Belajar Bahasa Indonesia Online SD SMP SMA KBBI PUEBI Buku Materi Pelajaran Tugas Latihan Soal Ujian Sekolah Penilaian Harian Silabus

Pencarian

07 November 2018

Korupsi Pemerintah


Korupsi Pemerintah
Korupsi adalah suatu tindakan atau perbuatan yang dilakukan oleh manusia baik itu pejabat maupun orang biasa yang menyalahgunakan kewenangannya dan menyusahkan orang lain. Korupsi terjadi karena  Lemahnya ketertiban hukum, kurangnya kebebasan berpendapat atau kebebasan media massa, dan gaji pegawai pemerintah yang sangat kecil.

Anggota Tindak Pidana Korupsi Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Sulawesi Selatan menggeledah Kantor Wilayah Kementerian Agama Sulawesi Selatan terkait dugaan korupsi proyek  Madrasah Aliyah Negeri Insan Cendekia (IC) di Desa Belapunranga, Kecamatan Parangloe, Kabupaten Gowa. Kepala Subdit III Tipikor Dit Reskrimsus Polda Sulsel, Ajun Komisaris Besar Polisi Leonardo Pandji mengatakan penggeledahan ini atas laporan dugaan korupsi pada 10 Agustus 2017. Kemudian dilanjutkan surat perintah penyidikan. "Ada tiga lokasi yang digeledah termasuk Kantor Kemenag Sulsel," tutur Leonardo, Kamis 24 Agustus. Menurut dia, penggeledahan tersebut dilakukan setelah mendapatkan izin dari Pengadilan Negeri Makassar dengan nomor: 07 / VIII / Pen.Pid.Sus.TPK / 2017 / PN.Mks, tgl 15 Agustus 2017. Selain Kantor Kemenag, lanjut Leonardo, polisi juga menggeledah dua Kantor PT.Cahaya Insani Persada yang terletak di Kabupaten Gowa. "PT Cahaya Insani Persada ini selaku pemenang tender," tutur dia. Ia menjelaskan bahwa dugaan korupsi itu muncul setelah dilakukan pemeriksaan fisik bangunan oleh ahli dari Universitas Hasanuddin Makassar. Sebab kualitas beton pada pekerjaan itu tidak memenuhi syarat lantaran dalam kontrak tertulis K-225, tapi yang terealisasi di lapangan kualitas beton berkisar K-102 sampai K-122. "Jadi konstruksi beton ini tak sesuai sehingga dikategorikan gagal," ucap Leonardo.

Pengamat Hukum Universitas Trisakti Abdul Fikchar Hadjar menganggap kasus korupsi yang terjadi pada DPRD kota Malang merupakan tamparan keras bagi pemerintahan. Menurutnya, kasus tersebut menjadi bukti bahwa tindak pidana korupsi itu tidak mungkin dilakukan oleh hanya seorang diri saja, melainkan secara kolektif atau bersama. Selain itu, Abdul menilai dari kasus - kasus korupsi yang terjadi beberapa waktu belakangan ini, yang memiliki peran besar adalah yang memiliki kewenangan. "Yang paling dominan jadi pelaku ya mereka yang memiliki kewenangan mengawasi, seperti DPR dan DPRD," kata Abdul dalam keterangan tertulisnya yang di terima SINDOnews, Rabu (5/9/2018). Menurut Abdul, siapa pun mereka yang berada di lingkungan tindak pidana korupsi akan secara otomatis atau langsung terjerat, sesuai dengan aturan dalam Pasal 55 dan 56 KUHP. "Dalam Pasal 55 dan 56 KUHP tentang penyertaan menjadi alat untuk menjerat semua pelaku, baik sebagai pelaku langsung ataupun peserta yang membantu, menyuruh, dan memberi fasilitas, atau bahkan sebagai pelaku utama," jelasnya. Untuk mencegah kembalinya hal serupa, lanjut Abdul, maka dikeluarkanlah Peraturan KPU (PKPU) Nomor 20 Tahun 2018 tentang larangan mantan koruptor menjadi calon legislatif (caleg). "Karena itu memberantas koruptor di legislatif harus dimulai sejak rekrutmennya. Sayangnya Bawaslu tidak menyadari ini yang akhirnya para koruptor diloloskan," tuturnya. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi mentersangkakan dan menahan 22 orang anggota DPRD Kota Malang Periode 2014-2019, terkait kasus suap pembahasan RAPBD Perubahan tahun anggaran 2015. Ke-22 orang tersebut diduga telah menerima fee masing-masing sebesar Rp12,5 juta-Rp50 juta terkait pembahasan APBD-Perubahan 2015 dari Wali Kota Malang periode 2013-2018 Mochammad Anton. Penetapan tersangka tersebut merupakan pengembangan dari kasus sebelumnya, di mana KPK telah menetapkan Wali Kota Malang Mochammad Anton, Ketua DPRD Malang M. Arief Wicaksono, Kepala Dinas Pekerjaan Umum, Perumahan, dan Pengawasan Pembangunan Pemkot Malang Jarot Edy Sulistyo serta 18 anggota DPRD Kota Malang lainnya.

Tim Penindakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap 10 orang serta uang dalam pecahan dolar Singapura dan rupiah sebanyak Rp1 miliar saat melakukan operasi tangkap tangan (OTT) di Kabupaten Bekasi. Diduga uang Rp1 miliar tersebut akan dijadikan suap untuk mengurus perizinan usaha properti di sana. Hingga saat ini Tim KPK masih melakukan pemeriksaan terhadap 10 orang dari unsur pejabat Pemerintah Kabupaten Bekasi dan pihak swasta. "Kami menduga ada transaksi terkait proses perizinan properti di Bekasi," kata Wakil Ketua KPK Basaria Pandjaitan, Senin (15/10/2018). Sampai sekarang Tim KPK telah melakukan penyegelan terhadap sejumlah ruangan yang ada di Pemkab Bekasi. KPK segera menjelaskan secara detail kronologi serta kasus terkait OTT di Kabupaten Bekasi itu. "Hasil kegiatan ini akan kami sampaikan melalui konferensi pers sore atau malam ini," ujar Basaria. Pada Minggu 14 Oktober 2018 sore, Tim KPK melakukan penyegelan di Kantor Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Bekasi, Jawa Barat. Petugas Pengamanan Dalam (Pamdal) Pemkab Bekasi ketika dikonfirmasi membenarkan kedatangan tiga orang KPK itu. "Awalnya saat saya tanya, mereka bilang mau ngecek ruang Pak Jamal (Kadis PUPR), Bu Neneng, sama Bu Lina," kata petugas Pamdal Pemkab Bekasi Paiman di Cikarang. Ketiga petugas KPK tersebut pun tidak banyak bicara saat memasuki ruangan lantai 1 Kantor Dinas PUPR Kabupaten Bekasi. Berdasarkan pantauan di lokasi pada Minggu petang, semua ruangan di lantai 1 disegel dan dipasang garis polisi bertuliskan "KPK".

Nganjuk - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menciduk Kepala Dinas Lingkungan Hidup Nganjuk Harianto pada Rabu siang, 25 Oktober 2017. Saat ini Harianto masih diperiksa di Markas Kepolisian Resor Nganjuk secara tertutup. Kepala Bagian Humas Kabupaten Nganjuk Agus Irianto mengatakan sejumlah penyidik KPK mendatangi ruang kerjanya pada pukul 14.00 WIB. "Mereka menjemput yang bersangkutan dan membawanya ke Mapolres," kata Agus saat dihubungi Tempo, Rabu, 25 Oktober 2017. Agus menjelaskan pejabat tersebut dibawa penyidik KPK untuk dimintai keterangan di Polres Nganjuk. Dia juga belum mendapat informasi terkait dengan kasus yang sedang didalami KPK. Agus membantah Bupati Nganjuk Taufikurrahman yang dibawa penyidik KPK ke Mapolres. Menurut dia, Taufik sedang mengikuti kegiatan dinas di luar kota sejak kemarin. Karena itu, dia memastikan penyidik KPK hanya membawa seorang pejabat saja. "Kalau soal Pak Bupati tertangkap tangan, itu hoax," ucapnya. Sementara itu, hingga kini belum ada satu pun pejabat Polres Nganjuk yang bersedia memberikan keterangan. Beberapa di antara mereka bahkan mengaku tidak mengetahui aktivitas KPK di kantornya. Bupati Nganjuk Taufikurrahman pernah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK dalam kasus suap sejumlah proyek di lingkungan Pemkab Nganjuk. Namun penetapan tersangka itu akhirnya dibatalkan setelah dia memenangi gugatan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Kejaksaan Negeri Magetan, Jawa Timur, menahan lima orang tersangka kasus dugaan korupsi pembangunan instalasi rawat inap (Irna) Rumah Sakit Umum Daerah dr Sayidiman Magetan senilai Rp 1,5 miliar tahun anggaran 2010. Para tersangka itu dijebloskan ke Rumah Tahanan kelas II B Magetan, Selasa, 25 April 2017. Dua orang tersangka merupakan pegawai negeri sipil yang bertugas di rumah sakit, yakni Rohmad yang berperan sebagai pejabat pengadaan barang dan Ningrum Palupi Widiasari sebagai pejabat pelaksana teknis kegiatan (PPTK). Sedangkan tiga tersangka lainnya dari pihak swasta, yakni Cahyo Renggo Putro, Direktur Utama CV Enggal Daya Prima selaku konsultan perencana proyek. Selain itu, Suharti, Direktur Utama CV Jaya yang berperan sebagai pengawas proyek. Tersangka kelima adalah Titik Mulyatin selaku kontraktor perantara. Kepala Kejaksaan Negeri Magetan Siswanto mengatakan, penahanan lima tersangka dilakukan setelah pihaknya menerima pelimpahan tersangka dan barang bukti dari penyidik Kepolisian Resor Magetan. “Dalam waktu dekat akan segera dilimpahkan ke pengadilan,’’ kata Siswanto. Indikasi penyelewengan yang mengakibatkan kerugian negara sekitar Rp 139 juta, ujar Siswanto, terjadinya praktik ‘pinjam bendera’. Nama kontraktor, konsultan perencana dan pengawas hanya dipinjam oleh pihak rumah sakit. Tugasnya sebagai pengawas proyek sama sekali tidak dijalankan, namun tetap menerima sejumlah uang setelah pencairan berlangsung. “Pelaksanaan pengawasan tidak dilakukan dan hanya sebagai syarat pencairan anggaran. Nanti, kami tetap akan mengembangkan kasus ini,’’ Siswanto menjelaskan. Perkara ini mengundang perhatian Komisi Pemberantaran Korupsi (KPK) karena penanganannya berlangsung sejak 2012. Bagian Koordinasi dan Supervisi KPK Endang Tarsa, mengatakan bahwa pihaknya ikut turun tangan karena terjadi kendala dalam penyidikan kasus ini. “Kendala awal terkait penghitungan kerugian negara. Kami akhirnya memfasilitasi ahli dari UGM (Universitas Gajahmada, Yogyakarta),’’ kata Endang ditemui di kantor Kejaksaan Negeri Magetan.

Sebagian besar korupsi terjadi karena adanya penyalahgunaan wewenang dan jabatan yang dimiliki oleh pejabat atau pegawai demi kepentingan pribadi. Akibatnya, terjadi kerugian pada negara. Oleh karena itu,
Nama : Muhammad Iqbal Fakhrizal
Kelas  : XI IPS 5/BI
 








Sumber


Share:

0 comments:

Posting Komentar

Harap beri komentar yang positif. Oke boss.....

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.

Populer di Indonesia

Sahabat Sejati

Informasi Terkini

Populer Bulanan

Populer Mingguan

Kirim Pesan

Nama

Email *

Pesan *

Arsip Blog