Belajar Bahasa Indonesia Online SD SMP SMA KBBI PUEBI Buku Materi Pelajaran Tugas Latihan Soal Ujian Sekolah Penilaian Harian Silabus

Pencarian

11 November 2018

Korupsi di Lingkungan Sekolah

     Korupsi merupakan ancaman yang serius bagi setiap negara. Tragisnya lagi, korupsi di Tanah Air telah masuk ke setiap relung kehidupan. Lembaga eksekutif, legislatif, bahkan yudikatif yang seharusnya menjadi pihak yang menangani masalah korupsi, tidak jarang menjadi sarang koruptor. Bagaimana dengan korupsi di lembaga pendidikan?
   Teman-teman penulis di sekolah sering membuat pernyataan yang (maaf) menurut penulis sedikit narsis. Misalnya, mereka mengklaim bahwa pelaku pendidikan di sekolah tidak mungkin korupsi karena memang tidak ada yang dikorupsi. Pernyataan, “Memangnya mau korupsi kapur, paling hanya korupsi waktu”, menjadi pernyataan yang sering diungkapkan teman sejawat di sekolah.
   Tanpa mengetahui terminologi korupsi tentu akan memberikan jawaban yang bias. Joseph Nye (1967) menyatakan bahwa korupsi merupakan peringai yang menyimpang dari tugas yang seharusnya oleh pejabat untuk kepentingan pribadi, hal-hal yang berkaitan dengan keuangan atau peningkatan status, atau pelanggaran hukum terhadap jenis praktik tertentu karena kepentingan pribadi. Dengan mengacu pada terminologi di atas, kita dapat menyatakan bentuk-bentuk korupsi yang terjadi di lembaga pendidikan.
   Bentuk korupsi di lembaga pendidikan sangat variatif, bahkan sering tidak disadari oleh pelaku. Misalnya, pemberian hadiah orangtua kepada guru untuk “mempermudah” nilai anaknya, pembocoran soal atau kunci jawaban ujian, lobi-lobi dengan uang suap untuk mendapatkan jatah bantuan atau anggaran dana dari pemerintah, uang suap untuk mendapatkan jabatan tertentu, uang suap untuk mempermudah izin operasional sekolah baru, dan uang suap untuk memperlancar akreditasi sekolah. Pelaku praktik korupsi ini sering memandang uang suap sebagai bagian dari servis.
   Meier (2005) menyatakan, bentuk korupsi yang paling umum dalam bidang pendidikan antara lain, pertama, orangtua mungkin disarankan untuk membeli buku atau alat bantu mengajar yang ditulis oleh guru anaknya. Dalam konteks ini, guru berjualan karya yang “dipaksakan” untuk memperoleh keuntungan pribadi.
   Kedua, orangtua disarankan membayar sekolah khusus. Setelah jam sekolah berlangsung, guru akan mengajar anaknya materi inti dari kurikulum yang diajarkan. Dalam konteks ini guru berbisnis trik dan tips yang jitu dalam menyelesaikan soal ujian. Trik-trik itu mungkin tidak diberikan di jam pembelajaran intrakurikuler. Dengan kata lain, di sekolah guru berbisnis les tambahan. Yang patut disayangkan adalah guru terkadang lebih bersemangat memberi pelajaran pada jam khusus tersebut karena honornya besar.
   Ketiga, orangtua disarankan memberi sumbangan untuk dana pembangunan dan kegiatan ekstrakurikuler sekolah. Pengabaian dalam hal ini akan berakibat pada, contohnya penahanan buku rapor/kartu arsip siswa. Tragisnya lagi, di sekolah swasta uang sumbangan yang tidak lunas akan mempersulit siswa saat akan mengambil kartu peserta ujian semester atau ujian nasional.
   Contoh korupsi di sekolah di antaranya yaitu, guru tidak mengajar (hanya mainan hp di kelas), belum waktunya pulang para murid dipulangkan tanpa alasan yang jelas, sering jamkos tanpa alasan yang jelas, murid diminta membayar bayar iuran (spp) pada sekolah negeri , padahal sekolah negeri itu bebas spp yang sudah ditangani pemerintah, dan catatan iuran dihilangkan, kemudian murid ditarik pembayaran lagi tanpa alasan yang jelas.
   Sebab terjadinya yaitu, kurangnya Iman, kurangnya kesadaran dan kejujuran, kurangnya tanggungjawab, dan krisis ekonomi.

      NAMA : Tazkia Aulia Adistyi
      KELAS  :  11 IPS 2



Share:

0 comments:

Posting Komentar

Harap beri komentar yang positif. Oke boss.....

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.

Populer di Indonesia

Sahabat Sejati

Informasi Terkini

Populer Bulanan

Populer Mingguan

Kirim Pesan

Nama

Email *

Pesan *

Arsip Blog