ayah Soleman Heref Basna. Sebelum meninggal, sang ayah berpesan kepada
dirinya untuk rajin belajar dan sekolah.
Akibat nasihat ayah
tersebut, Natalsen bercita-cita meraih gelar setinggi-tingginya. Setelah
lulus S2 pada program yang sama dirinya berniat langsung sekolah lagi
mengambil program S3. ”Saya kuliah dengan biaya sendiri,” ujar Natalsen
di Auditorium Fakultas Kehutanan Rabu (24/10).
Setelah lulus,
Natalsen memiliki dua rencana. Yakni bekerja di Jakarta atau Papua.
”Sudah ada informasi, tapikan tidak mungkin saya bicara terang-terangan
disini,” kata pria yang semasa kuliah aktif menjadi pembicara pada
seminar-seminar tentang lingkungan hidup ini.Pria kelahiran tahun 1982
ini berhasil mempertahankan disertasinya dengan judul Model Pengelolaan
Lingkungan Taman Wisata Alam Gung Meja Berbasis Analisis Structural
Equation Modelling.Disertasi tersebut terinspirasi atas tanah
kelahirannya Papua yang kini hutannya semakin berkurang akibat
penebangan liar dan penambangan. ”Hutan di Papua kini masih 80 persen.
Jika dibiarkan, lambat laun bias habis hutan Papua,” Metode penelitian
yang digunakan melalui analisis citra satelit dengan system geografi
terhadap lingkungan. Dari citra satelit tersebut terlihat kurusakan
hutan selama lima tahun terakhir.
Natalsen mengatakan bukan gelar
doctor semata yang diinginkan ketika kuliah S3. Menurutnya, yang lebih
utama adalah ketika nanti b isa menerapkan ilmunya di masyarakat.Dirinya
mengakui, kondisi pendidikan di Papua tidak seperti di Pulau Jawa yang
cukup banyak sekolah dan kampus. Namun setidaknya, dengan ilmu yang dia
peroleh bias menularkan kepada masyarakat Papua tentang pentingnya
menjaga kelestarian hutan Papua.Langkah yang dapat dilakukan, adalah
dengan merekayasa struktur hutan dan tanaman, yang dirancang seperti
hutan alam.”Hutan di Papua bermanfaat bagi bangsa Indonesia,” ujarnya.