BAHASA memiliki peranan sentral dalam perkembangan intelektual,
sosial, dan emosional siswa. Bahasa juga menjadi penunjang keberhasilan
siswa dalam mempelajari semua bidang studi.
Pembelajaran bahasa Indonesia, diharapkan membantu siswanya untuk
lebih dapat mengenal dirinya, budayanya, dan lingkungan sekitar.
Selain itu, pembelajaran bahasa juga diarahkan untuk mengemukakan
gagasan dan berpartisipasi dalam masyarakat. Karena itu, siswa perlu
dilatih menggunakan kemampuan analitis dan imajinasi yang ada dalam
dirinya, terutama untuk pembelajaran bahasa Indonesia yang berkenaan
dengan apresiasi sastra.
Secara jujur harus diakui, pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia
di sebagian sekolah belum berlangsung seperti yang diharapkan. Guru
cenderung menggunakan teknik pembelajaran yang bercorak teoretis dan
hafalan sehingga kegiatan pembelajaran berlangsung kaku, monoton, dan
membosankan. Mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia belum mampu
melekat pada diri siswa sebagai sesuatu yang rasional, kognitif,
emosional, dan afektif. Akibatnya, Bahasa dan Sastra Indonesia belum
mampu menjadi mata pelajaran yang disenangi dan dirindukan oleh siswa.
Imbas lebih jauh, kegagalan siswa dalam mengembangkan pengetahuan,
keterampilan berbahasa, dan sikap positif terhadap Bahasa dan Sastra
Indonesia.
Pandangan tentang pengajaran sastra pernah disampaikan Prof Suwarsih
Madya (http://ganeca.blogspirit.com). Menurutnya, pengajaran sastra
dapat memberikan andil yang signifikan terhadap keberhasilan
pengembangan manusia yang diinginkan asal dilaksanakan dengan pendekatan
yang tepat, yaitu pendekatan yang dapat merangsang olah hati, olah
rasa, olah pikir, dan olahraga.
Pada hakikatnya, pembelajaran bahasa Indonesia dan apresiasi sastra
berperan sangat penting dalam pembelajaran bahasa Indonesia. Hal itu
terbukti dalam Kurikulum 1968 sampai sekarang (KTSP), apresiasi sastra
merupakan materi pembelajaran yang harus diajarkan kepada siswa mulai
sekolah dasar sampai sekolah lanjutan tingkat atas (baik SMA maupun
SMK).
Pengajaran sastra sebenarnya punya dua tujuan. Pertama, pengetahuan
sastra diperoleh dengan membaca teori, sejarah, dan kritik sastra.
Kedua, pengalaman sastra dengan cara membaca melihat pertunjukan karya
sastra dan menulis karya sastra.
Pengalaman Sastra
Aplikasinya, dalam mengajar bahasa Indonesia atau apresiasi karya
sastra harus memperoleh pengetahuan yang berangkat dari pengalaman karya
sastra. Artinya, untuk mengajarkan sastra, guru harus mampu
memberikannya berdasarkan karya sastra itu. Sebagai contoh, untuk
memperoleh teori tentang unsur-unsur dalam roman/novel atau karya sastra
lain, seorang guru harus memperkenalkan roman/novel tersebut dengan
cara mengkaji dan mengapresiasinya.
Tugas seorang guru mengarahkan para siswanya untuk menemukan
jawabannya sendiri berkenaan dengan unsur-unsur yang sesuai dengan
rambu-rambu yang telah disediakan guru dan harus sesuai dengan
pengajaran yang telah ditentukan. Artinya, mengajarkan karya sastra itu
jangan melenceng dari aturan yang disediakan dalam kurikulum sekarang.
Karena itu, guru sastra harus dapat membawa siswanya kepada karya sastra
yaitu dengan adanya komunikasi atau keterlibatan langsung siswa dengan
karya sastra.
Kurikulum membebaskan guru untuk memakai berbagai metode secara
bervariasi dalam penyajian materi tertentu sehingga tujuan pembelajaran
tercapai. Konsep dan teori sastra dan sejarah sastra harus dikurangi.
Kegiatan pengajaran sastra harus difokuskan pada pengakraban siswa
dengan karya sastra sehingga siswa dapat menemukan keasyikan personal
dalam membaca, mengkritik, dan mengkreasi teks.
Penerapan multitafsir dan bukan monotafsir dalam mengapresiasi sastra
harus dilakukan. Dengan menerapkan multitafsir maka kreativitas siswa
dalam mengapresiasi sastra akan semakin berkembang. Oleh karena itu,
penggunaan soal bentuk isian atau soal uraian lebih tepat digunakan
dalam evaluasi pembelajaran sastra. Penggunaan soal bentuk lain, pilihan
ganda misalnya, memaksa siswa untuk memilih satu jawaban yang dianggap
paling tepat oleh pembuat soal menyebabkan interpretasi siswa tidak
berkembang.
Dedi Wijayanti,
Dosen Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
FKIP Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta
0 Comments:
Posting Komentar
Harap beri komentar yang positif. Oke boss.....
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.