1. Pengemis di Terminal Cikarang - Dewi Parhusip - XI IIS 3
Pendaduk atau yang lebih sering kita kenal dengan sebutan pengemis memang bukan hal yang asing lagi. Pengemis ialah orang-orang yang pekerjaannya meminta-minta kepada orang lain guna memenuhi kebutuhan hidupnya. Di berbagai tempat dan di sepanjang jalan kita pun sering menjumpai pengemis-pengemis. Saat ini memang masih banyak sekali orang yang tidak mampu dan akhirnya memilih menjadi seorang pengemis, atau lansia yang tidak memiliki tempat tinggal dan akhirnya menjadi pengemis di pinggir-pinggir jalan demi mendapatkan uang walau hanya sekedar untuk membeli makanan.
Pendaduk atau yang lebih sering kita kenal dengan sebutan pengemis memang bukan hal yang asing lagi. Pengemis ialah orang-orang yang pekerjaannya meminta-minta kepada orang lain guna memenuhi kebutuhan hidupnya. Di berbagai tempat dan di sepanjang jalan kita pun sering menjumpai pengemis-pengemis. Saat ini memang masih banyak sekali orang yang tidak mampu dan akhirnya memilih menjadi seorang pengemis, atau lansia yang tidak memiliki tempat tinggal dan akhirnya menjadi pengemis di pinggir-pinggir jalan demi mendapatkan uang walau hanya sekedar untuk membeli makanan.
Pada hari Sabtu, 04 Maret 2017 saya
mewawancarai seorang pengemis yang bernama Wartini. Ibu Wartini ini merupakan
seorang pengemis tunanetra di Terminal Cikarang tepatnya di Kalijaya, Cikarang
Barat. Beliau lahir di Tegal, 27 Februari 1943 jadi saat ini Ibu Wartini
berusia 74 tahun. Ibu Wartini tinggal bersama Ibu Pipit seorang pedagang nasi
uduk yang secara sukarela menampung beliau di rumahnya, tepatnya di Kaum
Kalijaya Rt.001/05, Cikarang Barat. Ibu Wartini berasal dari Tegal, Jawa
Tengah.
Ibu Wartini hanya bisa mengemis
sambil duduk karena ia tidak bisa melihat dan kakinya sudah tidak kuat untuk
berjalan jauh. Oleh sebab itu, penghasilan yang didapat Ibu Wartini juga tidak
banyak. Jika sedang ramai atau saat lebaran, penghasilan Ibu Wartini sebesar
Rp. 20.000,00,-/hari. Tetapi jika di hari biasa atau sedang sepi, penghasilan
Ibu Wartini hanya sebesar Rp. 7.000,00,-/hari. Penghasilan yang beliau terima
per hari ini hanya bisa digunakan untuk makan saja, tetapi jika memang sedang
ramai beliau bisa memakai uang tersebut untuk membeli obat.
Penghasilan yang Ibu Wartini dapat
hanya untuk dirinya sendiri. Ibu Wartini memilih menjadi pengemis karena beliau
tidak ingin membebani Ibu Pipit yang sudah sukarela memberinya tempat tinggal.
Jadi setiap penghasilan yang Ibu Wartini dapat beliau berikan kepada Ibu Pipit
untuk membeli makanan untuk dirinya.
Ibu Wartini bekerja secara shift
karena memang fisiknya sudah tidak kuat seperti dahulu. Beliau mulai mengemis
pada pukul 07.00 WIB sampai dengan pukul 12.00 WIB. Setiap selesai mengemis
beliau kembali ke rumah untuk menunaikan ibadah sholat. Walaupun beliau tidak
bisa melihat dan sulit untuk berjalan, beliau masih bersemangat untuk
menjalankan sholat.
Ibu Wartini memiliki 2 orang anak,
tetapi 1 orang anaknya sudah meninggal saat masih kecil. Jadi saat ini Ibu
Wartini hanya memiliki 1 orang anak yang bernama Sutarno. Bapak Sutarno ini
berusia 50 tahun dan beliau tinggal di Tangerang. Bapak Sutarno bekerja sebagai
buruh pabrik yang penghasilannya hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan dirinya
beserta istri dan anaknya. Sehingga akhirnya Ibu Wartini memilih pergi agar
tidak merepotkan anaknya. Sedangkan suami Ibu Wartini sudah meninggal dunia
pada tanggal 28 Januari 2008. Suami Ibu Wartini meninggal dunia dikarenakan
sakit dan tidak memiliki biaya untuk berobat.
Ibu Wartini tinggal bersama Ibu
Pipit di sebuah rumah kontrakan kecil. Ibu Wartini hanya bisa tidur di karpet
kecil saat malam hari. Karena kondisi perekonomian Ibu Pipit sendiri juga hanya
cukup untuk dirinya dan anaknya. Dan jika hujan turun sangat deras, rumah yang
ditempati Ibu Wartini akan tergenang air karena banjir yang cukup dalam.
Ibu Wartini tidak memiliki kendaraan
apapun, karena uang untuk makan pun sangat sulit untuk beliau dapatkan.
Sehingga beliau tidak pernah memiliki kendaraan. Ibu Wartini sangat ingin
memiliki kendaraan sewaktu suaminya masih hidup. Tetapi ia tidak memiliki uang
untuk membeli kendaraan walau hanya sekedar sepeda.
Ibu Wartini hanya bersekolah sampai Sekolah
Dasar (SD) saja. Dahulu beliau bersekolah di SD Tegal sampai kelas 2 SD.
Setelah itu Ibu Wartini putus sekolah karena tidak ada biaya untuk bersekolah.
Sehingga Ibu Wartini kurang lancar untuk membaca dan menulis.
Dahulu sewaktu Ibu Wartini masih
bisa melihat, beliau bekerja menjual gorengan di pinggir jalan. Tetapi akhirnya
tempat Ibu Wartini berjualan gorengan sudah dilarang untuk berjualan karena
tempat tersebut ialah jalanan umum yang digunakan pejalan kaki. Akhirnya Ibu
Wartini berhenti berjualan gorengan. Dan setelah itu beliau mengalami
kecelakaan sehingga ia kehilangan pengelihatan dan akhirnya saat ini beliau
menjadi seorang pengemis.
Transportasi yang digunakan Ibu
Wartini untuk berangkat mengemis tidak ada, hanya berjalan kaki saja. Karena
dari rumah tempat Ibu Wartini tinggal sangat dekat dengan lokasi tempat Ibu
Wartini mengemis. Jadi untuk berangkat dan pulang mengemis beliau hanya
berjalan kaki saja sambil memakai tongkat.
Kesan yang disampaikan Ibu Wartini
ialah berdagang dan meminta-minta pada orang lain di pinggir jalan sangat sulit
sehingga ia sampai merasa lelah ketika meminta-minta pada orang lain. Ibu
Wartini juga menyampaikan pesan yakni bersekolah harus dengan giat supaya bisa
memiliki hidup yang berkecukupan dan memiliki pekerjaan yang layak.
Sumber
0 comments:
Posting Komentar
Harap beri komentar yang positif. Oke boss.....
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.